Pendahuluan
Industri Minyak dan Gas adalah industri yang menyokong kebutuhan energi di Indonesia. Produk yang dihasilkan oleh industri ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan yang digunakan sehari-hari baik secara pribadi maupun sebagai roda bisnis yang lainnya. Maka dari itu, dibutuhkan cukup banyak pekerja yang menjalankan Industri Minyak dan Gas. Akan tetapi, jumlah pekerja di Industri Minyak dan Gas mengalami tren yang menurun sejak 2014.
Berdasarkan data SKK Migas, total jumlah pekerja asing dan lokal pada tahun 2014 mencapai 33.432 orang. Lalu pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 32.767 orang. Kemudian pada tahun 2016 pun mengalami penurunan hingga pekerja di Industri Minyak dan Gas berjumlah 30.531 orang. Tahun 2017 menjadi 27.216 orang dan semester I tahun 2018 hanya 25.051 orang. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah pekerja mengalami penurunan setiap tahunnya.Â
Jika dirinci, jumlah Tenaga Kerja Asing, tahun 2014 mencapai 1.140 orang. Tahun 2015, sebanyak 1.022 orang. Tahun 2016, hanya 668 orang. Setahun berikutnya, 405 orang dan semester I tahun 2018 hanya tersisa 312 orang. Sementara itu, jumlah Tenaga Kerja Indonesia tahun 2014 mencapai 32.292 orang. Tahun 2015, turun menjadi 31.745 orang. Tahun 2016, sebesar 29.863 orang. Kemudian di tahun 2017 hanya 26.811 orang dan selama enam bulan pertama tahun 2018 hanya 24.739 orang.Â
Investasi Turun menjadi Penyebabnya
Penurunan tenaga kerja di industri minyak dan gas ini disebabkan karena investasi di bidang ini yang ikut mengalami penurunan. Tahun 2014, investasinya mencapai US$ 21,7 miliar, tahun 2015 sebesar US$ 17,9 miliar, tahun 2016 sebesar US$ 12,7 miliar dan tahun 2017 mencapai US$11 miliar. Adapun hingga kuartal III tahun 2018, realisasi investasi hulu hanya mencapai US$15,2 miliar dengan rincian sektor migas US$ 8 miliar, kelistrikan US$ 4,8 miliar, mineral dan baru bara US$ 1,6 miliar dan energi baru terbarukan US$ 0,8 miliar.
Tren penurunan investasi ini diakibatkan oleh turunnya harga minyak pada semester II tahun 2014. Menurut Komaidi, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, menjelaskan bahwa penurunan harga minyak pada semester II tahun 2014 mendorong perusahaan mengurangi investasi.
Lesunya investasi migas ini bisa berdampak pada produksi migas RI di masa depan. Sebelumnya, Lembaga pemeringkat Moody's menilai Indonesia setidaknya butuh suntikan investasi sebesar Rp 2200 triliun jika ingin menyelamatkan industri migas yang produksinya kian merosot. Moody's Investor Service menyebut nilai investasi ribuan triliun itu dibutuhkan sejak saat ini hingga 2025 mendatang untuk hulu migas yang produksinya terus turun, pembangunan infrastruktur gas, dan juga peningkatan kapasitas kilang untuk pemenuhan kebutuhan bbm dan petrolium.
Investasi Turun dan Pengangguran
Lesunya investasi ini menyebabkan banyak lulusan jurusan teknik perminyakan dan ahli perminyakan beralih profesi menjadi pekerja di industri perbankan dan asuransi. Â Meskipun begitu, ada beberapa lulusan dan ahli perminyakan yang tetap berusaha bekerja sejalan dengan kompetensi yang mereka dimiliki. Namun, kebanyakan mereka berkorban hingga tidak digaji karena hanya bekerja disuatu organisasi perminyakan saja.Â
Berkurangnya jumlah tenaga kerja di sektor migas ini bisa berdampak panjang, terutama dalam penyediaan tenaga ahli di bidang ini di masa depan. Ketika aktivitas bisnis kembali naik, maka industri akan kehilangan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas. Â Selain itu, Â periode antara lulus hingga mendapat pekerjaan pertama semakin lama. Jika beberapa tahun lalu butuh waktu beberapa bulan untuk mendapatkan pekerjaan, maka saat ini insinyur perminyakan butuh satu hingga dua tahun.