Mohon tunggu...
Khanifatu Shari Eah
Khanifatu Shari Eah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tetaplah jadi diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Remaja dalam Perspektif Psikologi Pendidikan

6 Januari 2025   10:40 Diperbarui: 6 Januari 2025   10:38 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Remaja (adolescere) merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang selalu diiringi dengan pelbagai pematangan fisik dan psikologis. Perubahan dramatis tersebut turut menyertakan perubahan yang signifikan terhadap pola pikir, sikap, perilaku dan mental spiritual. Metode pengajaran yang berlaku efektif bagi mereka tidak sama dengan masa sebelum ataupun sesudanya. Ini disebabkan perbedaan persoalan yang dihadapi, di antaranya: remaja disebut sebagai periode peralihan, perubahan, usia bermasalah, mencari identitas. Oleh karena itu, pada dasarnya metode yang paling optimal bagi usia remaja adalah pembelajaran yang menekankan pada etika-sosial mampu mengendalikan impelementasi dari id, ego dan super ego-nya. Sehingga mampu menumbuhkembangkan sekaligus menguatkan relasi yang terbentuk antara bakat dan minat yang inheren dalam diri remaja tanpa takut akan terjerumus sikap negatif. 

Psikologi remaja (adolescence psikology) memberikan perhatian secara khusus pada kehidupan remaja. Tanda yang spesifik dalam kehidupan remaja adalah adanya perubahan-perubahan fisiologis yang menyebabkan remaja mengalami kematangan seksual dan pubertas. Masa ini dipenuhi pelbagai aktivitas yang pada intinya merupakan pencarian identitas diri (self identity). Hurlock menyebut masa ini sebagai fase adolescence. Secara fisik remaja memang tampak begitu optimal, namun dari perspektif lain merekaberada pada fase yang mengalami banyak masalah, baik menyangkut hubungan dengan dirinya maupun orang lain. Belajar adalah kegiatan full-contact, karena itu belajar harus melibatkan semua aspek kepribadian manusia, seperti pikiran, perasaan dan bahasa tubuh serta pengetahuan, sikap dan keyakinan tentu tanpa melupakan persepsi masa mendatang.

Perkembangan Fisik Remaja

           Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Menurut Mappiare masa remaja berlangsung antara umur dua belas sampai dengan dua puluh satu tahun bagi wanita dan tiga belas sampai dua puluh dua tahun bagi pria.

           Berkaitan dengan perkembangan fisik remaja di mana perkembangan setiap individu itu berbeda, bahwa perkembangan fisik remaja secara umum dibagi menjadi beberapa fase perkembangan fisik: faseawal/prapubertas yaitu antara dua belassampai empat belas tahun bagi putra dan sepuluh sampai tiga belas tahun bagi putri. Fase tengah pubertas di antara empat belas sampai enam belas tahun untuk putra dan tiga belas sampai lima belas tahun bagi putri. Fase akhir bagi putra berkisar antara tujuh belas dan sembilan belas tahun, sedangkan remaja putri berkisar enam belas sampai sembilan belas tahun.

           Ditinjau dari umur, World Health Organization (WHO) menetapkan bahwa yang disebut remaja adalah manusia yang berusia dua belas hingga dua puluh empat tahun. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebut angka sepuluh hingga Sembilan belas tahun untuk pelayanan kesehatan remaja. Sementara itu, menurut Dirjen Remaja dan Perlinduungan Hak Reproduksi BKKBN, batas usia remaja adalah sepuluh hingga dua puluh satu tahun. Dari beberapa pendapat tersebut, terlihat bahwa remaja adalah masa peralihan masa anak-anak menuju dewasa, dan dalam masa tersebut terjadi proses pematangan fisik dan psikologis.

           Aspek fisik remaja, Fase ini berkisar antara lima belas hingga dua puluh tahun, masa ini merupakan masa peralihan dari masa remaja ke masadewasa. Masa ini ditandai dengan terbentuknya remaja laki-laki sebagai bentuk khas laki-laki dan perempuan sebagai bentuk khas perempuan, seperti pada laki-laki memiliki perubahan bentuk tubuh, ukuran tinggi, berat badan naik, proporsi muka dan badan, otot-otot menjadi kuat, terjadi perubahan suara, tumbuh kalamenjing, tumbuh rambut sekunder di bagian tertentu, kelenjar testis mulai memproduksi cairan mani dan spermatozoa dan remaja putra lebih tampak sebagai laki-laki dewasa dan mengarah kebapakkan. Sedangkan pada perempuan memiliki perubahan bentuk tubuh, ukuran tinggi, berat badan naik, perubahan payudara, tumbuh rambut halus di daerah tertentu, kulit dan otot menjadi halus dan lembut, pinggul membesar, suara menjadi halus dan nyaring, menstruasi, ovarium mulai menghasilkan ovum yang matang dan perawakannya tampak sebagai wanita dewasa dan keibuan.

           Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Hormon pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat, yang membawa tubuh mendekati tinggi dan berat dewasanya dalam waktu dua tahun. Dorongan pertumbuhan itu terjadi lebih awal pada pria daripada wanita, juga menandakan wanita lebih dulu matang daripada pria. Sehingga masa remaja laki-laki lebih singkat dari remaja perempuan. Namun dengan adanya status yang lebih matang di rumah dan di sekolah, biasanya laki-laki cepat menyesuaikan diri dan menunjukkan perilaku yang lebih matang.

Perkembangan Psikologis Remaja

Berikut adalah kebutuhan dasar remaja sesuai dengan perkembangan psikologinya: Pertama, masa remaja sebagai periode penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik maupun akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya sama penting. Dalam membahas akibat fisik pada remaja, Tannermenjelaskan bahwa bagi sebagian besar anak muda, usia atara dua belas dan enam belas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Tidak dapat disangkal, selama selama kehidupan janin dan tahun pertama atau kedua setelah kelahiran, perkembangan berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin lebih menentukan, tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan perkembangan atau kurangnya perkembangan dengan kagum, senang atau takut.

           Kedua, masa remaja sebagai periode peralihan. Bila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yag sudah ditinggalkan. Namun perlu disadari bahwa apa yang telah terjadi akan meninggalkan bekasnya dan kan mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru. Seperti yang dijelaskan oleh Osterrieth,'' Struktur psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak, dan banyak ciri yang umumnya dianggap sebagai ciri khas masa remaja sudah ada pada akhir masa kanak-kanak. Perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkann diadakannya kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser.

           Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini remaja bukanlah seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Kalau remaja berprilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk bertindak sesuai umurnya. Kalau remaja berprilaku seperti orang dewasa, ia sering kali dituduh terlalu besar untuk usianya.

           Ketiga, masa remaja sebagai periode perubahan. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Ada empat perubahan yang sama yang hampir bersifat universal. (1) meningginya emosi, yangintensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. (2) perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru. Bagi remaja muda, masalah baru yang timbul tanpaknya lebih banyak dan terasa lebih sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya. (3) dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang dimasa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. sekarang mereka mengerti bahwa kualitas lebih penting dari pada kuantitas. (4) sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.

           Keempat, masa remaja sebagai usia bermasalah. Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.

           Kelima, masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada tahuntahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.

           Seperti dijelaskan Erikson bahwa identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau seorang dewasa? Apakah nantinya ia dapat menjadi seorang suami atau ayah? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat orang merendahkannya? Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau gagal?

           Erikson selanjutnya menjelaskan bagaimana pencarian identitas diri mempengaruhi perilaku remaja. Dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannnya mereka harus menunjuk secara artifisial orang-orang yang baik hati untuk berperan sebagai musuh, dan mereka selalu siap untuk menempatkann idola dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjumlahan identifikasi masa kanak-kanak.

           Pertama, masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, seperti ditunjukkan oleh Majeres. Menurutnya banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya, banyak diantaranya yang bersifat negatif. Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. Stereotip populer juga mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Dalam membahas masalah stereotip budaya remaja, Anthony menjelaskan bahwa stereotip juga berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi remaja, yang menggambarkan citra diri remaja sendiri yang lambat laun dianggap sebagai gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran ini.

           Kedua, masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dann bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak relistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuanyang ditetapkannya sendiri.

           Ketiga, masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Pada fase ini remaja setidaknya memerlukan beberapa hal, di antaranya: kebutuhan umum sebagaimana layaknya manusia pada umumnya. Baik anak-anak, orang dewasa, maupun para remaja merasakan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, ingin memiliki pengalaman-pengalaman baru, ingin memperoleh pengenalan dan pengakuan, ingin menjadi seorang yang berdiri sendiri, dan ingin memuaskan kebutuhan-kebutuhann jasmaniah. Ada juga kebutuhan akan identitas. Menurut penelitian Ericson, Eisenberg, Glasser, Mead, Shore, dan Massimo identitas merupakan kebutuhan yang sangat besar pada para remaja. Mereka ingin memiliki sesuatu, ingin berbeda, ingin dikenal, dan ingin merasakan kehadirannya. Banyak perasaan tidak berharga yang dirasakan para remaja dapat dihindarkan dengan cara memberi mereka tanggung jawab tertentu sehingga mereka merasa dirinya penting. Terakhir ada kebutuhan akan bantuan orang dewasa. Pertumbuhan berciri kemajuan(progression) dan kemuduran (regression). Pada suatu saat para remaja ingin mempertahankan haknya untuk bertindak berdasarkan keputusannya sendiri tanpa campur tangan orang dewasa. Pada saat lain mereka membutuhkan nasihat serta bimbingan dan penyuluhan orang dewasa. Beberapa orang tua ada yang sabar dan cukup mengerti terhadap sikap remaja yang tidak konsisten ini.

           Aspek psikis manusia pada dasarnya merupakan satu kesatuan dengan sistem biologis. Sebagai subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam melihat manusia. Hal-hal semacam ini sangat memberikan dampak yang mendalam terhadap perkembangan mental remaja, terutama dalam proses pembelajaran, pengalaman serta faktor-faktor lain yang berkenaan dengan psikologisnya.

           Pengalaman menjadi satu hal yang sangat mahal bagi remaja. Dari pengalaman remaja membaca hidup dan mengunduh pelbagai nilai kehidupan sebagai bekal untuk masa depannya. Segala macam pengalaman yang dilalui merupakan bagian penting dan tidak bisa dipandang remeh utamanya dalam urusan yang membentuk mental individu di kemudian hari. Oleh kerena itulah para sarjana seperti Sigmund Freud, John Bowlby, Erik Erikson merusmuskan pelbagai teorinya. Nama yang disebut pertama mencetuskan teori yang kemudian hari menjadi cikal bakal salah satu arus utama psikologi, psikoanalisa. Dalam psikoanalisa Freud menekankan tiga elemen mendasar dalam diri manusia yang saling terkait satu sama lainnya: id, ego dan super ego.

           Id merupakan satu sistem kepribadian yang sudah tertanam dalam setiap individu sejak ia dilahirkan. Id sangat berkaitan dengan unsur-unsur biologis, oleh karena itu pola kerjanya sangat dipengaruhi oleh hal tersebut, terutama libido dan agesitivitas. Kedua hal tersebut merupakan unsur-unsur yang sangat berkaitan dengan ekspresi kecintaan seseorang yang berperan dalam menjaga dan mempertahankan hidup. Dalam hal ini Freud melihat id sebagai satu ketidaksadaran (unconscious) yang mengutamakan rasa nikmat (pleasure principles) dan tanpa disadari telah mempengaruhi perilaku manusia.

           Ego adalah satu struktur kesadaran akan realitas (reality principles) yang dimiliki manusia. Ia merupakan membentuk kepribadian yang mengatur tingkah laku setiap individu secara sadar. Ego terus berkembang seiring terjadinya interaksi antara individu dan lingkungannya. Ego adalah media yang menghubungkan antara dorongan biologis (id) dengan doronganetika yang lebih tinggi dari (super ego). Ego memegang kendali akan kesadaran manusia untuk dapat diimplementasikan secara nyata dan terkendali dengan baik. Jadi ego berperan penting dalam menjaga stabilitas kehidupan manusia dengan jalan menyeimbangkan antara tuntutan instingtif dari dalam diri manusia dan pertimbang moral yang bermasyarakat. 

           Super ego merupakan bagian terbesar dalam struktur kepribadian manusia. Super ego adalah anomaly dari id. Jika id selalu mendorong manusia untuk mengikuti insting libidonya, maka super ego berusaha membawa manusia untuk lebih mengutamakan nilai-nilai sosial, kepribadian berbudaya serta hal-hal lain yang diperoleh melalui proses pendidikan dalam hidup individu. Super ego lahir sebagai dampak interaksi intens antara individu dan sosial masyarakatnya. Oleh karenanya, super ego memuat unsur-unsur etika, moralitas dan nilai-nilai hidup yang menuntut individu untuk selalu mampu mengendalikan dorongan instingnya masing-masing. Singkatnya super ego dapat kita nyatakan sebagai kata hati yang mengendalikan control kesadaran internal individu yang selalu berkembang seiring perkembangan yang dijalaninya. 

           Ketiga, sub sistem di atas pada dasarnya merupakan unsur penyusun kepribadian masing-masing individu. Jika id mulai mendorong manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya, maka hadirlah super ego sebagai etikamoral yang membatasi impelementasi dari kedua hal tersebut. Menghadapi kedua pilihan tersebut muncul ego yang berusaha menyeimbangkan kedua tuntutan tersebut. Unsur yang disebut terakhir melakukan proses pemilahan dan pemilihan dengan diikuti penerimaan ataupun penolakan kepada salah satu pilihan yang ada.

Perkembangan Kognitif-Psikologis Remaja

Perkembangan kognitif berhubungan dengan meningkatnya kemampuan berfikir (thinking), memecahkan masalah (problem solving), mengambil keputusan (decision making), kecerdasan (intellegence), bakat (aptittude). Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap transisi dari penggunaan berfikir konkret secara operasional ke berfikir formal secara operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran mereka. Mereka berusaha dengan konsep yang jauh dari pengalaman mereka sendiri. Piaget menilai, pengalaman dengan masalah yang kompleks, tuntutan dari pengajaran formal, dan tukar menukar ide yang berlawanan dengan kelompok remaja, diperlukan untuk perkembangan berfikir secara operasional.

Masa remaja adalah masa stress emosional yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Hal itu dipandang sebagai perkembangan proses psiko sosial yang terjadi seumur hidup. Tugasnya psiko-sosial adalah untuk tumbuh dari orang yang tergantung menjadi orang yang tidak tergantung, yang identitasnya memungkinkan mereka berhubungan dengan yang lainnya dalam gaya dewasa.

           Stanley Hall adalah adalah ahli pertama yang memandang perlu masa remaja diselidiki secara khusus. Stanley Hall antara lain mengemukakan bahwa perkembangan psikis banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Faktor-faktor psikologis ini ditentukan olehgenetika, disamping proses pematangan yang mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu juga mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dan ketidak seimbangan yang tercakup dalam "storm and stress".

           Syamsul yusuf dalam bukunya psikologi perkembangan menyebutkan perkembangan sosial atau dapat disebut penyesuaian sosial ini dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi dan relasi. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian sosial, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

           Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja. Di antaranya pegaruh keluarga, pengaruh gizi, gangguan emosional, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kesehatan dan pengaruh bentuk tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa ini sering kali mempengaruhi sikap dan perilakunya. Hurlock mengemukakan perubahan yang terjadi, yaitu: ingin menyendiri, bosan, inkoordinasi, antagonis social, emosi yang meninggi, hilangnya kepercayaan diri dan terlalu sederhana. Sejumlah factor yang mempengarui fisik individu, yaitu factor internal (sifat jasmaniah yang diwariskan dari orang tuanya dan kematangan) dan factor eksternal (kesehatan, makanan dan stimulasi lingkungan).

           Proses perkembangan perilaku dan pribadi setidaknya di pengaruhi oleh tiga faktor dominan yaitu faktor bawaan (heredity), kematangan (maturation), dan lingkungan (environment) termasuk belajar dan latihan (training and learning). Ketiga faktor ini yang kemudian saling bervariasi menjadi hal yang menguntungkan atau menghambat proses perkembangan, yang kemudian menjadi masalah yang tidak mudah di atasi oleh individu yang bersangkutan maupun oleh masyarakat secara keseluruhan. Masalah tersebut antara lain:

           Pertama, masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan fisik dan psikomotorik. Masalah ini dapat berupa adanya variasi yang mencolok dalam tempo dan irama serta kecepatan perkembangan fisik antarindividu atau kelompok, maupun perubahan suara dan peristiwa menstruasi dapat juga menimbukan gejala-gejala emosinal seperti perasaan malu.

           Kedua, masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan bahasa dan perilaku kognitif. Bagi individu-individu tertentu, mempelajari bahasa asing bukanlah hal yang menyenangkan, kelemahan dalam bahasa dapat menjadikan bahan cemooh yang bersifat negatif. Intelegensi merupakan kapasitas dasar belajar, bagi yang mempunyai IQ kurang dan tidak mendapat bimbingan yang memadai akan mendapat ekses psikologis yang tidak mencapai hasil yang diharapkan.

           Ketiga, masalah-masalah yang timbul bertalian dengan perkembangan perilaku afektif, konatif, dan kepribadian. Masalah ini timbul karena beberapa hal di antaranya keterikatan hidup di jalan yang tidak terbimbing menimbulkan kenakalan remaja yang berbentuk perkelahian antarkelompok, pencurian, perampokan, prostitusi, dan bentuk-bentuk anti sosial lainnya; konflik dengan orang tua, yang berakibat tidak senang di rumah, bahkan melarikan diri dari rumah; melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bertentangan dengan norma masyarakat atau agama, seperti mengonsumsi ganja, narkotika, dan sebagainya.

Model Pemecahan Masalah sebagai Fokus

Ada beberapa model pembelajaran bagi usia remaja ditinjau dari perspektif psikologi perkembangan remaja. Dari beberapa model tersebut penulis melihat model pemecahan masalah sebagai model yang patut diberi perhatian berlebih. Ahli ilmu jiwa seperti Ralph Mosher dan Norman Sprinthall, telah mengembangkan suatu model pembelajaran bagi remaja yang disebut pendidikan psikologi jiwa remaja. Pendekatan model ini berakar dari teori-teori Piaget, Erickson dan Kohlberg tentang pengembangan manusia. Bagi Mosher dan Sprinthall, pendidikan dapat memenuhi kebutuhan remaja yang sedang tumbuh, sebagai contoh, bahwa Pendidikan itu penting bagi remaja, guna memudahkan kemampuannya berpikir dalam bentuk-bentuk abstrak.

Untuk itu, Pieget menganjurkan bagaimana agar peserta didik selama masa remaja dapat mencapai tahap operasi formal di mana dia dapat menentukan kemungkinan-kemungkinan solusi atas masalah-masalah yang diberikan atau dihadapi. Proses pengembangan kemampuan operasi formal itu meliputi: (1) pembentukan identitas pribadi; (2) otonomi pribadi yang lebih besar; (3) kemampuan yang lebih besar dalam berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, seperti anak sebaya dan lawan jenis; (4) pertumbuhan pemikiran susila atau akhlak yang lebih kompleks. Di dalam usaha untuk memenuhi berbagai kebutuhan itu sebagian bisa dilakukan dengan mencoba mengembangkan pendidikan kejuruan dan latihan peranan dewasa. Berangkat dari pemahaman ini pendidik yang baik ialah yang memahami setiap psikologi peserta didiknya sehingga pembelajaran lebih tepat sasaran.

         Oleh sebab itu, pendidikan keluarga menjadi penting. Pendidikan di dalam keluarga berlangsung sejak anak lahir. Bahkan setelah dewasa pun orang tua masih berhak memberikan nasihatnya kepada anak. Keluarga adalah miniatur masyarakat.Keluarga adalah sebuah institusi yang kaya nilai. Orang tua bertanggug jawab untuk mewariskan nilai-nilai itu kepada anak-anak. Pewarisan nilai-nilai itu dilakukan orang tua melalui pendidikan. Sebagai makhluk paedagogik, anak pasti bisa dididik sehingga pada akhirnya nanti anak mampu dengan baik mengemban amanat dari Allh yang bertugas sebagai khalfah di muka bumi.

Kesimpulan

Di masa remaja terdapat berbagai proses kematangan dalam bidang biologis-psikologis. Remaja merupakan awal dari fase hidup yang krusial yaitu sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa di mana pertumbuhan fisik dan psikologis semakin kentara. Pertumbuhan tersebut turut pula mempengaruhi perkembangan kebutuhan yang diperlukan, seperti halnya ingin mencintai dan dicintai, memperoleh pengalaman baru, kebutuhan akan identitas diri serta kebutuhan akan bimbingan orang dewasa disamping belajar untuk melakukan sesuatu untuk menunjukkan eksistensinya dalam menghadapi persoalan maupun atas tanggung jawab yang dimiliki. Selain itu, model pembelajaran paling yang sesuai dengan psikologi remaja adalah ketika menghadapi pelbagai persoalan yang mengkaitkan antara fisik, kognitif, emosi dan psikososial. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan dunia remaja akan memfasilitasi perkembangan berbagai potensi dan kemampuan mereka secara optimal serta tumbuhnya sikap dan kebiasaan berperilaku positif yang mendukung pengembangan berbagai potensi dan kemampuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun