Mohon tunggu...
Khalis Uddin
Khalis Uddin Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pria dari dataran tinggi gayo, pedalaman aceh

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kebun Kopi Mesti Ramah Burung

31 Oktober 2015   21:46 Diperbarui: 1 November 2015   08:31 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Salah satu kebun kopi di Gayo dengan naungan Lamtoro"][/caption]KUALITAS kopi Arabika Gayo termasuk salahsatu yang terbaik di dunia dengan luas arela kebun hampir 100.000 hektar yang tersebar di 3 kabupaten, Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Sayangnya, kualitas diatas angin ini tidak diikuti dengan kuantitas produksi maksimal, rata-rata hanya 750 kilogram perhektar pertahunnya.

Berbeda jauh dengan Brazil yang mencapai 11 ton dan Vietnam 4 ton perhektar pertahunnya seperti dinyatakan Ketua Asosiasi Eksportir dan Industri kopi Indonesia, Pranoto Soenarto mengutip pernyataannya kepada kompas.com di Banyuwangi, Senin (19/10/2015).

Menurut Ketua Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG), Mustafa Ali saat ditemui di ruang kerjanya di Takengon, Rabu 21 Oktober 2015, petani kopi Gayo masih sangat tidak maksimal mengelola kebun kopinya. Produksi kopi Gayo bisa mencapai 4 ton pertahun, bahkan lebih dari itu. Dan sudah ada yang membuktikannya di Kabupaten Bener Meriah.

Hal ini diakui Sekda Aceh Tengah, Karimansyah.I dalam kesempatan mengikuti Work Shop Indikasi Kopi Gayo di Takengon, 22 Oktober 2015. Produksi kopi petani kopi di Aceh Tengah rata-rata hanya  720 kilogram per tahun per hektar. Jauh dari harapan jika dibandingkan dengan daerah lain di luar negeri atau di Indonesia sendiri. Persoalan ini menjadi salahsatu fokus perhatian Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah kedepan.

Selain cara budidaya yang mesti dibenahi, ada satu hal yang selama ini disepelekan dalam menunjang produksi kopi, yakni peran satwa burung yang rupanya sebagai pemangsa (predator) hama kopi, baik yang menyerang buah, batang atau daun. Ini tentu sangat membantu petani mengontrol populasi serangga, sehingga mengurangi kerusakan tanaman. Selain itu, ia juga berperan penting dalam penyerbukan.

[caption caption="Kopi Arabika Gayo. (Foto : Khalisuddin)"]

[/caption]Diantara burung-burung yang biasa hidup di kebun kopi di Gayo ada Urem-urem, Pepil, Cangcuit, jejok, Tumpit, Beret dan lain-lain yang memangsa hama penggerek buah, penggerek batang dan lain-lain.

Mengingat peran burung ini, sudah saatnya perburuan burung yang hidup di kebun kopi dihentikan, ditembak dengan senapan angin atau dengan perangkap lainnya, getah maupun Penjere Tama (perangkap sangkar-Gayo:red).

"Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mesti segera menerbitkan Qanun larangan untuk menembak burung, mengantisipasi salahsatu sebab penurunan kuantitas dan kualitas produksi kopi," pinta Ketua MPKG Mustafa Ali.

Menanggapi usulan Mustafa Ali ini, Sekda Aceh Tengah, Karimansyah.I menyatakan pihaknya akan mempelajarinya dengan meilbatkan para pihak. "Hobi menembak burung memang menjadi masalah di daerah kita, bahkan burung yang dilindungi juga ditembak. Soal ini kita akan dalami lagi agar diterbitkan Qanun larangannya, termasuk hal-hal lain langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kopi," kata Karimansyah.

Merujuk hasil penelitian mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi FITK IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, Samsul Kamal, Nursalmi Mahdi dan Nisfula Senja berjudul Keanekaragaman Jenis Burung Pada Perkebunan Kopi Di Kecamatan Bener Kelipah Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh yang diterbitkan Jurnal Biotik edisi September 2013, disebutkan ada 12 jenis burung dalam lokasi penelitian.

[caption caption="Burung korban tembak. (Foto : Khalisuddin)"]

[/caption]Jenis burung di kebun kopi Gayo tersebut diantaranya Kucica Kampung (Copsychus saularis), Merbah Mata Merah (Pycnonotus brunneus), Bentet Coklat (Lanius cristatus), Gereja (Passer montanus), Merbah Cerucuk (Pycnonotus goiavier), Layang-layang (Hirundo rustica), Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Jalak Kerbau (Acridotheres javanicus), Cici Padi (Cisticola juncidis), Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Murai Batu Tarung (Monticola solitarius), dan burung Cica Daun Kecil (Chloropsis cyanopogon).

Keanekaragaman jenis burung pada perkebunan kopi ini tergolong rendah. Karenanya perlu dilakukan upaya konservasi dan revegatasi pada kawasan perkebunan kopi sehingga kondisi vegetasi tumbuhan pada kawasan tersebut lebih heterogen sehingga dapat memperbaiki kondisi keanekaragaman burung.

Beberapa sumber menyebutkan selain perburuan, penggunaan pestisida juga menjadi penyebab berkurangnya populasi burung di kebun kopi. Pestisida memutuskan sistem rantai makanan sehingga menjadikan ekosistem tidak seimbang. Burung terkena dampak penggunanan pestisida secara tidak langsung. Burung pemakan serangga kesulitan saat musim kawin tiba, apalagi ketika telur mereka menetas, sebab pasokan makanan mereka telah dibasmi dengan insektisida.

Selain itu, penanggulangan rumput pengganggu (gulma) dengan herbisida dapat membunuh atau mengurangi populasi burung yang bergantung pada rerumputan tertentu untuk membuat sarang. Pertumbuhan embrio telur bisa mengalami kerusakan, sehingga dapat mengurangi jumlah telur yang menetas jika mengalami kontak dengan telur burung.

[caption caption="Penjere Tama. (Foto : Khalisuddin)"]

[/caption]Sertifikat Bird Friendly Coffee (Kopi Ramah Burung)
Prihatin dengan penurunan populasi burung, Kebun Binatang Nasional Smithsonian yang terletak di kota Washington, D.C, Amerika Serikat mendirikan Pusat Migrasi Burung Smithsonian atau Smithsonian Migratory Bird Center (SMBC) dengan tujuan mendorong upaya menghargai, pemahaman yang lebih, dan perlindungan terhadap burung dan menggulirkan program sertifikasi Bird Friendly Coffee, atau kopi ramah burung.

Mengutip bincangkopi.com, sertifikasi ini diberikan kepada perkebunan kopi organik yang dilakukan oleh ilmuwan dari SMBC, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap burung dan satwa liar melalui sistem perkebunan hutan. Mereka memilih kebun kopi karena merupakan salah satu komoditas terbesar yang diperdagangkan di seluruh dunia.

Pihak perkebunan yang ingin memperoleh sertifikat tersebut harus menghubungi SMBC untuk dilakukan inspeksi. Beberapa hal yang dinilai meliputi sistem pengelolaan organik (tidak menggunakan bahan kimia), terdapat pohon naungan berbentuk kanopi, serta terdapat burung dan satwa liar yang hidup di sana.

[caption caption="sumber logo : nationalzoo.si.edu"]

[/caption]Ketika satu perkebunan kopi telah lolos uji, mereka berhak memberikan harga premium di negara tujuan eksport dengan menyertakan logo Bird Friendly Coffee. Harga premium timbul lantaran ada biaya lebih yang timbul sebagai upaya pelestarian lingkungan, termasuk satwa di dalamnya.

Bagi orang yang meminum kopi berlogokan Bird Friendly Coffee, berarti ia turut serta menyelamatkan kelangsungan hidup burung dan satwa liar yang hidup di perkebunan kopi. Sayangnya, mengutip bincangkopi.com, kopi bersertifikasi Bird Friendly Coffee tergolong sulit ditemukan di gerai-gerai kopi ataupun supermarket.

Peluang Kopi Gayo
Lalu kebun kopi Gayo bagaimana?. Dari perbincangan dengan beberapa pengurus koperasi di bidang kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah, belum ada kebun kopi di Gayo yang luasnya mencapai 100.000 hektar yang meraih sertifikasi ini. Pasalnya, standar yang dikeluarkan SMBC sangat ketat sehingga hanya sebagian kecil perkebunan kopi di seluruh dunia yang memperoleh sertifikat Bird Friendly Coffee.

Walau syaratnya cukup berat karena luasan kebun kopinya mesti satu hamparan atau berkelompok, tentu bisa berhasil jika ada dukungan pihak terkait jajaran pemerintah dengan penerbitan Qanun dan diaktulisasikan dengan ketat.

Untuk tahap pertama, bisa ditetapkan satu atau dua desa yang dinilai berpotensi, tentu yang perkebunan kopinya berdampingan dengan hutan, semisal di seputar danau Lut Tawar, Sintep Kelitu, Kenawat dan lain-lain.

Nilai jual kopi tentu akan meningkat, seiring semakin meluasnya kepedulian masyarakat dunia terhadap kelestarian lingkungan dan semakin banyaknya pecandu kopi. Produksi juga akan lebih baik karena burung sang predator hama tetap berperan sebagaimana mestinya.

Kebun kopi Gayo pasti bisa, caranya sederhana stop perburuan burung!.[]

[caption caption="Burung di Gayo. (Foto Khalisuddin)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun