Harga pasaran minyak dunia sedang mengalami penurunan yang sangat signifikan setelah mencapai level tertingginya sejak tahun 2014. Hanya enam minggu berselang setelah itu harga minyak kembali turun drastis.
Kemerosotan ini mencerminkan perubahan yang sangat mendasar dalam prospek harga minyak ke depannya. Sebulan yang lalu, beberapa pihak khawatir kekurangan pasokan (supply)Â dari minyak akan mendorong harga minyak naik menjadi $100 per barel. Namun, saat ini justru supply dari minyak diperkirakan akan melebihi permintaan (demand) pada awal tahun 2019.
Akibatnya, harga minyak anjlok lebih dari $20 per barel sejak awal bulan Oktober, ketika Brent Crude Oil naik hampir ke $87 per barel. Banyak pengamat energi yang sepakat berpendapat bahwa harga minyak mentah dunia seharusnya tidak pernah naik begitu cepat.
Minyak mentah naik secara perlahan sampai ke harga tertingginya pada 3 Oktober 2018 karena adanya sanksi dari AS terhadap Iran, produsen terbesar ketiga OPEC. Hingga bulan September, ancaman untuk menghapus sekitar 800.000 barel per hari, memicu timbulnya spekulasi bahwa beberapa negara importir minyak akan berjuang untuk mencari supply.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan turunnya harga minyak, di antaranya:
Nilai pasar saham rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia. Satu minggu setelah minyak mentah mencapai harga tertingginya, dua pertiga dari nilai pasar saham di S&P 500 pun anjlok. Anjloknya harga saham tersebut membuat investor merasa cemas dan ikut menjual crude futures (perjanjian komoditi berjangka) karena takut terjadinya penurunan demand dalam hal ini adalah minyak mentah.
Akibat maraknya penjualan crudefutures ini, praktis harga minyak pun ikut turun karena besar demand menjadi berkurang. Futures yang dimaksud disini adalah penjualan aset beresiko dimana resikonya berupa ketidakpastian.
Pada bulan Oktober, baik OPEC maupun Interntional Energy Agency (IEA) mengatakan bahwa konsumsi minyak akan tumbuh kurang dari perkiraan sebelumnya, akibat lambatnya pertumbuhan ekonomi global karena terjadi ketegangan perdagangan (trade tension), kenaikan suku bunga dan juga melemahnya mata uang negara-negara emerging market.
Permintaan minyak pun memburuk di beberapa negeara seperti India, Turki dan Indonesia karena harga minyak mencapai harga tertingginya pada bulan Oktober. Menurut IEA, di negara berkembang, harga yang cukup tinggi dalam pasar global yang bertepatan dengan terjadinya depresiasi terhadap dolar AS, akan menimbulkan ancaman gangguan pada pertumbuhan ekonomi.
Tiga produsen minyak teratas dunia mencapai angka produksi tertinggi sepanjang sejarah. Produksi AS mencapai 11 juta barel per hari dalam beberapa bulan terakhir, sementara Rusia mencapai jumlah produksi tertingginya sejak era pasca-Soviet dengan jumlah yang hampir sama dengan AS. Arab Saudi tertinggal di belakang dengan jumlah 10,6 juta bph pada bulan Oktober.
OPEC, bersama dengan Rusia dan beberapa produsen lainnya, mulai membatasi produksi mereka pada bulan Januari 2017 untuk mengurangi kelebihan minyak mentah global dan mengakhiri penurunan harga minyak. Namun, mereka sepakat untuk menaikkan produksi pada bulan Juni setelah memotong produksi lebih dari yang mereka inginkan.
Meningkatnya produksi dan melemahnya prospek demand saat ini telah membuat banyak kalangan yakin bahwa supply minyak akan melampaui demand dunia pada awal tahun 2019.
Keputusan Trump yang mengizinkan delapan negara (Cina, India, Itali, Yunani, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Turki) untuk terus mengimpor minyak mentah dari Iran selama enam bulan ke depan telah mengurangi lonjakan harga minyak. Produksi untuk impor tersebut yang semata-mata untuk mengimbangi penurunan ekspor Iran ternyata lebih banyak sehingga menimbulkan kondisi kelebihan supply.
Kondisi pertumbuhan demand yang terlihat goyah dan harga minyak yang anjlok, memicu OPEC dan sekutunya saat ini untuk mempertimbangkan pemotongan produksi. Bulan lalu, komite yang mewakili kelompok tersebut mengatakan bahwa mungkin diperlukan pengurangan produksi untuk mencegah kelebihan pasokan. Kelompok tersebut menegaskan kembali hal tersebut pada pertemuan terakhirnya hari Minggu lalu (11/11).
Sehari berikutnya, Menteri Energi Arab Saudi mengatakan bahwa mereka yakin akan melakukan pemangkasan produksi hampir mencapai 1 juta dalam waktu dekat. Namun, kenyataannya harga minyak terus merosot pada hari Selasa, setelah Presiden Donald Trump mendesak OPEC dan Arab Saudi untuk tetap melanjutkannya sementara Menteri Energi Rusia juga masih merasa ragu mengenai kebijakan pemotongan pasokan minyak tersebut.
Glossarium:
- Crude Futures: Perjanjian untuk membeli atau menjual sejumlah barel tertentu minyak pada harga dan tanggal yang telah ditentukan. Ketika futures ini dibeli, maka kontrak ditandatangani antara pembeli dan penjual, dan dijamin dengan pembayaran margin yang mencakup persentase dari total nilai kontrak. Investor membeli futures pada dasarnya bertaruh pada apakah harga akan turun seiring berjalannya waktu.
Oleh :Â Khalid Umar, Gerald Adam Alwyn Syah, Gerry Adam Alwyn Syah, Rangga Afyan DwioktaÂ
Referensi:
- - Why oil prices went from four-year highs to a bear market in just six weeks (CNBC)
- - Trump administration to Iran on sanctions: Act like a normal country or see economy 'crumble' (CNBC)
- -Â https://www.investopedia.com/terms/f/futures.asp
- -Â https://www.investopedia.com/terms/c/crude-oil.asp
- -Â https://www.investopedia.com/terms/f/futurescontract.asp
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H