Mohon tunggu...
Khalisah Amalia
Khalisah Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Keperawatan

Part of Nursing Students STIKes Mitra keluarga NIM: 201905048

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gapapa Gendut yang Penting Bahagia! Mitos atau Fakta?

24 April 2022   15:12 Diperbarui: 24 April 2022   15:35 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut KBBI, kebahagiaan/ba·ha·gia/adalah keadaan atau emosi yang bahagia dan tentram (bebas dari segala kerepotan). Mengutip SehatQ (Trifiana, 2021), para ahli mengatakan ada beberapa konsep kebahagiaan. Salah satunya adalah Walter A. Pitkin, penulis buku Happiness Psychology, yang senang dengan emosi yang menyertainya seperti kepuasan dan kenyamanan.

Menurutnya, menjadi bahagia bukan hanya tentang kesempatan atau keberuntungan. Selain itu, kebahagiaan tidak hanya terkait dengan kesehatan fisik dan umur panjang, tetapi juga untuk menjalani kehidupan yang bermakna.

Kesejahteraan manusia adalah hasil dari aksi hormon dopamin. Dopamin diproduksi di beberapa daerah otak, terutama hipotalamus, substansia nigra, dan daerah tegmental ventral, dan dopamin juga merupakan neurohormon. Dopamin memberikan sinyal antar sel saraf atau dengan sel lain. Di sistem saraf pusat, dopamin berperan dalam motorik, pembelajaran, memori, tidur, kognisi, emosi, dan kegembiraan (Wardhana, 2014).

Dilansir Tempo.co rasa senang atau bahagia ini dapat ditingkatkan dengan pola hidup senang seperti olahraga dan makanan. Diksha Chhabra, pelatih kebugaran dan ahli gizi India, mengakui bahwa dalam banyak kasus, makanan kaya gula dan lemak meningkatkan kadar hormon dopamin.

Jika hal ini terus terjadi dalam kehidupan sehari-hari ini akan meningkatkan resiko obesitas yang cukup berat. Obesitas menurut WHO adalah akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan dan dapat menyebabkan resiko kesehatan pada individu. Akumulasi lemak yang ada di dalam tubuh dapat terjadi akibat dari asupan makan yang melebih kadar seseorang (Handayani et al., 2016).

Masalah obesitas atau kegemukan ini semakin semakin tinggi dikalangan masyarakat. Saat ini banyak  penelitian yang mengaitkan obesitas dengan beragam penyakit.

Obesitas ditemukan pada orang dewasa, remaja bahkan sampai ke anak-anak. Lebih dari 1,4 miliar orang dewasa yg overweight & lebih 500 juta orang dewasa di dunia mengalami obesitas dari WHO, 2008.

Di Indonesia, dari menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), memperlihatkan peningkatan prevalensi obesitas dalam penduduk berusia > 18 tahun menurut 11,7% dalam tahun 2010 sebagai 15,4% dalam tahun 2013. Riskesdas juga berkata perbedaan prevalensi obesitas menurut nilai prevalensi nasional dalam beberapa provinsi pada Indonesia.

Masalah yag sedang berkembang dalam waktu ini adalah kasus kesehatan yang ditentukan sang sektor diluar kesehatan misalnya sektor industri & perdangan. Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah indikator ke-tiga dalam SDG`s. Salah satu menurut PTM ini merupakan penyakit obesitas, dari data WHO dalam tahun 2013 obesitas mengakibatkan kematian dalam 2,8 juta orang dewasa setiap tahunnya.

Apalagi sekarang telah berkembangnya teknologi yang mempermudah untuk menunjang kehidupan, dengan adanya teknologi banyak dari masyarakat semakin malas untuk melakukan aktivitas. Mereka lebih memilih jalan pintas untuk mendapatkan kepuasannya

Di dukung dengan adanya teknologi yang berkembang, banyaknya gerai makanan cepat saji dengan rasa yang menggugah selera makan, akan mengakitbatkan masyarakat lebih tertarik untuk mengkonsumsinya. Akibatnya, konsumsi lemak dan gula yang berlebih akan meningkat.

Jika seseorang terlalu banyak mengkonsumsi lemak dan gula mengakitbakan penumpukan lemak yang tidak baik. Jika seseorang ini rendah akan aktivitas fisik untuk menunjang pengeluaran energi yang seimbang.

Indeks massa tubuh atau IMT ini, sudah tidak asing dengan sebutannya. Biasanya bagi seseorang yang akan melakukan diet atau melihat apakah dia termasuk obesitas atau tidak, akan melakukan pengukuran ini.

IMT adalah indeks atau penunjuk sederhana dari berat badan terhadap tinggi badan yang digunakan untuk mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa.

