Mohon tunggu...
KHALILA AINUL
KHALILA AINUL Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fondasi Pendidikan Inklusi pada Anak Usia Dini

2 Januari 2025   23:38 Diperbarui: 2 Januari 2025   23:52 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bagaimana kita dapat menciptakan generasi yang menghargai  perbedaan, karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan sejak usia dini? Pendidikan anak usia dini (PAUD) inklusi menjadi salah satu kunci untuk membangun lingkungan belajar yang menghargai perbedaan melalui penanaman nilai-nilai toleransi, empati, dan rasa hormat terhadap sesama. Namun, bagaimana kita memastikan nilai-nilai ini tertanam kuat melalui pendekatan yang relevan dan pembiasaan yang bermakna?

Pendidikan inklusi menekankan bahwa setiap anak memiliki hak yang sama untuk belajar, tanpa memandang latar belakang atau keadaannya. Menurut laporan UNESCO (2020), pendekatan inklusi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran bagi semua anak, bukan hanya bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Sesuai dalam Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini Inklusi karya Supena dkk. (2018), terdapat beberapa prinsip dalam penerapan pendidikan inklusi, yaitu: prisip pemerataan dan peningkatan mutu; prinsip kebutuhan individual; prinsip kebermaknaan; prinsip keberlanjutan; dan prinsip keterlibatan. Dalam praktiknya, hal ini bisa diwujudkan dengan mengintegrasikan aktivitas yang memungkinkan anak-anak bekerja sama dan menghargai kelebihan serta kekurangan masing-masing. Misalnya, dalam aktivitas bermain bersama, anak-anak diajak untuk saling membantu dan berbagi, seperti menyusun balok bersama tanpa saling berebut. Guru dapat menjelaskan bahwa saling membantu dan berbagi adalah bagian dari menjalankan perintah untuk mendapatkan nilai kasih sayang Allah. Penerapan aturan dan pemahaman belajar mengenal Allah yang Maha Pengasih dapat menjadi fondasi pendidikan inklusi bagi anak usia dini.

Pembiasaan aturan yang jelas dan setara menjadi fondasi utama dalam pendidikan anak usia dini, termasuk pada penerapan pendidikan inklusi. Perlu dipahami bahwa aturan bukan untuk membatasi anak, tetapi untuk pembentukan karakter.

Sebagai contoh, dalam waktu bermain anak, terjadi perkelahian antara dua anak karena saling merebut mainan. Dalam keadaan ini aturan diperlukan untuk memberi pemahaman pada anak, dapat diterapkan dengan perkataan seperti contoh berikut “Siapa yang lebih dulu memegang mainan? Maka berikan dia kesempatan memainkannya. Tapi perlu diingat bahwa Allah menyukai orang yang berbagi, mau kamu meminjamkan mainan ini pada temanmu? (bertanya pada anak yang memegang mainan)”, kemudian katakan pada temannya yang ingin bermain juga, “temanmu sudah mengizinkan untuk mainannya dipinjamkan, bagaimana cara meminjam yang benar? Sekarang temanmu sudah membiarkan kamu bermain, maukah kamu berbagi juga jika ada yang ingin bermain?”. Contoh interaksi tersebut dapat dilakukan dalam penerapan aturan untuk berbagi dengan sesamanya.

Penerapan aturan pada pendidikan usai dini yang inklusi harus sama, tidak membedakan satu dari lainnya. Aturan yang sama ini menjadi kepastian bagi setiap anak untuk mendapat perlakuan yang sama.

Mengenalkan Allah diterapkan kepada seluruh siswa tanpa membeda-bedakan. Fondasi anak dalam pemahaman menerima perbedaan dapat diungkapkan seperti “Kelebihan tidak boleh membuat sombong, dan kekurangan tidak boleh membuat minder. Ada kelebihan dan kekurangan adalah ajang untuk saling tolong menolong, dan Allah menyukai orang yang senang menolong sesamanya.” Dengan mengenal Allah yang Maha Pengasih, adil dengan perbedaan yang diciptakannya, anak-anak dapat belajar bahwa menghormati teman adalah bentuk ibadah dan ketaatan, dan melakukan sesuatu yang Allah sukai menjadi motivasi untuk anak dalam berbuat baik.

Mengenalkan Allah pada anak dalam setiap aktivitasnya merupakan pembiasaan agar selalu terkait. Dengan pemantik motivasi anak berupa imbauan “Siapa yang mau di sayang Allah?” melatih anak mindfulness dan berpikir sebelum bertindak untuk menentukan mana yang baik serta mana yang buruk.

Penerapan aturan yang disertai dengan pengenalan konsep keimanan kepada Allah dalam pendidikan inklusi pada anak usia dini memiliki dampak positif yang signifikan. Anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan rasa nyaman dengan perlindungan dari anak lainnya. 

Lingkungan inklusi membentuk karakter anak untuk menjadi pelindung bagi yang membutuhkan. Ketika mereka melihat teman yang kesulitan, mereka akan termotivasi untuk membantu, bukan karena merasa lebih unggul, tetapi karena memahami bahwa melindungi adalah bentuk kebaikan. Ketika anak usia dini tunarungu yang berani untuk memanjat pagar-pagar tangga, anak lainnya mengetahui bahwa itu berbahaya, setelah mereka mencoba mengingatkan namun tidak digubris oleh anak inklusi tersebut, anak lainnya berusaha menyampaikan kepada guru yang ada didekatnya, “Bu, itu dia berbahaya”. Sikap yang dilakukan anak normal tersebut adalah bukti pemberian perlindungan pada anak inklusi. Hal ini membuktikan bahwa penerapan aturan dan mengenalkan Allah pada anak usia dini membentuk lingkungan positif yang sama.

Fondasi pendidikan yang berbasis aturan dan nilai keimanan mampu membentuk karakter anak yang kuat. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan inklusif ini tidak hanya memiliki pemahaman yang baik tentang aturan, tetapi juga menjadikan nilai-nilai keimanan sebagai pedoman dalam bertindak. Dengan demikian, pendidikan inklusi dapat menjadi sarana efektif untuk mencetak generasi yang toleran, peduli, dan berkarakter mulia sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun