Mohon tunggu...
Khalis Uddin
Khalis Uddin Mohon Tunggu... pegawai negeri -

pria dari dataran tinggi gayo, pedalaman aceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Masih Ada dari Gayo Rimba Raya

12 Agustus 2015   11:30 Diperbarui: 12 Agustus 2015   11:30 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Di Gunung Kidul, tepatnya di Tugu PC2, tidak ada disebut-sebut Radio Rimba Raya tapi ditulis Takingen dalam sebuah dokumen yang menceritakan penyiaran relay kondisi kedaulatan RI saat itu,” ungkap Ikmal.

Di Museum Angkatan Darat (AD) Yogyakarta, Ikmal merasa sangat prihatin melihat bangkai yang diduga sebagai piranti Radio Rimba Raya layaknya onggok besi tua dan mirip sampah tak berguna berada di museum tersebut.

“Jangan harap orang lain mengangkat diri kita kalau bukan kita sendiri yang melakukannya. Kepingan sejarah Gayo terbengkalai disana,” kata Ikmal sedih.

Untuk biaya dari awal hingga akhir finalnya film tersebut, Ikmal agak keberatan mengungkapnya. Dan setelah diyakinkan akhirnya dibeberkan dengan nada agak miris.

“Dana terbesar saya peroleh dari Parni Hadi sebesar Rp.15 juta, dari Fauzan Azima Rp. 4 juta, Pemkab Aceh Tengah Rp.5 juta, Fauzan Sastra Rp.2 juta, Mursyid Rp.4 juta, Partai Demokrat melalui Nova Iriansyah Rp.1.5 juta, Jauhari Samalanga Rp.3 juta, dan banyak lagi yang lain-lain berupa uang recehan Rp.50 ribu,” rinci Ikmal.

Saat ditanya uang pribadi atau keluarga, Ikmal kembali merasa keberatan. Dan setelah didesak disebutkan angka Rp.17 juta Rupiah.

“saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu,” ucap Ikmal sambil menyarankan jika tidak dengan persiapan dana yang jelas dan memadai serta tidak punya tekat kuat tidak usah ikut jejaknya membuat film documenter.

PM Sjafruddin Prawiranegara tidak pernah ke Gayo?

Sisi lain dari penelurusannya, Ikmal bertemu dengan Chalid Sjafruddin Prawiranegara. Menurut putra tokoh perjuangan asal Sumatera Barat ini, ayahnya tidak pernah ke Takengon saat terjadi Konferensi Meja  Bundar (KMB), 1 April 1949.

Dijelaskan Ikmal, yang ke Takengon saat itu adalah Kolonel Hidayat yang merupakan Gubernur Meliter Sumatera saat itu yang dijadikan sebagai bayangan Sjafruddin untuk mengelabui kejaran Belanda.

“Dari fakta yang saya peroleh, Kolonel tersebut menuju Takengon melalui Brastagi, Kutacane, Belang Kejeren dan Burni Bius Aceh Tengah yang terjadi setelah Agresi Meliter kedua tahun 1948,” papar Ikmal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun