Mohon tunggu...
Khamada Mujahid Nur Rulloh
Khamada Mujahid Nur Rulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Sains Al-Quran

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Malino Akhir dari Tragedi Berdarah Poso

12 Januari 2025   18:37 Diperbarui: 12 Januari 2025   18:37 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik antar umat beragama yang terjadi di Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi tengah mungkin banyak dari kita yang tidak asing dengan berita Konflik poso ini. Konflik ini dipicu oleh perbedaan agama yang ada disana, didesa desa bagian pesisir kebanyakan masyarakat menganut kepercayaan muslim sedangkan masyarakat di daerah dataran tinggi mereka menganut agama Kristen. konflik poso

Selain penduduk muslim asli banyak masyarakat pendatang / transmigrasi yang beragama muslim ini menimbulkan angka penyebaran masyarakat muslim lebih dari 60% dari total jumlah penduduk yang ada di kabupaten Poso, sehingga hal tersebut menjadikan pemicu konflik kecil yang terjadi dimasyarakat.

Konflik bermula bertepatan pada malam natal tahun 1998 yang kebetulan pada saat itu bertepatan pada bulan Ramadhan  ada seorang pemuda yang berasal dari daerah yang mayoritas protestan di Lombogia bernama Roy Runtu Bisalemba yang menikam Ahmad Ridwan, seorang laki laki Muslim dari kayamanya, kemudian berita tersebut beredar pada pihak Kristen bahwa Ahmad Ridwan ini melarikan diri setelah ditikam, sedangkan informasi yang beredang dikalangan  umat muslim bahwa sebagai serangan terhadap pemuda Muslim yang tertidur di halaman masjid.

Perang saudara yang terjadi di poso ini sebenarnya muncul dipicu oleh ketidak sepakatan agama yang meningkat karena kurangnya tekanan dari pihak pemerintah, ketimpangan ekonomi, ketidakadilan Sosial, ribuan orang menjadi korban dalam kurun waktu yang singkat. Provokasi yang dibiarkan tanpa ada pengawasan menimbulkan keresahan masyarakat dan merusak struktur sosial yang ada disana, kondisi dan situasi yang tidak stabil, ditambah dengan penegakan hukum yang lemah menjadikan mudahnya lingkungan sosial terjadinya kerusuhan.

Kerusuhan ini terbagi menjadi beberapa tahap  yang pertama terjadi pada tahun 1998 tepatnay bulan desember, tahap kedua terjadi pada April tahun 2000 dan menuju puncak kerusuhan pada Mei hingga Juni yang yang menjadi bentrok hingga menewaskan lebih dari 1500 orang.

Hal ini juga berdampak pada kondisi politik disana pada saat pemilihan bupati tahun 1999 pasca reformasi dan undang undang desentralisasi disahkan, sehingga posisi bupati harus diisi bukan melalui pengangkatan tetapi oleh pemilihan DPRD poso, ada beberapa kandidat seperti Patiro seorang protestan, dan Damsyik ladjalani yang merupakan seorang muslim dicoret, keadaan ini menyisakan calon seorang muslim .

Pemilu secara demokratis dilakukan setelah lebih dari 30 an tahun pasca jatuhnya orde baru, dilaksanakan di seluruh Indonesia untuk memilih DPR RI ditingkat pusat DPRD di tingkat Provinsi dan juga di tingkat kabupaten. Hal ini juga menjadi salah satu factor yang menjadi gesekan.

Hal ini  menyebabkan ketegangan keragaman budaya agama yang dimiliki bangsa Indonesia memiliki banyak potensi terjadinya konflik. Sehingga perlunya menanamkann nasionalisme serta kebhinekaan kepada generasi penerus kita.

Konflik poso ini menggambarkan minimnya komunikasi lintas budaya antara penduduk muslim dan Kristen yang di sebabkan oleh perbedaan nilai, kepercayaan, dan budaya serta komunikasi yang mungkin kurang efektif sehingga menimbulkan miskomunikasi anata kedua belah pihak,, perlunya ada kesadaraan serta menghormati perbedaan dan budaya sehingga terciptanya msyarakat yang rukun dan damai.

Korban yang ditimbulkan dari konflik poso ini adalah sekitar 2000 an orang dengan rincian 577 korbann tewas, 384 terluka, 7.932 rumah hancur serta 510 fasilitas umum terbakar dan rusak hal ini menyebabkan ketidak stabilan ekonomi dan politik disana.

Dengan komunikasi yang terbuka pengenalan budaya yang berbeda serta upaya untuk membangun serta menumbuhkan pemahaman dan toleransi yang lebih besar baik antar kepercayaan antar budaya serta antar etnis yang ada. Akhir dari konflik ini ditandai dengan deklarasi Malino yang di prakarsai oleh Mentri Koordinator Bidang kesejahteraan rakyat Republik Indonesia saat itu yaitu Jusuf kalla

Deklarasi ini di sepakati pada 20 Desember 2001 di Malino, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, perjanjian ini mempertemukan pihak umat Kristiani dan Umat islam yang bentrok di poso pada tahun 1998 sampai tahun 2001 yang dikenal sebagai kerusuhan poso.

Dengan menyepakati beberapa isi yang ada di deklarasi Malino ini harapannya tidak ada lagi konflik yang terjadi, beberapa contoh isi dan butir deklarasi malino ini adalah menghentikan segala jenis dan bentuk konflik serta perselisihan yang ada, mematuhi hukum yang berlaku, menjaga kedamaian antar umat beragama, menjalankan Syariat agama masing masing, mengembalikan hak dan kepemilikan kepada pemilik yang sah, mengembalikan saran dan prasarana ekonomi, menciptakan suasana damai dengan saling menghormati dan memaafkan.

Tragedi Poso juga menunjukkan bahwa perdamaian adalah hasil dari proses yang melibatkan semua bagian masyarakat. Untuk menjaga keberagaman, pemerintah, tokoh agama, komunitas dan individu sangat berperan penting. Serta, untuk memahami bahwa perbedaan adalah kekuatan bukan ancaman menjadi kunci untuk masa depan yang aman bagi generasi muda. Selain itu dengan mengambil pelajaran dari masa lalu, generasi berikutnya dapat mewujudkan Bhineka Tunggal Ika sebagai nilai yang tidak hanya diucapkan tetapi juga dihayati dan diamalkan dalam sendi sendi kehidpuan sehari hari.

Kita selaku generasi muda harus menjadikan pelajaran bahwa perbedaan sesunggguhnya adalah suatu anugrah sehingga dengan perbedaan dan keragaman inii kita bisa saling mengenal saling mendukung serta saling memahami satu dengan yang lain, jadikan sebuah perbedaan itu suatu semangat untuk saling bergotong royong, Khamada Mujahid Nur Rulloh Mahasiswa ilmu politik semester 3 yang sedang berusaha mengejar cita citanya menjadi seorang sarjana  walaupun sempat gap year 4 tahun tetapi tidak mematahkan semangat untuk belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun