2.Dari sisi Lembaga Amil Zakat
Secara kelembagaan, lembaga pengumpul zakat bentukan Pemerintah, BAZIS, masih memiliki kelemahan. Lembaga amil bentukan swasta pun belum bersinergi dengan baik. Karena itu, penataan kelembagaan zakat merupakan keniscayaan. Penataan lembaga zakat perlu dilakukan agar perkembangan lembaga zakat tidak stagnan atau jalan di tempat dalam situasi dimana harapan ummat begitu tinggi kepada lembaga zakat.
Penataan lembaga zakat harus dilakukan dalam dua skala berbeda tapi saling berkaitan. Pertama, menata bagian-bagian yang dapat dilakukan sendiri oleh lembaga zakat, yaitu hal-hal yang bersifat mikro dan teknis. Kedua, hal-hal yang bersifat fundamental dan makro. Pemerintah memiliki kewenangan pada tingkat makro dan fundamental. Kelembagaan zakat yang ideal adalah lembaga khusus yang mampu membangun sistem database dan manajemen informasi zakat yang efektif. Para pengelolanya pun harus profesional dan ahli di bidangnya. Selain itu, lembaga yang menjalankan fungsi pengumpulan zakat harus kredibel.
Untuk mengatasi masalah PSAK zakat yang belum selesai maka yang dapat dilakukan oleh lembaga zakat adalah melakukan perhitungan akuntansi sebisa mungkin walaupun tidak menggunakan PSAK Nomor 109. Akan tetapi, bisa menggunakan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat khususnya pada muzakki.
3.Dari sisi masyarakat
Adanya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat adalah generator bagi lembaga zakat dalam melaksanakan amanahnya. Permasalahan penerapan PSAK Zakat dalam hal ini tidak begitu melibatkan masyarakat. Adanya PSAK zakat tidak lain hanyalah sebagai bentuk pertanggungjawaban lembaga zakat dalam memenuhi amanahnya menyalurkan dana zakat bagi para mustahik.
Pada kasus yang lain yaitu pada permasalahan PSAK pada kondisi kasus murabahah, masyarakat seringkali dirugikan dengan adanya penetapan standar PSAK tersebut. Hal ini disebabkan dalam PSAK murabahah hanya terdapat satu opsi untuk membayar cicilan. Padahal secara fikih terdapat dua cara mengenai aspek pembayaran. Yang pertama, nasabah dapat membayar perbulan biaya cicilan termasuk marginnya sampai pada jangka waktu tertentu. Dan yang kedua, nasabah dapat hanya membayar marginnya saja perbulan sedangkan biaya pokoknya dapat dibayar jatuh tempo.
Penerapan PSAK tentang zakat yang cenderung terlambat ini dapat meresahkan masyarakat. Hal ini pasti akan menjadi sebuah pertanyaan besar kemana saja dana yang telah disalurkan oleh para muzakki untuk mustahik. Selain itu, apakah pegawai atau karyawan dalam lembaga zakat tersebut memperoleh gaji. Kalau mendapatkan gaji apakah gaji tersebut dari dana para muzakki atau bagaimana. Hal inilah yang seharusnya dijelaskan oleh lembaga zakat nantinya dalam standar akuntansi zakat.
IV.PENUTUP
4.1. Simpulan
Zakat (Bahasa Arab transliterasi: Zakah) adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam.
Kaitannya dalam ekonomi Islam, zakat merupakan sistem dan instrumen orisinil dari sistem ekonomi Islam sebagai salah satu sumber pendapatan tetap institusi ekonomi Islam (baitul maal). Dalam literatur sejarah peradaban Islam, zakat bersama berbagai instrumen ekonomi yang lain seperti wakaf, infak/sedekah, kharaj (pajak), ushur dan sebaginya senantiasa secara rutin mengisi kas Negara untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Kedudukan zakat yakni menjamin tercukupinya kebutuhan minimal kaum lemah (mustadh’afiin) sehingga tetap mampu mengakses perekonomian.
Peran zakat diantaranya sebagai alat distribusi pendapatan dan upaya untuk mengentaskan kemiskinan. Peran zakat ini harus dioptimalisasi melalui penerapan PSAK zakat. Jadi adanya PSAK zakat ini bagi lembaga amil zakat akan semakin memperkuat keberadaan lembaga zakat dalam memenuhi amanah para muzakki.
