Praktik cerdas dan inovatif menjadikan tempat pemrosesan akhir (TPA) Â menjadi wisata edukasi didorong oleh akan bahayanya dampak yang ditimbulkan dari sampah yang dapat menyebabkan masyarakat sekitar mengalami penyakitan, seperti demam berdarah, diaera dan penyakit pencernaan lainnya. Â Tempat pemrosesan sampah (TPA) memang sudah tercantum dalam UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, bahwa TPA (tempat pembangunan akhir) menjadi tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah. Disamping itu, dalam mengelola TPA tidak diperbolehkan dengan secara terbuka, minimal pengelolaan TPA dengan secara terkontrol dan terkendali. Dalam hal inilah pengelola TPA harus inovatif dalam mengelola sampah yang ada, seperti yang dilakukan oleh TPA Talangagung Kepanjen, Kabupaten Malang yang setiap harinya menerima 160 meter kubik sampah yang berasal dari 8 kecamatan di sekitarnya. Agar sampah dikelola dengan baik, petugas TPA Talangagung memisahkan sampah yang masih dapat digunakan kembali serta didaur ulang dari sampah organik dan sampah lainnya.
Dalam pengelolaan sampah organik maupun sampah plastik di TPA Talangagung Kepanjen, Malang hingga menjadi tempat Wisata Edukasi, dimana pihak terkait menggunakan mesin-mesin yang bekerjasama dan sekaligus mendapatkan bantuan dari beberapa lembaga seperti, badan penelitian dan pengembangan Kabupaten Malang, pemerintah desa Talangagung dan kelompok-kelompok swadya masyarakat lainnya. Setidaknya ada 5 mesin yang digunakan, yaitu mesin grinder organik, mesin pencacah organik, mesin pencacah plastik, mesin pencetak briket, dan  mesin mixer organik yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Mengenai hal ini pemerintah Kabupaten Malang dalam rangka pencapaian SDGs terus konsisten dalam menjaga lingkungan dan terus berupaya berinovasi, seperti yang dikatakan oleh Bupati Kabupaten Malang H. Rendra Kresna. Upaya tersebut kemudian ditindak lanjuti oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang dengan terus berinovasi dalam mengelola sampah yang nantinya bermanfaat kepada masyarakat.
Sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle) digunakan untuk mengurangi timbunan sampah dan pemanfaatan  untuk mendaur ulang sampah. Dimana sampah yang sudah ada di Talangagung di tata dengan mengikuti topografi dan struktur geologi setempat sampai mencapai ketinggian sekitar 2 meter kemudian ditutup tanah atau terpal yang bisa terurai, dalam hal ini di lakukan dalam rangka untuk memungkinkan terurainya sampah secara efektif. Hal ini terus dilakukan secara berulang sampai sampai cekungan penuh menjadi lahan urup yang terkendali.
Untuk memudahkan proses pengelolaan sampah, petugas membagi TPA Talangagung dalam tiga area yakni, zona pasif (area yang sudah penuh ditutupi lapisan tanah sehingga memungkinkan untuk ditanami pepohonan dan menjadi area hijau atau lokasi wisata), zona kendali, dan zona aktif yaitu area yang masih berfungksi untuk pemrosesan air sampah. Dimana pada zona aktif dan kendali sampah-sampah ditumpuk, dipadatkan, dan ditumbun tanah untuk memungkinkan terjadinya proses permentasi anaerob., dimana bagian didaerah ini telah dipasangi pipa-pipa yang mengalir ke instalasi pengelolaan air limbah. Kemudian air limbah yang dihasilkan dari proses penguraian sampah ini disebut dengan air lindi. Kemudian air lindi di netralkan kembali ke TPA untuk menjaga kelembaban sampah yang masih mengalami proses permentasi anaerob. Proses permentasi anerob sampah menghasilkan gas metana yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar ramah lingkungan, seperti generator pembangkit tenaga listrik di kawasan TPA Talangagung, bahkan gas metana juga disalurkan kerumah-rumah warga sekitar untuk memasak maupun mengganti tabung elpiji.
Dengan adanya inovasi tersebut, TPA Talangagung bukan hanya tempat pembuangan sampah, akan tetapi juga sudah menjadi kawasan wisata edukasi. Dimana masyarakat bisa belajar memilah sekaligus mengubah sampah menjadi energy terbarukan. Sedangkan untuk biaya operasional berasal dari APBD ditambah dengan Swadya masyarakat dengan bantuan dari mitra pembangunan. Â Inovasi tempat pembuangan akhir sampah menjadi kawasan wisata edukasi ini telah merubah kondisi dengan terhindar dari polusi udara maupun terhindari dari penyakit. Disamping itu juga dengan adanya inovasi ini meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.
Petugas (Crew) yang bekerja di TPA Talangagung ini memiliki 13 orang yang dikepalai oleh Bapak Rudi Santoso. TPA Talangagung yang merupakan naungan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang, untuk memasuki kawasan TPA edukasi wisata ini bisa mengirim surat menyurat langsung menuju DLH Kabupaten Malang. Kawasan edukasi TPA Talangagung ini sudah di datangi oleh berbagai pengunjung baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Didalam buku tamu seperti yang dikatakan oleh salah satu pekerja di TPA, setidaknya perbulan mencapai 200 pengunjung.
Bagi para pengunjung yang mendatangi kawasan tidak dipungut biaya (free), hanya saja pada saat mengirim surat ke DLH mencatumkan tujuan mereka datang. Kemudian, petugas akan mengajak pengunjung berkeliling disekitar kawasan dan petugas akan menjelaskan proses-proses pengelolaan sampah. Mulai dari Paud, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi dan masyarakat umum yang peduli sampah juga telah mendatangi kawasan edukasi TPA Talangagung ini untuk belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H