Bendera merah putih dijahit oleh Fatmawati, perempuan Bengkulu. Nampan berisi sang saka merah putih dibawa Ilyas Karim, pemuda Minang, didampingi Suhud Sastrokusumo dan Singgih, dua pemuda Jawa; kemudian dikibarkan oleh Latif Hendraningrat, prajurit PETA, keturunan Jawa kelahiran Batavia.
Disaksikan oleh sebagian kecil rakyat Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur, Jakarta, sang saka merah putih dikibarkan, dikerek melalui tali di atas bambu yang tertancap di bumi ibu pertiwi.Â
Beberapa saat sebelum pengibaran merah putih dalam prosesi sederhana ini, atas nama Bangsa Indonesia, Sukarno, peranakan Jawa-Bali; didampingi Muhammad Hatta, orang Minang, memproklamirkan kemerdekaan sebuah bangsa.Â
Naskah proklamasi diketik Sayuti Melik, pemuda Jawa, menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Konsep isi teks proklamasi dirapatkan di rumah Laksamana Maeda, serdadu AL Jepang.
Malam hari sebelum proklamasi, Sukarno dan Hatta diculik oleh Sukarni, pemuda asal Blitar; Chairul Saleh gelar Datuk Paduko Rajo kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat; dan Wikana, pemuda blasteran Jawa-Sunda. Ketiga-tiganya orang kiri. Rapat kilat soal narasi proklamasi dilaksanakan di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong.
Kelak, ketika Belanda melakukan Agresi Militer II dengan menyerbu Yogyakarta, 1948, sebelum ditangkap, Bung Karno secara khusus menitipkan sang saka merah putih kepada Husein Mutahar, orang Arab. "Pertahankan dan lindungi, bahkan dengan nyawamu!" perintah Bung Karno kepada H. Mutahar.
Dalam Agresi Militer II ini, Bung Karno, Bung Hatta, dan Agus Salim ditangkap Belanda. Perjuangan diplomasi melobi negara Barat dilakukan oleh Sjahrir, orang Minang, dan kawan-kawannya.Â
Upaya meyakinkan dukungan luar negeri, khususnya negara Timur Tengah, dijalankan oleh Abdurrahman Baswedan, orang Arab. Untuk memperoleh senjata dari pasar gelap, John Lie, prajurit Tionghoa, menerobos blokade laut Belanda menuju Singapura.Â
Dalam perjuangan bersenjata dengan cara gerilya, Sudirman, prajurit Jawa yang saleh, memperpanjang nafas perjuangan meski paru-parunya tinggal separuh.Â
Serangan Umum 1 Maret 1949, dirancang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan dilaksanakan oleh gabungan prajurit lintas suku dan agama.Â
Ketika Bung Karno sebagai RI-1 tidak memiliki pesawat kepresidenan, para ulama Aceh mengumpulkan para saudagar dan rakyatnya.Â