Oleh : Khaliza Zahara (Mahasiswi Hukum Tata Negara Universitas Islam Ar-Raniry Banda Aceh)
Hampir seratus warga etnis Rohingya ditemukan nelayan Aceh ditengah lautan. Rupanya, sudah berminggu-minggu mereka terkatung tak tau arah dan tujuan. Karen konflik di negara asalnya, Myanmar, mereka terpaksa mengungsi ke berbagai negara dengan perlengkapan dan perbekalan seadanya. Mereka sama sekali tak punya pilihan selain berlayar mencari perlindungan.Â
Perjalanan yang harus mereka lewati pun bukan tanpa rintangan. Berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan mereka mengarungi lautan. Tak sedikit dari mereka yang mati dan kelaparan atau bahkan tenggelam dilautan. Setelah merapat ke pantai, 99 warga etnis Rohingya yang didominasi oleh perempuan dan anak-anak tersebut akhirnya dievakuasi pada (25/6) lalu.Â
Untuk sementara, para pengungsi tersebut ditempatkan dibekas kantor Imigrasi Lhokseumawe di Peuntet. Karena alasan kemanusiaan, para nelayan Aceh mengevakuasi mereka. Aksi para nelayan inilah yang membuktikan meskipun pandemi Covid-19 masih melanda dan banyak merenggut korban jiwa, setidaknya mereka sadar betul nurani mereka tidak ikut menjadi korban karenanya. Saat ini mereka sangat mengharapkan uluran tangan kita masyarakat Aceh untuk bisa menjalani hari-harinya.Â
Dan timbul pertanyaan kenapa sekian banyak daerah atau provinsi, Acehlah menjadi tempat berlabuh mereka? Akankah ada tujuan lain atau memang Acehlah yang dipercaya muslimnya mampu membuka tangan menyambut pengungsi dari negeri-negeri tertindas? Di satu sisi yang dipertaruhkan adalah rasa kemanusiaan rakyat indonesia terlebih Aceh dalam menolong sesama manusia.Â
Namun disisi lain, apakah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Aceh memiliki sumber daya yang cukup untuk menghidupi mereka ditengah tingkat kemiskinan di Aceh yang tinggi-urutan pertama termiskin di Sumatra dan urutan ke enam secara nasional.Â
Terlebih lagi, berkaca pada pengalaman yang ada, apakah pemerintah siap menanggulangi potensi munculnya kecemburuan sosial ditengah masyarakat akibat perhatian yang cukup besar kepada para pengungsi tersebut, dan bagaimana pemerintah akan menanggapi hal yang akan muncul dikemudian hari, dan sesudah dievakuasi para pengungsi juga menjalani rapit test virus corona dan hasilnya negatif untuk seluruh pengungsi. Gelombang pengungsi rohingya ini bukan kali pertama, sejak konflik Myanmar 2015 lalu, masyarakat Rohingya terpaksa mengungsi dari tempat tinggalnya. Dan Acehlah menjadi wilayah yang cukup sering kedatangan pengungsi Rohingya.Â
Masyarakat pun berinisiatif membantu karena hukum adat terkait pertolongan dan solidaritas kepada sesama manusia, dan seperti yang kita ketahui bahwa pengungsi Rohingya sudah banyak ditolak diberbagai negara lainnya, namun yang menjadi pertanyaan kenapa Indonesia khususnya daerah Aceh dengan leluasa terus menerima mereka tanpa menolaknya sama sekali, inilah rasa yang dimiliki masyarakat Aceh yang sejak dulu memperdulikan orang lain walaupun dirinya dalam keadaan genting sekalipun, inilah rasa kemanusiaan Masyarakat Aceh yang luar biasa yang memuliakan tamu bak seorang raja, inilah bukti daerah Aceh sebagai tanah para syuhada. Bagaikan pepatah Aceh, "Bangsa Aceh, Bangsa teuleubeh ateuh rung donya"(bangsa aceh bangsa yang diberi kemulian atau kelebihan dari pada bangsa-bangsa lain).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H