Indonesia adalah negara yang multikultural termasuk dari segi bahasa, dimana hampir setiap suku yang ada memiliki corak bahasanya sendiri. Untuk itulah diperlukan bahasa pemersatu yang memudahkan seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang kebudayaan untuk berkomunikasi. Sumpah Pemuda yang lahir dari Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 menjadi jawaban atas urgensitas kebutuhan bahasa tersebut dimana salah satu ikrarnya menyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara Indonesia telah diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa "Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia"[1]. Salah satu implikasi dari pengaturan tersebut adalah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi sehingga seluruh aktivitas kenegaraan mulai dari penyusunan risalah rapat, pidato kenegaraan, kebijakan, hingga peraturan perundang-undangan disusun dalam bahasa Indonesia.Â
Â
Lebih lanjut kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara Indonesia diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan yang menyebutkan bahwa
Â
"Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa".
Â
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatuan berbagai suku bangsa, dan sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah[2]. Tidak hanya itu bahasa Indonesia juga memiliki berbagai fungsi lainnya yang diatur dalam Pasal 25 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa, "Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimakusd pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa".
Bahasa secara umum merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pemikiran secara terstruktur dan lugas baik secara tertulis maupun lisan. Penggunaan bahasa yang terstruktur dan lugas akan memudahkan lawan bicara untuk memahami gagasan yang disampaikan. Kemudahan pemahaman ini juga didukung dengan adanya penggunaan bahasa yang memiliki ragam bahasa yang khusus dimana tiap kata memiliki tata leksikal tertentu yang hanya akan mengarah pada satu makna saja. Misalnya adalah penggunaan istilah gempa, tsunami, tektonik, dan vulkanik yang khusus digunakan untuk menyatakan istilah-istilah geologi. Sama halnya dengan ragam bahasa hukum yang memiliki kekhasannya sendiri terutama ketika digunakan sebagai bahasa di dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis akan menganalisis lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa Indonesia baku sebagai bahasa yang digunakan di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga penulis mengangkat judul "Analisis Penggunaan Bahasa Indonesia Baku sebagai Bahasa di dalam Peraturan Perundang-Undangan".Â
Pembahasan
Penggunaan bahasa Indonesia dalam peraturan perundang-undangan adalah wajib hukumnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 UU No. 24 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa "Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan"[1]. Penggunaan bahasa Indonesia di dalam peraturan perundang-undangan tunduk pada kidah tata bahasa Indonesia baku mulai dari pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. Bahasa yang digunakan memiliki corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan. Bahasa inilah yang kemudian disebut dengan istilah "bahasa hukum".Â