Mohon tunggu...
Khanifah Arifin
Khanifah Arifin Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang ibu dengan 3 orang putra putrI. Ibu rumah tangga, yang berbagi ilmu dengan para siswanya di MI Walisongo 1 dan para santrinya pada sebuah TPQ di Sooko Mojokerto.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anakku

20 Oktober 2013   23:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

--- Aku tak tahu nak. Mau jadi apa saat engkau dewasa nanti. Tapi aku sangat tahu. Apa bekal yang telah kami berikan untukmu.---

Demikian aku tuliskan, di halaman terakhir diary mereka. Ya, catatan harian yang menjadi sahabat mereka. Sebagaimana dulu abi mereka, suamiku mencontohkan untuk mereka. Membaca lembar demi lembar catatan abinya. Tentu menjadi keasyikan tersendiri bagi mereka.

Aku tak pernah bayangkan sebelumnya. Bahwa catatan harian yang berisi apa saja, boleh dibaca orang lain. Sebagai isteri sendiri saja, aku jengah. Sungkan. Tapi anak-anakku begitu antusias membacanya. Itu yang membuat mereka antusias juga membuat diary. Tentu dengan berbagai model dan bentuk.

Mbak, si sulung, dengan gaya feminimnya. Cenderung tertutup. Sewot jika ada yang mengintip catatannya. Aa', anak ke-duaku, lelaki yang cenderung pemalu. Diarynya tak pernah dikeluarkan dari lokernya jika pulang ke rumah. Hanya dikeluarkan saat ingin menulis saja. Sementara si bungsu, cewek centil. Ekstrovert dan selalu riang gembira. Suka menunjukkan catatannya. Apalagi kalau menceritakan tentang teman sepondoknya.

Yah, aku sadar. Mereka adalah tiga anakku. Dengan kepribadian dan kebiasaan masing-masing. Kami sebagai orang tua, tak biasa memaksakan sesuatu. Sejak kecil, kami terbiasa untuk diskusi. Memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama. Menghadapi kenakalan atau kebandelan mereka, seperti menghadapi suatu pekerjaan rumah bersama. Kami libatkan mereka untuk menyelesaikan permasalahan itu.

Mengasyikkan, tapi kadang melelahkan. Sebab kami harus senantiasa berpikir aktif. Setiap masalah, kami harus tahu dulu solusinya. Menyesuaikan dengan karakter mereka masing-masing. Tapi kalau aku pikir lagi. Memang untuk itulah kami harus lelah. Sebagaimana orantua kami dulu juga tak kenal lelah mendidik kami.

Kami sadar, kami tak bisa paksakan cita-cita. Mengantar mereka untuk meraih cita-cita mereka itu sendirilah yang saat ini kami lakukan. Dengan ilmu agama sebagai pondasi mereka untuk mempelajari ilmu yang lainnya. Sebab kami yakin, hanya Alloh saja yang dapat diharpkan menolong mereka. Kala sendirian melalui masa-masa sulitnya.

----Selamat malam anakku, semoga kalian dapat tidur dengan nyenyak.---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun