[caption id="attachment_211834" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: www.m.tempo.co"][/caption] Sungguh, saya bukannya sedang kengangguran hingga dalam waktu 4 hari berturut-turut dapat berkesempatan menulis artikel di Kompasiana. Dua pekan ini adalah masa-masa berat untuk saya bermobilitas, mengurus administrasi, dan mempersiapkan Ujian Kelayakan. Belum lagi urusan saya sebagai Ketua Dharma Wanita di Jember yang harus ketambahan amanat baru lagi sebagai Ketua Forum Orangtua Walimurid di sekolahnya anak-anak di Lumajang. Untung urusan baju dagangan sudah kelar 2 pekan lalu sehingga saya pada 2 pekan ke depan dapat berkonsentrasi pada persiapan ujian.
Sudah membaca tulisan saya di http://sosok.kompasiana.com/2012/09/08/tuhan-jangan-biarkan-kanker-payudara-merenggut-bunda-para-anak-desa-itu/
dan di http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/09/outbond-bersama-anak-anak-desa-di-kebun-jati/?
Ya, lagi-lagi soal kanker payudara yang menjadi tema tulisan saya. Tadi pagi saya saya ada agenda diskusi statistik di Surabaya. Sekalian mengantarkan Ibu check-up ke RS Premier, saya lalu mengunjungi Lia di RSUD dr. Soetomo.
Ya, tulisan ini masih terkait Lia. Tapi bukan tentang Lia. Ini tentang bra atau yang familiar disebut BH. Mmm, baru terpikir di kepala saya, kira-kira apa ya kepanjangan dari BH? Benarkah cara menulisnya BH dan bukan beha?
Jangan memikirkan yang bukan-bukan jika saya menulis soal BH. Jangan berpikir yang tidak-tidak jika saya dalam 3 artikel terakhir tertarik menulis soal payudara. Cobalah browsing di Om Google Gambar dengan memasukkan keyword ‘kanker payudara’... Anda pasti merinding seperti halnya saya ketika melihat aneka bentuk kanker payudara...
[caption id="attachment_211838" align="alignright" width="300" caption="Sumber: happybloggingtoday.blogspot.com"]
Kembali soal bra alias BH....
Dari Mas Hari, saya baru mengetahui keberadaan soal Bra ECCT ini. ECCT itu kepanjangan dari electro capasitive cancer treatment. Lalu, siapa itu DR. Warsito?
Dari link yang ditautkan Mas Ihsan via Mas Hari, saya menemukan sejumlah informasi menarik tentang DR. Warsito.
http://www.tempo.co/read/news/2012/02/08/061382515/Siapa-Sebenarnya-Warsito
[caption id="attachment_211835" align="alignright" width="300" caption="Sumber: padeblogan.com"]
DR. Warsito mulai membuat pemindai itu ketika ia mengajar di Ohio State University pada 2001 setelah hijrah dari Jepang pada 1999. Pada 2003, di tengah kariernya yang cemerlang di Amerika, satu dari 15 peneliti terkemuka yang menjadi anggota Industrial Research Consortium itu memutuskan menyempurnakan alatnya di tanah air. DR. Warsito mendirikan Centre for Tomography Research Laboratory (Ctech Labs) Edwar Technology dan rela pulang-balik Indonesia-Ohio untuk mengajar di universitas tersebut. Di laboratorium yang berdiri di rumah toko Modern Land, Tangerang, Banten, itulah ia berhasil menciptakan ECVT-nya pada 2004.
Pada 2006, DR. Warsito menerima paten atas temuannya tersebut dari biro paten Amerika. ECVT-nya telah dibeli berbagai lembaga, termasuk NASA, yang memakainya untuk memindai keretakan dinding pesawat. Untuk Indonesia, ia membuat Sona CT Scanner, yakni pemindai ultrasonik untuk memeriksa dinding tabung gas bertekanan tinggi yang digunakan pengelola bus Transjakarta. Ayah empat anak dan suami dari Rita Cherunnisa (iiiiiihhhhh, namanya mirip nama saya ya... :=)) ini pernah menolak tiga gelar profesor dari tiga universitas tersohor di berbagai negara. Alasannya, “Saya tidak membutuhkan itu.” DR. Warsito bertekad untuk mengabdikan pengetahuan dan ilmunya untuk dunia riset, bukan mengejar jabatan tertentu. “Siapa pun bisa duduk di jabatan tertentu. Tapi kalau riset, siapa yang mau mengembangkan?” katanya. “Bagi saya, secangkir kopi sudah cukup.”