Pengukuran IMT ini dengan cara berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dalam meter pangkat dua

dokpri
dokpri

Ada dua klasifikasi hasil yang menunjukkan apakah seseorang terkena obesitas atau tidak:

dokpri
dokpri

dokpri
dokpri

Selain IMT, metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar perut atau lingkar pinggang. Intenasional Diabetes Federation (IDF) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar perut berdasarkan etnis.

dokpri
dokpri

Adapun prinsip dan pola dalam pengelolaan obesitas yang dapat ditiru untuk seseorang jika ingin memiliki indeks yang ideal:

  1. Prinsip pengelolaan obesitas

Prinsip penanganan obesitas adalah mengatur keseimbangan energi. Energi yang diberikan harus lebih kecil dari energi yang dibutuhkan. Artinya, makanan yang masuk tidak melebih dari kebutuhan seseorang.

2. Pola makan

Pola makan disini mencakup jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolhan bahan makanan. Jika model T-plate dapat digunakan, jumlah sayuran akan menjadi dua kali lipat jumlah sumber makanan karbohidrat (nasi, pasta, mie, singkong, dll.) Dan sumber protein (ayam, ikan, daging, tempe, tahu, dll.) Sesuai dengan jumlah sumber karbohidrat dalam makanan. Jika Anda tidak dapat mengikuti ini, setidaknya sayuran dan / atau buah-buahan sesuai dengan rasio jumlah karbohidrat dan protein.

dok: kemenkesri
dok: kemenkesri

3. Pola aktivitas fisik

Pengelolaan ini dilakukan melalui peningkatan aktivitas fisik yang gerakannya kontinyu dengan gerakan yang intensitas rendah sampai dengan sedang sehingga adanya peningkatan massa pada otot. Pola ini dilakukan agar penyeimbang dari asupan energi, dengan demikian asupan energi yang ada tidak akan menumpuk di dalam tubuh jika seseorang hidup dengan aktif.

4. Pola emosi makan

Dinamakan emosi karena pada saat seseorang tinggi konsumsi atau mengonsumsi berlebih apalagi asupan yang masuk cenderung jenis makanan yang tidak sehat yaitu tinggi gula, ini akibat dari emosi yang di timbulkan bukan karena seseorang ini lapar. Maka dari itu, seseorang perlu mengenali jenis emosi dan cara menangani emosi tersebut.

5. Pola tidur/istirahat

Hormon leptin yang bertugas dalam mengontrol tidur, pada saat hormon leptin ini terganggu akan menyebabkan rasa lapar tidak terkontrol. Kuantitas seseorang tidur itu 6-8 jam dan kualitas tidur seseorang tidak sesuai makan akan mempengaruhi keseimbangan berbagai hormon yang mengakibatkan obesitas.

Selain prinsip dan pola untuk mengatur obesitas, disini ada beberapa tips untuk pencegahan obesitas:

  1. Bayi

Pada bayi bisa dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD), ASI eksklusif sampai dengan umur 6 bulan dan dapat melanjutkan sampai usia 2 tahun. MP-ASI dapat dimulai pada usia 6 bulan dan memberikan makanan sesuai kelompok umur. Pada saat tummy time pada bayi dapat dilakukan sebagai usaha dalam aktivitas fisik.   

2. Balita

Jangan banyak digendong, biarkan balita bergerak bebas. Lakukan aneka ragam pangan yang bergizi.

3. Anak-anak

Dapat diajarkan makan dengan tenang dan duduk, tidak dianjurkan untuk makan sembari menonton TV. Batasi penggunaan gadget yang berlebihan, perbanyak aktivitas luar seperti main dengan teman sebayanya. Lakukan sarapan yang bergizi dan biasakan anak membawa bekal makanan sehat serta air putih dari rumah. Kurangi atau hindari makanan siap saji, pangan olahan dan jajanan asin, manis dan berlemak.

4. Remaja

Tidak merokok dan minum minuman alcohol, makan dengan karbohidrat kompleks dan hindari karbohidrat sederhana (gula). Batasi konsumsi makan gorengan dan lemak trans (margarin), jadwalkan pola makan yang teratur dengan porsi sedikit tapi sering. Lakukan olahraga minimal 30 menit/ hari

5. Lansia (> 60 tahun)

Konsumsi makanan sumber kalsium, batasi makanan tinggi natrium, batasi konsumsi tinggi gula, garam, dan lemak. Lakukan aktivitas fisik sessuai dengan kemampuan fisik diri sendiri, seperti jalan kaki.           

Salah satu memperoleh derajat kesehatan yang optimal adalah berat badan yang ideal. Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa seseorang yang gendut atau seseorang yang memiliki indeks lebih bisa dikatakan derajar kesehatan yang belum optimal.

Jadi, menurut kamu mitos atau fakta terkait gendut itu bahagia?

Referensi:

Handayani, D., Kusumastuty, I., & Soeatmadji, D. W. (2016). Aupan Makanan dan Diet (1st ed.). Trans Medika.

Trifiana, A. (2021). Apa Sebenarnya Definisi Bahagia (Menurut Para Ahli)? SehatQ. https://www.sehatq.com/artikel/apa-sebenarnya-definisi-bahagia-menurut-para-ahli

Wardhana, M. (2014). Psychoneuroimmunology in Dermatology. National Symposium & Workshop. http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/7679/1/10772dcb9d4628c154bf72d84712b328

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun