PENDAHULUAN
Latar Belakang
Media massa merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada publik dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, film, radio maupun televisi, maka tak heran media massa kini menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Media massa memiliki berbagai efek dimulai dari efek kognitif yaitu informasi dari media yang diterima oleh publik, efek efektif yaitu publik dapat merasakan emosional yang sama dari tayangan media, dan efek konatif yaitu tayangan media mempengaruhi publik. Dari efek itulah kehadiran media massa dapat menimbulkan perubahan sosial yang luar biasa pada peradaban manusia. Untuk itu media massa perlu diatur agar tidak menimbulkan persoalan di masyarakat. Salah satunya dengan membentuk lembaga yang mengatur jalannya media massa.
Lembaga otoritas media massa merupakan lembaga yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap media massa. Lembaga yang bertanggungjawab pada media massa di Indonesia ialah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, dan Lembaga Sensor Film (LSF). Dari ketiga lembaga tersebut memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam keberlangsungan jalannya media massa. KPI yang tercantum dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, pada bab III pasal 7 ayat 2 yang berbunyi "KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran". Selanjutnya Dewan Pers yang tercantum dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada bab V pasal 15 ayat 2 terkait fungsi-fungsi Dewan Pers. Terakhir ialah Lembaga Sensor Film  yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film, pada bab II pasal 4 dan 5 terkait fungsi dan tugas LSF.
Rumusan Masalah
- Bagaimana peran otoritas media massa di Indonesia?
- Apa saja lembaga otoritas media massa di Indonesia?
Tujuan Penulisan
- Mengetahui peran otoritas media massa di Indonesia.
- Mengetahui apa saja lembaga otoritas media massa di Indonesia.
PEMBAHASAN
Lembaga Otoritas Media Massa
- Komisi Penyiaran Indonesia:Â Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), lahir dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terdiri atas KPI Pusat dan KPI Daerah (tingkat provinsi). KPI merupakan lembaga yang berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat dalam hal penyiaran. KPI juga bertanggungjawab mengawasi siaran media massa dalam ranah televisi maupun radio.
Dalam menjalankan tugasnya KPI dibantu oleh sekretariat tingkat eselon II yang stafnya terdiri dari staf pegawai negeri sipil serta staf profesional non PNS. Dan memiliki struktur kerja, stuktur ini dibagi menjadi tiga bidang, yaitu bidang kelembagaan, Â penyiaran dan pengawasan isi siaran. Bidang kelembagaan menangani persoalan hubungan antar kelembagaan KPI, koordinasi KPID. Bidang struktur penyiaran bertugas menangani perizinan, industri dan bisnis penyiaran. Sedangkan bidang pengawasan isi siaran menangani pemantauan isi siaran, pengaduan masyarakat, advokasi dan literasi media.
- Dewan Pers:Â Dewan Pers pertama kali dibentuk tahun 1968. Pembentukannya berdasar Undang-Undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers yang ditandatangani Presiden Soekarno, 12 Desember 1966. Dewan Pers kala itu, sesuai Pasal 6 ayat (1) UU No.11/1966, "Berfungsi mendampingi pemerintah, bersama-sama membina pertumbuhan dan perkembangan pers nasional."
Pada tahun 1999, melalui Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang ditandatangani oleh Presiden Bacharudin Jusuf Habibie, 23 September 1999. Dewan Pers berubah menjadi Dewan Pers (yang) Independen. Pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan "Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen".
Anggota Dewan Pers yang independen, menurut UU Pers Pasal 15 ayat (3), dipilih secara demokratis setiap tiga tahun sekali, yang terdiri dari: "(a) Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; (b) Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; dan (c) Tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers."
- Lembaga Sensor Film:Â Tahun 1965 terbit Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 46/SK/M mengatur bahwa penyelenggaraan sensor film dilakukan oleh lembaga bernama Badan Sensor Film (BSF). Badan Sensor Film mewajibkan seluruh bentuk program harus memiliki Surat Tanda Lulus Sensor terlebih dulu.
Pada 1968, BSF di resmikan atas Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 44/SK/M/1968. Kemudian BSF berubah namanya menjadi Lembaga Sensor Film (LSF) pada 1992. Disusul dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film.
Dalam struktur LSF terbagi menjadi tigas komisi, komisi I bidang penyensoran, dialog, komunikasi dan data, komisi II bidang pemantauan, hukum dan advokasi, dan terakhir komisi III bidang sosialisasi dan hubungan antarlembaga, ada pula bidang sekretariat LSF.
Peran Lembaga Otoritas Media Massa
- Komisi Penyiaran Indonesia:Â KPI termuat pada UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pada Bab III Penyelenggaraan Penyiaran pasal 8 ayat 2 terkait wewenang yang berbunyi:
(2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang:
a. menetapkan standar program siaran;
b. menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
e. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.
Pada praktiknya KPI telah membuat aturan penyiaran yang bernama Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), KPI juga sering menindak stasiun televisi yang melanggar aturan penyiaran, salah satunya pada tayangan Insert Siang di Trans TV yang di unggah di laman KPI pada 12 Juni 2023. KPI Pusat menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis. Insert Siang melakukan pelanggaran hak privasi narasumber dan melanggar penggunaan kamera tersembunyi dalam peliputan. Maka dalam hal ini Insert Siang telah melanggar P3SPS.
Tindakan KPI ini mengambarkan pasal 8 ayat 2 point d "memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran" pada UU No. 32 Tahun 2002. KPI memiliki peran mengawasi, mengatur dan menindak media massa yang tidak menaati P3SPSS atau UU Penyiaran.
- Dewan Pers:Â Dewan Pers termuat pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada Bab V pasal 15 ayat 2 terkait fungsi-fungsi Dewan Pers yang berbunyi:
2. Â Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :Â
a. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
b. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
c. memberikan  pertimbangan  dan  mengupayakan  penyelesaian  pengaduan  masyarakat  atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
d. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
e. memfasilitasi  organisasi-organisasi  pers  dalam  menyusun  peraturan-peraturan  di  bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
f. mendata   perusahaan   pers;
Dalam praktiknya Dewan Pers telah melaksanakan fungsi sebagaimana dalam termuat pada UU No. 40 Tahun 1999. Salah satunya ialah mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik pada media massa. Dewan Pers melakukan teguran media massa melalui surat siaran pers yang di publikasi pada website Dewan Pers.
Tindakan Dewan Pers ini mengambarkan pasal 15 ayat 2 point b "menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik" pada UU No. 40 Tahun 1999. Dewan Pers memiliki peran mengawasi, mengatur dan menindak media massa yang tidak menaati kode etik Jurnalistik atau peraturan yang berkaitan dengan Pers.
- Lembaga Sensor Film:Â Lembaga Sensor Film (LSF) termuat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film. Bab II pasal 6 terkait wewenang LSF.
LSF mempunyai wewenang :
a. meluluskan sepenuhnya suatu film dan reklame film untuk diedarkan, diekspor, dipertunjukkan dan/atau ditayangkan kepada umum;
b. memotong atau menghapus bagian gambar, adegan, suara dan teks terjemahan dari suatu film dan reklame film yang tidak layak untuk dipertunjukkan dan/atau ditayangkan kepada umum;
c. menolak suatu film dan reklame film secara utuh untuk diedarkan, diekspor, dipertunjukkan dan/atau ditayangkan kepada umum;
d. memberikan surat lulus sensor untuk setiap kopi film, trailer serta film iklan, dan tanda lulus sensor yang dibubuhkan pada reklame film, yang dinyatakan telah lulus sensor;
e. membatalkan surat atau tanda lulus sensor untuk suatu film dan reklame yang ditarik dari peredaran berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992;
f. memberikan surat tidak lulus sensor untuk setiap kopi film, trailer serta film iklan, dan tanda tidak lulus sensor yang dibubuhkan pada reklame film, yang dinyatakan tidak lulus sensor;
g. menetapkan penggolongan usia penonton film;
h. menyimpan dan/atau memusnahkan potongan film hasil penyensoran dan film serta rekaman video impor yang sudah habis masa hak edarnya;
i. mengumumkan film impor yang ditolak.
Dalam praktiknya LSF telah melaksanakan perannya sebagaimana dalam termuat pada PP Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film. Salah satunya ialah meluluskan film untuk ditayangkan di Indonesia, memberikan surat lulus sensor untuk bukti bahwa film/iklan tersebut sudah melewati LSF. Terbukti pada laporan akhir tahun 2022 LSF telah melakukan penyesoran film/iklan.
Kesimpulan
Lembaga otoritas media massa ialah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang tercantum dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Dewan Pers yang tercantum dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan Lembaga Sensor Film  yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film.
Peran otoritas media massa tentunya untuk mengawasi, mengatur, menindak lembaga penyiaran di Indonesia yang tidak menaati/melanggar peraturan yang telah ditentukan seperti yang termuat pada UU Penyiaran, SP3SPS, UU Pers atau tidak memenuhi syarat PP Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film. Lembaga otoritas media massa sangat dibutuhkan dalam lingkup penyiaran guna mengkontrol jalannya penyiaran yang sehat untuk masyarakat.
Daftar Pustaka
Hafied Cangara, (2010). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Elvinaro Ardiano dan Lukiati Komala Erdinaya, (2007). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran.
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film.
Komisi Penyiaran Indonesia. (2023). Profil KPI. Di akses pada 1 Juni 2023. Â
https://kpi.go.id/id/tentang-kpi/profil-kpi
Dewan Pers. (2019). Lembaga. Di akses pada 1 Juni 2023. https://dewanpers.or.id/profil/lembaga
Lembaga Sensor Film. (2021). Sejarah. Di akses pada 1 Juni 2023. https://lsf.go.id/sejarah/ Â
Komisi Penyiaran Indonesia. (2023). Â Langgar Hak Privasi, "Insert Siang" Trans TV Kena Sanksi. Di akses pada 1 Juni 2023. https://kpi.go.id/id/umum/38-dalam-negeri/37071-langgar-hak-privasi-insert-siang-trans-tv-kena-sanksi Â
Dewan Pers. 2023. Â Dewan Pers Ingatkan Pers Taati Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. Di akses pada 1 Juni 2023.
Lembaga Sensor Film. (2022). Laporan Tahunan 2022. Di akses pada 1 Juni 2023. https://lsf.go.id/wp-content/uploads/2023/06/laporan_tahunan_2022_REV_compressed.pdf Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H