Mohon tunggu...
Khania Angelica Silitonga
Khania Angelica Silitonga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa yang sedang melaksanakan pendidikannya

Gemar dalam bidang sosial, gaya hidup, kecantikan, dan fashion

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Pekerja Anak di Sektor Pertambangan Pasir dan Batu

12 Januari 2024   16:43 Diperbarui: 12 Januari 2024   16:45 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena pelanggaran hak anak sudah menjadi suatu fenomena yang merajalela di seluruh dunia. Terkadang banyak orang dewasa bahkan orangtua dari anak sekalipun masih sulit untuk sadar akan pentingnya hak anak. Banyak contoh kasus dari pelanggaran anak, seperti kasus kekerasan dalam rumah tangga yang memberikan dampak baik langsung maupun tidak langsung kepada anak, kasus kekerasan pelajar antar pelajar di bawah umur, kasus pedofilia, kekerasan seks, dan masih banyak lagi. Anak-anak menjadi target yang rawan akan perampasan hak-hak mereka. Keluarga menjadi sebuah kelompok kecil yang primer bagi anak-anak untuk mendapat perlindungan, edukasi, dan kebutuhan hidup mereka. Namun, karena banyaknya permasalahan di dalam keluarga itu, terjadilah pelanggaran hak anak di dalam keluarga.

Salah satunya karena faktor ekonomi. Orangtua anak-anak tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari keluarga mereka. Dan anak-anak bekerja bukan untuk membantu pekerjaan rumah, melainkan bekerja di sektor publik dan mendapatkan upah. Pekerja anak dalam (Suyanto, B. 2019) adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin yang dilakukan untuk orangtua, orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan waktu serta mendapatkan imbalan atau tidak. Di Indonesia sendiri, sudah banyak pekerja anak, dan tidak ada angka pasti dalam jumlah pekerja anak di Indonesia. Hal ini dikarenakan, anak-anak bekerja di dalam industri yang tidak formal, dalam artian tidak ada pendaftaran atau pendataan diri mereka kepada orang yang bertanggung jawab atau instansi dimana mereka bekerja dan mendapatkan upah. Di antara banyaknya bidang pekerjaan, tak terkecuali pada bidang pertambangan. Banyak anak-anak yang bekerja di bidang ini sebagai penambang pasir dan batu, pemecah batu, kuli angkut pasir, atau bahkan sekedar penjaga portal gerbang keluar-masuk.

Banyak faktor anak-anak memilih untuk menjadi buruh atau pekerja dalam sektor ini. Menurut (Wulandari, T. & Hakim, A. I. 2020) dalam penelitian mereka pada pekerja anak di pertambangan pasir di Kecamatan Srumbung, Gunung Merapi, terdapat berbagai faktor yang mendorong fenomena ini. Yang pertama adalah faktor ekonomi. Banyak anak-anak memutuskan untuk bekerja di usia dini mereka untuk membantu ekonomi keluarga dan juga menambah uang saku mereka. Terdapat juga anak-anak yang terpaksa untuk berhenti sekolah akibat dari faktor ekonomi ini. Karena tidak adanya biaya untuk bersekolah bahkan untuk makan sehari-hari masih sangat sulit bagi mereka. Jumlah pendapatan yang di dapat masih sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga

Selanjutnya adalah faktor lingkungan sosial dan peer group. Anak-anak memutuskan untuk menjadi pekerja di sektor ini karena lingkungan tempat tinggal mereka yang dekat dengan lokasi sumber daya tambang ini. Maka dari itu mereka sudah tidak asing lagi dan terbiasa dengan pekerjaan di sektor pertambangan pasir dan batu. Ditambah lagi dengan teman main atau teman sebaya mereka yang sudah lebih dulu bekerja, mendorong mereka untuk ikut bekerja dan mendapatkan upah. Dalam artikel yang ditulis oleh (Sunarto, D. S., dkk. 2020) belum banyaknya keterampilan yang dimiliki anak-anak dan ditambah lagi dengan rendahnya pendidikan serta minimnya edukasi kepada mereka menjadi faktor pendorong anak-anak yang lebih memilih bekerja dan tidak memerlukan keterampilan khusus.

Pekerja anak di sektor pertambangan merupakan sektor yang berbahaya. Dimana tidak hanya bagi orang dewasa saja tempat lokasi pertambangan sangatlah berbahaya. Lokasi tempat pertambangan ini berada di lereng Gunung Merapi. Apabila tidak diberikan perhatian khusus, seperti alat-alat dan perlengkapan yang baik dan memadai serta yang setara dengan Kesehatan, Keamanan, dan Keselamatan kerja (K3), akan sangat berdampak pada setiap pekerja. Terlebih lagi banyak anak-anak yang belum teredukasi dengan baik tentang keselamatan kerja serta karena mereka merasa seperti bekerja sambil bermain dengan teman-temannya di lapangan kerja. Dampak yang nyata akan terjadi pada anak adalah anak-anak akan lebih memilih untuk bekerja dibandingkan mengutamakan pendidikan mereka. Karena dengan bekerja mereka akan mendapatkan duit jajan.

Fisik pekerja anak juga akan menerima dampaknya, dimana dengan kondisi badang mereka yang masih dalam proses tumbuh kembang sudah melakukan pekerjaan berat. Lokasi pertambangan juga secara langsung memberikan dampak pada mereka, zat-zat berbahaya bisa saja terhirup, medan area yang tidak aman, dan lain-lain. Tak dapat terlewatkan juga bahwa psikis anak-anak akan dalam kondisi yang berbahaya. Pekerja anak yang usia nya masih sangat muda akan melewatkan dan bahkan kehilangan masa bermain yang sangat penting bagi tumbuh kembangnya. Mereka juga harus merelakan masa sekolah mereka, dimana mereka semestinya mendapatkan pendidikan serta bersosialisasi dengan teman-teman sebaya mereka. Hal tersebut akan memengaruhi keseimbangan psikis mereka dalam beranjak dewasa.

Pemerintah memiliki peran penting dalam mengatasi serta mencegah penambahan angka jumlah pekerja anak, baik di sektor pertambangan maupun di sektor lain. Pada UUD 1945 pasal 28B ayat (2) berisi bahwa sesungguhnya setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang dann perlindungan dari kekerasan dan juga diskriminasi. Dan pada pasal 28C ayat (2) dikatakan bahwa tiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya. Dan masih banyak lagi Undang-Undang serta peraturan yang dibuat untuk memberikan perlindungan kepada anak dan menjamin terpenuhnya hak asasi setiap anak. Namun, sampai saat ini masih banyak pelanggaran akan peraturan dan hak anak. Anak sebagai pekerja dijadikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan dan membantu perekonomian mereka. (Izziyana, W. V. 2019).

Yang tak boleh terlewatkan juga adalah kesiapan dari setiap pasangan dalam mempersiapkan kondisi yang baik untuk tumbuh kembang anak. Pemahaman akan mitos-mitos jaman dulu, seperti banyak anak banyak rejeki, anak sebagai investasi masa tua, dan lain-lainnya. Harus segera dihentikan karena setiap orangtua memiliki kewajiban untuk memenuhi hak asasi anak, dimana mereka wajib memberikan perlindungan, kasih sayangm edukasi, dan memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Jangan sampai anak yang dilahirkan menjadi beban dan justru menciptkan keadaan yang tidak diinginkan seperti kasus dalam artikel ini. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada anak-anak karena anak-anaklah calon penerus bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Izziyana, W. V. (2019). Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak di Indonesia. Legal Standing: Jurnal Ilmu Hukum, 3(2), 103-115.

Sunarto, D. S., Purnomo, A., & Towaf, S. M. (2020). Dampak Kegiatan Produktif di Tambang Pasir Terhadap Angka Anak Putus Sekolah Pada Jenjang SMP. JPIS Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 30(1), 39-48.

Suyanto, B. (2019). Sosiologi Anak. Kencana.

Wulandari, T., & Hakim, A. I. (2020). Bekerja sebagai Pilihan Rasional: Pekerja Anak di Pertambangan Pasir Gunung Merapi, Indonesia. JISPO Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 10(2), 191-210.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun