YOGYAKARTA -- Rezeki tak akan tertukar kepada siapa pun dan semuanya sudah ada yang mengatur. Begitulah yang diyakini oleh Pak Syamil dalam bagaimana beliau menjalankan pekerjaannya sebagai pengayuh becak wisata di usianya yang kini sudah renta dan tak lagi muda.
Yogyakarta adalah kota yang menghadirkan secercah harapan, terutama dalam menjalankan roda perekonomian, dan Malioboro menjadi jawaban atas segala harapan tersebut. Menjanjikan atau tidak, Malioboro tetap menjadi pilihan, karena banyaknya wisatawan yang berkunjung ke sana. Kawasan wisata Jalan Malioboro sudah menjadi tempat yang paling wajib untuk dikunjungi di Yogyakarta. Tentunya, tempat ini sudah menjadi saksi bisu atas segala mimpi hingga keresahan bagi siapa pun yang ada di tempat itu, tak terkecuali para pengayuh becak wisata yang menawarkan jasa untuk membantu para wisatawan berkeliling di area tersebut. Besar sekali kesabaran dan usaha yang dimiliki para pengayuh becak dalam membantu wisatawan untuk mengenalkan Jogja dan segala ciri khasnya. Sudah menjadi keharusan jika melihat para pengayuh becak tersebut selalu memperlihatkan keramahannya pada wisatawan, agar orang-orang luar dapat mengenal Jogja sebagai kota yang ramah masyarakatnya. Begitu pula dengan yang selalu dilakukan oleh Pak Syamil selaku pengayuh becak wisata di sepanjang kawasan wisata Jalan Malioboro.
Pak Syamil (62), dengan segala keramahan yang ditunjukkan olehnya, beliau sudah menjalani pekerjaannya sebagai pengayuh becak sejak tahun 80-an di kawasan wisata Jalan Malioboro, Yogyakarta. Jangka waktu tersebut tidaklah singkat. Kurang lebih 40 tahun beliau mengabdikan dirinya untuk bekerja sebagai pengayuh becak di kawasan tersebut, dan itu terbilang cukup lama. Beliau melakukan pekerjaannya dari pagi hingga pukul 3 sore untuk mengantar wisatawan berkeliling di sekitar area tersebut. Biasanya beliau akan bertanya lebih dulu ke wisatawan untuk tempat pertama yang akan dikunjungi. Dengan tarif Rp. 10.000 dalam sekali tumpangan, Pak Syamil akan mengantarkan ke area Keraton, lalu berkeliling ke beberapa tempat pembelian oleh-oleh khas Jogja, seperti toko bakpia, batik, kaos-kaos Jogja, dan lain sebagainya. Meski pekerjaan tersebut dirasa mudah, akan tetapi untuk mendapatkan penumpang wisatawan tentunya tidak semudah yang dibayangkan. Terutama di masa pandemi Covid-19 sekarang ini, jumlah kunjungan wisatawan tidak sebanyak sebelumnya dan penghasilan yang didapatkan tentu akan ikut berkurang.
"Penghasilan tidak bisa di prediksi, masalahnya penumpang per harinya kan gak tahu, itu kan tergantung rezeki. Jadi biarpun rame bagaimanapun, bahwa rezeki dari Allah itu yaa kalo sedikit yaaa itu segitunya aja, juga sebaliknya. Jadi buat penghasilan atau rezeki saya itu gak mesti ada patokan harus berapa. Yang penting kita usaha, rezeki itu dari Tuhan." Ujar Pak Syamil menjelaskan penghasilan per harinya sambil duduk di bangku pedestrian Jalan Malioboro, Kamis (9/12/2021). Meski pekerjaan yang dijalaninya tidak mudah, Pak Syamil selalu berpikir positif bahwa rezeki akan selalu datang tak terduga, dengan diiringi ikhtiar semampu mungkin.
Sebagai pengayuh becak, Pak Syamil mengungkapkan juga bahwa penghasilannya selama bekerja bisa mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Mengingat beliau hanya tinggal bersama istrinya, dan juga memiliki tiga anak yang kini sudah memiliki kehidupan sendiri, tentunya sudah bisa mencukupi kebutuhan hidup walaupun tidak sebanyak yang diinginkan, karena pekerjaannya sebagai seorang pengayuh becak. "Untuk penghasilan yaa Alhamdulillah, tapi kan yaa gak semua pekerjaan mesti ada rezekinya. Walau begitu, Tuhan kan adil yaa, kalo hari ini gak ada rezeki, besoknya pasti ada. Tapi untuk kebutuhan rumah tangga, sebelumnya sudah ada. Jadi yaa dianggap cukup saja, yang penting disyukuri semua itu. " Ucap Pak Syamil menambahkan.
Meski begitu, wajah sayunya tetap menampakkan kelelahannya dalam bekerja, walau disembunyikan oleh masker skuba sekalipun. Wajah tuanya tidak memperlihatkan seperti apa yang beliau katakan sebelumnya untuk selalu merasa cukup. Akan tetapi, beliau tetap berikhtiar dan bekerja keras melalui becak wisata yang dimilikinya. Selebihnya hanya bersyukur dan tetap berpikir positif untuk ke depannya.
Beliau mengungkapkan bahwa ia sebenarnya memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani di kampung halamannya, akan tetapi beliau kini lebih menyukai sebagai pengayuh becak wisata, karena beliau senang dapat berinteraksi dan bercengkerama dengan banyak orang. Terlebih lagi, beliau senang sekali untuk menjadi pengayuh becak wisata karena pekerjaannya yang bebas, tidak ada target capaian tertentu, sehingga selama 40 tahun ini Pak Syamil tetap menjalani pekerjaan yang disenanginya. Memang benar adanya, jika menjalani pekerjaan yang disukai, pasti akan bertahan begitu lama.
Hingga pada akhirnya, dalam situasi dan kondisi yang sulit sekalipun, Pak Syamil tetap berpegang teguh dengan apa yang ia miliki dan bersyukur untuk segala yang ia dapatkan. Tetap hidup dengan anggapan positif, tentunya menjadi kunci untuk terus bersyukur dan berusaha selagi waktu masih terus berjalan. Beliau yakin bahwa pekerjaannya sebagai pengayuh becak wisata adalah sebuah perantara yang Tuhan berikan untuk menjemput rezeki yang akan selalu ia dapatkan, walaupun kadang rezeki datang secara pelan-pelan. Takdir terus berjalan, dan waktu terus berlalu, Pak Syamil yakin bahwa rezeki yang Tuhan berikan tidak akan tertukar dan salah sasaran, selagi ikhtiar sudah dijalankan, rezeki pasti datang karena Tuhan sudah mengatur segalanya dengan adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H