Karena ada perkawinan pemahaman yang sifatnya metafisik  alam bawah sadar manusia, dengan cara pandang dengan akal atau rasio, medianya bisa dengan sains. Misalnya dalam Al-Qur'an saja, dilarang memakan daging babi, dan meminum minuman keras (alkohol), tidak semata -- mata Tuhan menurunkan norma tersebut tanpa ada alasan (reason) yang diterima akal manusia. Penulis yakin, setiap norma yang termaktub dalam agama atau bahkan negara, pasti ada alasannya, atau bersifat aktif.
Jadi, pikirkan alternatif pemikiran lain untuk memberdayakan, bahwa manusia itu diberikan akal dan tubuh untuk memahami dunia yang sementara atau dalam bahasa Satre itu "absurd". Silahkan dipahami maksud penulis dalam tulisan ini, masuk akal atau tidak bukan menjadi masalah. Yang terpenting, usaha mendekonstruksi sesuatu itu perlu, agar manusia semakin dewasa. Apalagi merubah pola pikir yang menjerumuskan manusia pada timbulnya perselisihan. Yang harus dipahami, upaya ini bukan untuk sekularisasi umat beragama, khususnya umat Muslim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H