Di sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan lainnya, penerapan nilai kebatinan ini dapat dilakukan dengan memasukkan pendidikan tentang integritas, kejujuran, dan etika dalam kurikulum. Selain itu, para pendidik atau guru juga harus menjadi teladan dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut agar siswa atau mahasiswa dapat belajar dari contoh nyata dalam kehidupan mereka.Â
Pendidikan karakter yang berbasis pada ajaran kebatinan ini akan mendorong siswa untuk lebih memiliki rasa tanggung jawab sosial dan berintegritas tinggi, yang pada akhirnya akan mengurangi potensi terjadinya korupsi.
3. Tantangan dalam Implementasi Nilai Kebatinan dalam Pencegahan Korupsi
   Meskipun ajaran Ki Ageng Suryomentaram memiliki potensi besar untuk mencegah korupsi, ada beberapa tantangan dalam implementasinya, antara lain:
3.1 Budaya Korupsi yang Sudah Mengakar
   Korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya yang mengakar, baik di sektor publik maupun swasta. Oleh karena itu, mengubah pola pikir dan kebiasaan yang sudah lama ada bukanlah hal yang mudah. Meskipun nilai kebatinan dapat membentuk individu yang berintegritas, perubahan budaya yang lebih luas memerlukan waktu dan usaha yang konsisten dari berbagai pihak.
3.2 Kurangnya Pemahaman dan Penerimaan terhadap Nilai-Nilai Kebatinan
    Tidak semua orang di Indonesia, terutama mereka yang berada dalam lingkungan modern atau perkotaan, memahami dan menerima nilai-nilai kebatinan sebagai suatu landasan moral yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, untuk dapat mengimplementasikan ajaran Ki Ageng Suryomentaram secara efektif, diperlukan upaya untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pengendalian diri, hidup sederhana, dan menjaga integritas dalam setiap aspek kehidupan.
3.3 Pengaruh Politik dan Ekonomi yang Kuat
   Pengaruh politik dan ekonomi yang kuat juga seringkali menjadi hambatan dalam pencegahan korupsi. Banyak pihak yang terjebak dalam praktik korupsi karena tekanan politik atau dorongan ekonomi. Oleh karena itu, meskipun nilai kebatinan dapat memberikan bekal moral, faktor eksternal seperti sistem hukum yang adil dan transparan tetap diperlukan untuk menanggulangi korupsi secara menyeluruh.
Kesimpulan
  Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram menawarkan pendekatan yang mendalam dan praktis untuk mengatasi masalah korupsi melalui transformasi individu. Dengan memahami dan menghayati nilai-nilai kebatinan, individu dapat menjadi lebih sadar akan tanggung jawab moral mereka dan mampu menolak godaan korupsi. Pendekatan ini tidak hanya relevan dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dapat diterapkan dalam pendidikan, birokrasi, dan kepemimpinan.Â
Dengan demikian, ajaran Ki Ageng Suryomentaram menjadi sumber inspirasi yang kuat untuk menciptakan masyarakat yang lebih berintegritas dan beretika.