Mohon tunggu...
Khalimahthoyibah
Khalimahthoyibah Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer | Let's to do it, if you can do it

Meluapkan rasa melalui jutaan frasa. Sebab bahasa kata sangat tersirat makna

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Salamku Berjeda

29 Oktober 2024   22:10 Diperbarui: 29 Oktober 2024   22:31 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

 “Assalamualaikum….” 

Hatiku bergemuruh, ingin rasanya aku mengeluarkan emosi yangsusaha payah aku tahan, akhirnya aku memutuskan untuk bertanya baik- baik. Danselang beberapa menit  balasan chatnyamuncul.

“Waalaikumusslam…”

Lalu aku terdiam, rasanya tidakmampu lagi tuk melanjutkan. Aku ragu untuk bertanya, apakah aku pantas? Apa akuberhak? Toh dia aja cuek tanpa rasa bersalah sama sekali. Aku lebih memilihuntuk bungkam sementara ini, akan ku lihat sampai mana aku mampu bertahan. Mengapajauh dari ekspestasiku sebelumnya ketika awal mengenal dia. Semua dimulai darichat aplikasi hingga sesakit sampai ke ulu hati.

“save nomor baru aku ya”

Saat itu aku baru ganti nomor HP yang sudah hampir 7 tahun akugunakan karena problem tertentu. Jadi aku kirim pesan pribadi agar tetap terhubungdengan teman yang mungkin tidak menyadarinya. 

        Lalu setelah itu entah mengapakami jadi saling mengenal satu sama lain, karena memang kami hanya save nomordan lihat story tanpa ada lagi komunikasi. Sebelumnya kami kenal karena akuikut lomba menulis dan dia sebagai adminnya.

           Dan setelah perkenalan itu, hubungan kami semakin intens. Apa yangkami bicarakan selalu bersambung dan ada feedback yang tidak membosankan. Aku belumpernah merasakan hal ini sebelumnya sejak memilih untuk single, aku fokuskuliah, kerja dan gabung kominutas. 

         Beberapa bulan berlalu kami sangat dekat, hingga kembalinya sosoklelaki yang pernah menyatakan perasaannya padaku hadir untuk mengajak kejenjangyang lebih serius. Aku kaget dan heran, disisi lain aku mengharapkan dia yang mengajakserius. Tapi malah orang lama yang datang, aku sempat bimbang namun aku malah menerimanya.

         Dan baru beberapa hari setelahnya, diapun menyatakan perasannya juga, aku merasasangat menyesal karena gegabah dalam mengambil keputusan. Aku merasa terlalu cepatmemilih. 

Tapi aku tidak mungkin mengkhianatidan main- main dengan yang sudah aku putuskan. Apa yang sudah aku mulai harusaku hadapi sampai sejauh mana itu akan berjalan, harap- harap itu labuhan terakhirdari pada mengharapkan yang jauh dan tidak pasti.

“Maaf aku sudah menerima yang lain, kamu telat beberapa hari” berat rasanya aku mengucapkan hingga air mataku menetes.

“Baiklah, tapi kita masih bisa bertemankan?”

“iya, tidak masalah selagi masihwajar”

Sejak itu aku menjaga untuk tidak lagi baper dengannya, hingga setelahitu kami dekat lagi. Nyatanya keseriusan sebelumnya tidaklah bertahan lama.

      Secepat itu aku move on, aku memulai hubungan lagi dengannya. Hingga kami sepakat untuk ‘komitmen’. Tapi entah mengapa sejak itu aku merasa aneh dengannya, dia lebih tau tentang aku, tapi sebaliknya dia agak tertutup tentang dirinya sendiri padaku. Aku juga enggan bertanya padanya. 

         Namun sejak komitmen itu tejadi, rasanya hubungan kami semakin renggang. Dia lebih lama balas chat dan beberapa pertanyaan tidak mendapat jawaban. Hingga ketika aku melihat instastory-nya, aku terhenyak. Siapa yang aku lihat? Apakah masih orang yang kusukai? Atau sosok masa lalu yang ia kagumi namun terpaksa berpisah. Pikiranku seketika ragu dengan kalimatnya tempo lalu, apa yang sedang ia sembunyikan dariku. 

             “Assalamualaikum…”

Setelah sekian lama tidak komunikasi, aku mengalah untuk mulai. Sejakawal aku tidak mempermasalahkan kesibukannya di luar sana.

             “Waalaikumussalam…”

aku pap foto yang pernah aku screenshot, supaya aku tidak negativethingking. Tidak sekali dia posting orang lain di story, entah sengaja atau akutidak perlu tau. Untuk sekali aku terdiam, kedua masih aku toleransi hingga ketigaaku meradang. Apakah dia selingkuh terang- terangan.

“Siapa dia? Orang istimewa kah?”

“Cuma teman aku”

“Owh teman, jaga baik- baik ya temankamu”

              Tidak ada lagi balasan darinya, rasanya sengaja menghindari debatpanjang. Padahal aku hanya ingin tau penjelasannya. Sejak itu aku tidak lagi menghubunginya,cukuplah sudah aku mengalah.

         Aku tetap menjalani aktifitasku, bekerja dan sempat jalan- jalan di pulau seberang. Nyatanya dia hanya memantau via storyku, tanpa ada kata basa basi. Aku ingin lihat sampai mana yang namanya ‘komitmen’ ini bertahan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun