batu besar adalah zaman ketika manusia sudah dapat membuat dan menghasilkan kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar. Zaman Megalithikum bisa disebut sebagai zaman modern karena di zaman ini kebudayaan banyak pengalami perubahan yang signifikan. Kebudayaan Megalitikum mulai berkembang sejak akhir zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu. Di zaman Megalitikum, manusia sudah mengenal kepercayaan dalam tingkat awal dan sederhana, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Ini muncul karena pengetahuan manusia sudah mengalami peningkatan (Anatasia Anjani, 2021, DetikEdu)
Zaman Megalithikum atau zamanSaat saya mengunjungi Museum Sri Bbaduga Bandung, ada salah satu koleksi yang dipamerkan dari berbagai koleksi yang ada yang membuat saya tertarik yaitu Batu Menhir. Menhir yang ada di Museum Sri Baduga ini berasal dari Kabupaten Kuningan. Batu satu ini dikenal digunakan untuk pelengkap pemujaan masyarakatnya.
Banyak masyrakat megalitik yang menggunakan batu itu untuk upacara namun, seiring berjalannya waktu banyak orang yang tidak tahu tentang apa kegunaan Menhir ini maka timbullah pertanyaan seperti : Apa sebenarnya kegunaan Menhir itu? Apakah masih dipergunakan di masa kini? Dan bagaimana nilai dari komunikasi Antar Budaya dari Menhir itu sendiri?
Untuk mengetahui lebih lanjut secara mendalam tentang keunikan Menhir ini dan menghubungkan relevansi nilai budaya masa kini dan nilai dari komunikasi antar budaya. Dalam artikel ini akan kita bahas seputar Menhir yang berasal dari Kabupaten Kuningan ini.
Menhir adalah salah satu peninggalan Tradisi Megalitik, digunakan sebagai pelengkap pemujaan masyarakatnya. Merupakan lambang si mati yang harus diperingati atau diberi penghormatan melalui upacara ritual (Museum Sri Baduga). Secara etimologi, menhir berasal dari bahasa Keltik atau Indo-Eropa yaitu 'men' yang artinya batu dan 'hir' yang artinya panjang. Dengan begitu, menhir dapat diartikan sebagai batu panjang (Litalia, 2023).
Menhir secara isitilah diartikan sebagai batu tegak atau batu yang didirikan tegak yang sudah atau belum dikerjakan, dan diletakkan dengan sengaja di suatu tempat dengan tujuan sebagai batu peringatan orang yang telah mati. Benda tersebut dianggap sebagai medium penghormatan, menampung kedatangan roh dan sekaligus menjadi lambang orang-orang yang diperingati. Menhir memiliki bentuk yang unik, yaitu seperti tugu besar yang menjulang tinggi keatas dan runcing.
Pada saat zaman Benda peninggalan zaman Megalitikum ini dapat berupa batu tunggal (monolith) atau berupa sekelompok batu yang diletakkan sejajar di atas tanah. Menhir pertama kalinya ditemukan oleh Dr. Van Der Hoop dan Van Heine Geldern, mereka menyelidiki adanya penemuan menhir di Pasemah. Selain itu, menhir juga banyak ditemukan di daerah lain tersebar di banyak daerah di Indonesia.
Menhir dari Museum Sri Baduga yang berasal dari Kabupaten Kuningan ini tentu memiliki peran penting dalam sejarah yang memiliki nilai dalam fungsi komunikasi. Secara umum, fungsi menhir adalah sebagai sarana pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Menhir digunakan sebagai tempat untuk memperingati seseorang (kepala suku), yang telah meninggal, upacara pemujaan dan menampung kedatangan roh. Ini yang termasuk dalam komunikasi ritual dimana komunikasi yang digunakan untuk pemenuhan jati diri manusia sebagai individu, sebagai anggota komunitas sosial, dan sebagai salah satu unsur dari alam semesta (Yermia Djefri Manafe, 2011). Menhir juga digunakan sebagai tempat untuk menolak segala bencana atau bahaya yang bisa mengancam. Mengingat menhir berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada juga yang dibuat bersama bangunan lainnya.
Budaya akan terus mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Tiap jenis peninggalan memiliki nilai budaya yang berbeda. Bentuk dan jenis hasil budaya megalitik beragam, antara lain punden berundak, menhir, dolmen, sarkofagus, peti kubur batu, batu dakon, lumpang batu, dan arca megalitik. Dari sekian banyak jenis ragam budaya megalitik tersebut, salah satu yang paling umum dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia adalah menhir. Di wilayah Indonesia, menhir termasuk budaya megalitik yang persebarannya merata di seluruh wilayah. Menhir pada awalnya digolongkan ke dalam produk tradisi megalitik tua yang telah muncul semenjak awal tradisi itu, tetapi tradisi pendirian menhir masih berlanjut sampai sekarang ini di masa kini. Pendirian menhir berkaitan erat dengan unsur penghormatan dan pengagungan arwah nenek moyang, dan sering dihubungkan dengan kesakralan dan kesaktian leluhur. Hal ini terjadi karena manusia pendukung tradisi megalitik beranggapan bahwa nenek moyang yang telah meninggal, arwahnya dianggap masih hidup terus di dunia arwah, dan bersemayam di tempat-tempat yang tinggi. Oleh sebab itu tidak jarang menhir dijadikan sebagai benda sakral, didirikan di tempat-tempat yang tinggi, atau dibuat sedemikian rupa menghadap ke tempat-tempat yang dianggap suci.
Menhir tidak hanya menjadi unsur penghormatan dan pengagungan arwah nenek moyang, dan sering dihubungkan dengan kesakralan dan kesaktian leluhur tetapi juga menjadi bagian dari komunikasi Antar budaya. Unsur komunikasi Antar budaya yang dimana salah satunya Kepercayaan / Keyakinan dimana dalam komunikasi Antarbudaya tidak ada hal yang salah sejauh itu berkaitan dengan kepercayaan. Kebudayaan upacara pemujaan dan memperingati seseorang yang sudah meninggal yang terbentuk karena adanya kepercayaan yang dijaga sejak zaman Megalitikum. Kepercayaan suatu hal yang tidak dapat diganggu gugat, oleh karena itu harus adanya pemahaman dan toleransi, Menhir berasal dari berbagai budaya di seluruh dunia, dan setiap menhir mungkin memiliki makna simbolis atau religius yang berbeda. Dalam konteks komunikasi antarbudaya, penting bagi kita untuk memahami perbedaan-perbedaan ini dan bersikap toleran terhadap pandangan dan nilai-nilai budaya yang beragam dengan menerima keterbukaan terhadap perbedaan.
Zaman Megalithikum sebagai Zaman Modern dimana munculnya keberadaan menhir, yang mencerminkan kemajuan budaya dan perkembangan kepercayaan. Menhir, khususnya yang berasal dari Kabupaten Kuningan dan dipamerkan di Museum Sri Baduga, memiliki peran penting dalam kebudayaan Megalitikum. Menhir digunakan sebagai sarana pemujaan, peringatan terhadap nenek moyang, dan tempat komunikasi ritual dalam upacara penghormatan.
Menhir tidak hanya menjadi unsur penghormatan terhadap nenek moyang, tetapi juga berperan dalam komunikasi antarbudaya. Kepercayaan dan keyakinan yang terkandung dalam pembangunan menhir mencerminkan nilai-nilai komunikasi antarbudaya, seperti pemahaman, toleransi, dan keterbukaan terhadap perbedaan budaya. Dalam komunikasi, kita dapat belajar dari masa lalu untuk memahami dan menghargai konteks budaya orang lain.
Dengan demikian, menhir tidak hanya merupakan artefak sejarah, tetapi juga menjadi medium yang memungkinkan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai kebudayaan masa lalu, serta relevansinya dalam konteks komunikasi antarbudaya di masa kini.