Lalu, bagaimana dengan Bra ECCT itu? Bagaimana kerjanya?
http://www.tempo.co/read/news/2012/02/08/061382517/Beginilah-Eksperimen-Ciptakan-Bra-Pembunuh-Kanker
[caption id="attachment_211837" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: www.jpnn.com"]
Proses penciptaan ECCT berlangsung sejak Februari 2010 hingga Juni 2010. Setelah melalui tahapan penyempurnaan, termasuk memasangnya pada bra. Setelah itulah, DR. Warsiot mencobakannya pada sang kakak. Hasilnya, kanker payudara tersebut hilang.
Huffhhhhhh.... Upssss, salah, Subhanallahhhh, maksud saya....
http://www.tempo.co/read/news/2012/02/08/061382556/Pro-Kontra-Ahli-Atas-Bra-Warsito
[caption id="attachment_211843" align="alignright" width="300" caption="Sumber: arsipiptek.blogspot.com"]
Namun demikian, dari sisi radiologi, alat kerja Bra ECCT DR. Warsito mendapat apresiasi dan bisa dijelaskan secara ilmiah karena prinsip listrik yang membangkitkan gelombang elektromagnetik bisa diatur sehingga menghasilkan resonansi frekuensi yang diinginkan, yaitu pada sel-sel yang hendak dituju. Ahli fisika dan radiologi dari UGM, Gede Bayu Suparta, yang juga penemu kendali sistem radiografi digital, mendukung temuan Warsito. Menurutnya, gelombang listrik tidak berbahaya, tapi memiliki kemampuan untuk mengubah struktur atom.
http://www.tempo.co/read/news/2012/02/08/061382566/Setelah-Payudara-Warsito-Sembuhkan-Kanker-Otak
[caption id="attachment_211841" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: www.m.tempo.co"]
Hmffffhhhh...
Saya tidak mau berpolemik mengenai keakuratan, kevalidan atau keampuhan dari semua temuan DR. Warsito. Saya menuliskan ini semata berharap informasi ini dapat tersebar. Bagi mereka yang membutuhkannya, mungkin dapat mencobanya, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Sebagai bagian dari riset anak bangsa, tentu saja kita harus mengapresiasinya. Bagi saya, apa yang dilakukan DR. Warsito adalah ijtihad beliau dalam menjadikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dapat bermanfaat bagi ummat.
Jika ada yang ingin bertanya atau membutuhkan informasi lebih lanjut, sila mengecek situs ini:
http://cancerinstrument.blogspot.com/2012/01/cara-mendapatkan-alat-ecct-electro.html
[caption id="attachment_211842" align="alignright" width="300" caption="Sumber: www.m.tempo.co"]
1.Nomer telpon Edwar Technology: 021- 5529929 / 5529930
2.Ongkos terapi berkisar antara 4-9 juta, tergantung kasus kankernya.
3.Lama pembuatan alat berkisar 2 minggu - 1 bulan.
4.Aturan lama pemakaian alat terapi (dosis) akan ditentukan oleh tim fisika medis Edwar Technology setelah dokumen medis pasien di-review.
Oke deh, itu saja yang rasanya penting untuk saya share. Semoga bermanfaat ya. Nih, saya baru sampai rumah Lumajang malam-malam sampai belanin menulis beginian karena merasa penting untuk membagi informasi ini. Kalau sampai ketahuan suami, saya pasti ditegur. Abisnya, mau maju ujian, kok sempat-sempatnya nge-blog. Hehehe....
Ya wis, saya mau belajar dulu sebentar sebelum tidur ya...
Assalaamu’alaykum. Good night all....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H