Kasus yang terjadi dalam artikel surat kabar republika yaitu adanya PSAK zakat disini melibatkan tiga unsur dalam kehidupan bermasyarakat. Yaitu adanya keterlibatan pemerintah, lembaga zakat, dan pemerintah. Penerapan PSAK harus dapat mewadahi keraguan masyarakat selama ini mengenai lembaga zakat.Solusi yang dapat diambil dalam masalah ini adalah peran aktif pemerintah sebagai pengawas sekaligus regulator dalam perundang-undangan dan pembuat kebijakan. Selain itu adanya partisipasi aktif dari masyarakat dan juga lembaga zakat juga akan membantu berlangsungnya penerapan PSAK yang kredibel dan dapat dipercaya.
Belum selesainya PSAK Zakat ini tidak membuat lembaga zakat tinggal diam. Dibuktikan oleh Alfiatun Najah dalam skripsinya yang berjudul Analisis Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri). Walaupun PSAK 109 tentang zakat ini belum jadi 100 persen, tapi dalam pelaksanaannya Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri sudah menerapkan standar akuntansi yang sesuai dengan draft exposure PSAK Nomor 109.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan akuntansi zakat pada Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri menggunakan metode cash basic atau basis kas yaitu pencatatan dari seluruh transaksi hanya dilakukan pada saat mengeluarkan kas dan menerima kas, sedangkan laporan keuangan yang sebaiknya diterapkan oleh para pengelola organisasi zakat mengacu kepada Draft Exposure PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah. Akun-akun yang tercantum dalam Draft Exposure PSAK No. 109 tentang akuntansi zakat dan infak/sedekah lebih terperinci dan tidak dibatasi, sesuai dengan kebutuhan akuntansi organisasi pengelola zakat. (Najah, 2011)
4.2. Saran
Seperti yang diungkapkan pada artikel dalam surat kabar Republika yang berjudul PSAK fee based income dan zakat kelar 2011 bahwa pelaksanaan PSAK zakat itu sulit. Oleh karena itu, diharapkan IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) bersama anggotanya seperti BI harus benar-benar komprehensif dalam mengkaji standar PSAK untuk zakat. Hal ini untuk menghindari kesalahan-kesalahan dan masalah yang tidak ikut dibahas dalam PSAK zakat.
Saran untuk pemerintah, lembaga zakat, dan juga masyarakat adalah agar terus berpartisipasi aktif dalam menerapkan standar akuntansi yang berlaku secara baik, jujur, dan dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Jasa-Jasa Bank (Fee Based Income). http://1t4juwita.wordpress.com/2011/03/19/jasa-jasa-bank-fee-base-income/. [28 September 2011]
Anonim. 2007. Forum Zakat Wajibkan PSAK. http://beritazakat.wordpress.com/2007/11/15/forum-zakat-wajibkan-psak/. [30 September 2011]
Baraba, A. 2010. Perkembangan Akuntansi Bank Syariah. http://zonaekis.com/perkembangan-akuntansi-bank-syariah/#more-1464 . [28 September 2011]
Laela, A dan Baga,L. 2011. Zakat dan Program Pemberdayaan Ekonomi. Jurnal. Republika. Jumat 19 Agustus 2011.
Muhammad, R. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. PSEI, Jakarta.
Najah, A. 2011. Analisis Penerapan Akuntansi Zakat Pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus Badan Amil Zakat Daerah Wonogiri). Skripsi. UIN sunan kalijaga. Jogjakarta.
Nashrullah, N. 2011. Optimalkan Pengelolaan Zakat. Republika. Jumat 19 Agustus 2011.
Nurhayati, S. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.
Riyadi, S. 2009. Mengoptimalkan Peran Zakat. http://lumbungzakat.blogspot.com/2009/01/mengoptimalkan-peran-zakat.html. [30 September 2011]
Suseno, P. 2009. Peranan Zakat dalam Transformasi Ekonomi. http://lazisuii.org/index.php?option=com_content&view=article&id=50:peranan-zakat-dalam-transformasi-ekonomi&catid=35:article. [30 September 2011]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H