Jika dicermati lebih jauh, sebenarnya sama saja subsidi itu dibebankan ke Pertamina ataupun Pemerintah. Karena Pertamina sendiri merupakan BUMN yang 100% sahamnya dimiliki negara, arus kas yang keluar maupun masuk pun tentu akan mempengaruhi keuangan negara. Hanya saja, yang perlu diperhatikan disini yakni ego sektoral yang masih terdapat di pengelolaan negara kita.Â
Ego sektoral di dalam pemerintahan terjadi karena masing-masing sektor memiliki visi, misi dan program sendiri-sendiri terkait tugas pokoknya. Lembaga-lembaga ini seringkali sibuk fokus sesuai KPI masing-masing tanpa melihat tujuan yang jauh lebih besar. Masing-masing sektor tentu ingin terlihat "baik" dibanding sektor lainnya.Â
Dalam kasus ini jika ditinjau dari sisi pemerintah, jumlah pengeluaran Pemerintah di sektor BBM akan cenderung menurun karena beban subsidi menjadi tanggungan Pertamina, hal tersebut terlihat seolah-olah Pemerintah berhasil menurunkan pengeluaran dan secara tidak langsung meningkatkan selisih antara pendapatan dan pengeluaran. Begitu juga sebaliknya, jika hal ini dipandang dari sisi Pertamina saat subsidi itu dibebankan ke Pemerintah.
Semua beban ini tentunya membuat Pertamina semakin jauh dari visi perseroan yaitu  "Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia" serta misi perseroan yaitu "Menjalankan Usaha Minyak, Gas, Serta Energi Baru dan Terbarukan Secara Terintegrasi, Berdasarkan Prinsip-Prinsip Komersial Yang Kuat."Â
Jadi, akan sampai kapan perusahaan-perusahaan ini harus terbebani oleh kebijakan Pemerintah? Masihkah visi dan misi perseroan tersebut relevan? Mari kita simak kelanjutannya.
Oleh : Khalid Umar, Rangga Afyan Dwiokta, Gerry Adam Alwyn Syah, Gerald Adam Alwyn Syah Â
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H