Sulit membayangkan apa jadinya bangsa ini tanpa guru. Diakui atau tidak, arah pergerakan kemerdekaan dipicu energi yang dipompakan guru. Kesadaran akan pentingnya kemerdekaan timbul dari nurani yang tertekan dan tertindas. Guru adalah pejuang yang membebaskan bangsa ini dari ketertindasan. Karena lewat didikan dan bimbingan guru, kesadaran untuk bangkit itu muncul. Guru menggelorakan kesadaran itu dengan perjuangan keras mendidik anak bangsa. Kesadaran jamak akhirnya muncul membimbing rakyat untuk bangkit menuntut kemerdekaan. Guru adalah pejuang yang menginspirasi dan memberikan darah atas kebangkitan bangsa.
Hari ini kita melihat, semangat yang sama berusaha ditanamkan agar anak didiknya berhasil dalam ujian nasional (UN). Segala usaha dan jerih payah dilakukan. Pembimbingan, pendampingan dan motivasi terus digencarkan. Meski UN bukan akhir dari segalanya. Namun, itu adalah cermin nyata, setidaknya bagi keberhasilan pendidikan. Guru gembira murid bahagia, barangkali itu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan suasana hati saat kelulusan.
Perjuangan guru tak pupus oleh waktu. Pengabdian dan dedikasi luar biasa harus terus disemaikan. Bangsa ini membutuhkan darah kebangkitan untuk menyongsong kehidupan yang jauh lebih baik. Peran guru tak hanya sebagai agent of change, lebih dari itu adalah mainstream perjuangan bangsa. Semangat kebangkitan harus kembali digelorakan. Bukan lagi untuk bebas dari penjajahan fisik. Namun, untuk kebebasan bangsa ini dari kerangkeng penjajahan yang jauh lebih dahsyat. Keterpurukan ekonomi, rendahnya mutu pendidikan, tergerusnya moral anak bangsa akibat pergaulan bebas, jaminan kesehatan yang payah, keadilan yang tak berdaya, premanisme yang pongah, dan sejumlah persoalan lain adalah pekerjaan berat yang menanti. Tidak hanya bagi guru, juga bagi semua elemen bangsa. Namun, guru jelas menjadi turbin bagi perjuangan ini. Generasi bangsa harus diselamatkan, dan itu bisa melalui pendidikan yang baik dan berkarakter.
Sungguh, ini bukan perjuangan yang mudah. Era globalisasi tak hanya menciptakan iklim kompetisi yang sehat. Namun, bisa menjadi monster menakutkan kalau bangsa ini tidak siap. Arus informasi dan budaya luar bisa menjadi tantangan yang tak mudah dihadapi. Persoalan ini akan semakin runyam kalau mutu pendidikan bangsa ini rendah. Ditambah lagi fakta, betapa banyak guru yang melalaikan peran pentingnya sebagai pendidik. Guru tak bisa lagi jadi teladan. Moralitas tererosi oleh sebagian polah guru yang memalukan. Guru selingkuh, bermain birahi terlarang, terjerat narkotika, korupsi anggaran sekolah, resesi kompetensi, rendahnya empati dan sebagainya adalah sejumlah persoalan yang terus mengambang di pelupuk mata.
Profesi guru sejatinya bukan profesi sambil lalu. Di pundaknya terpikul amanah perjuangan dan pendidikan generasi. Ini membutuhkan kompetensi, profesionalisme, kepribadian matang, spiritual yang mapan, dan lainnya termasuk dedikasi. Guru bukan dewa pengetahuan yang sekadar transfer ilmu. Tetapi lebih dari itu guru bertanggungjawab membentuk karakter mulia anak didiknya, menjadi generasi yang cerdas, saleh, beretika, dan terampil dalam menjalani kehidupannya. Karena guru adalah pejuang, beratnya tantangan bukan lagi masalah.
Ayo berjuang guru Indonesia! di pundakmu nasib generasi bangsa ini terpatri. (*)
*) Guru SMPN 2 Pagerwojo, Tulungagung, Jatim, sedang tugas belajar di MM UGM Yogyakarta.
Dimuat pada Surat Kabar Harian "Kedaulatan Rakyat" Yogyakarta, Rabu Kliwon, 11 April 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H