Mohon tunggu...
Khairunnisa Musari
Khairunnisa Musari Mohon Tunggu... lainnya -

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala" - Sayyid Quthb. Untuk artikel 'serius', sila mampir ke khairunnisamusari.blogspot.com dan/atau http://www.scribd.com/Khairunnisa%20Musari...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika KBRI/KJRI Mendua: Mengapa Bisa Mengundang Ira Wibowo, Saya Tidak, dan Ruyati Terabaikan?

28 September 2011   01:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:33 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_137876" align="alignleft" width="236" caption="Sumber: www.search.4shared.com"][/caption] Sudah lewat tengah malam. Saya awalnya ingin menyudahi pekerjaan dan masuk ke peraduan. Tapi sebuah artikel tentang Ruyati menarik perhatian saya.

http://nasional.kompas.com/read/2011/09/27/15054249/Pemerintah.Dituding.Berbohong.Ungkap.Fakta.Ruyati

Saya hanya bisa menarik nafas dalam-dalam membaca artikel tersebut. Tak tahu harus mempercayainya seratus persen atau mengkritisinya atau bagaimana. Tentu, hati miris setiap kali menyimak kisah tragis yang dialami para TKI. Tentu, bebal di hati melihat peristiwa seperti ini terus berulang terjadi. Dan tentu, hambar rasanya selalu mendengar kritik banyak pihak kepada pemerintah yang dinilai kurang berbuat sesuatu untuk menolong nasib TKI di luar sana…

Hambar?

Ya, hambar. Karena mereka-mereka yang menggugat kehadiran pemerintah untuk menolong para TKI seolah berteriak pada sebuah patung saja…

Rasanya… tak ada yang bermimpi atau bercita-cita akan menjadi TKI. Motif ekonomi tentu menjadi alasan utama seseorang memutuskan untuk bekerja jauuuuuuuh di luar negeri sana dengan berbagai resiko yang dihadapinya

[caption id="attachment_137873" align="alignleft" width="281" caption="Papan Plang KBRI Bahrain"][/caption]

TKI… Saya jadi ingat sahabat saya di dunia maya yang bekerja di Bahrain. Kami berkenalan untuk pertama kalinya di Kompasiana. Dari dialah, akhirnya saya berkenalan dengan beberapa TKI dan mantan TKI yang tinggal di Bahrain. Dia bekerja sebagai waiter di sebuah total fish restaurant. Dialah yang paling sibuk ‘memperjuangkan’ saya agar saya bisa ke Bahrain. Dia yang menghubungi KBRI. Dia yang mengirimkan imel ke hotel untuk menjajaki calling visa untuk saya. Dia mencarikan tumpangan penginapan untuk saya. Dia juga mengirimkan kartu identitasnya demi meyakinkan Kedubes yang menerbitkan visa bahwa saya punya seseorang yang dituju di Bahrain. Dia bahkan sampai mengajukan cuti selama 10 hari agar bisa menemani saya mengunjungi tempat-tempat yang ingin saya tuju. Hingga cutinya usai, dia masih memikirkan siapa yang akanmenemani saya berkeliling negara Bahrain jika dia sibuk bekerja. Dia sampai berusaha mencarikan driver dan kendaraan. Dan hingga saat ini… Saya masih belum juga bisa hadir di sana.

Tak hanya dia, seorang wanita mantan TKI juga ‘berjuang’ membantu saya agar bisa menembusi rintangan visa. Pernikahannya dengan warga negara Bahrain ternyata tak membuatnya menjadi istimewa dan memiliki hak untuk mengundang orang lain berkunjung ke sana.

[caption id="attachment_137874" align="alignright" width="300" caption="Kantor KBRI Bahrain"][/caption] Hmmmfffhhh… Maaf sahabat-sahabatku TKI, saya sudah tidak begitu bersemangat lagi untuk mengunjungi Bahrain. Sudah banyak upaya yang saya lakukan demi memperoleh visa untuk berkunjung ke sana. Mulai dari mencoba meminta tolong kawan di Kemenlu, kenalan di KBRI Bahrain, dosen yang bekerja di perguruan tinggi setempat, meminta bantuan ke Badan Kerjasama Luar Negeri (BKLN) dari partai Islam, minta bantuan pada kenalan seorang istri pejabat di Kemendag, minta bantuan 2 biro travel, dan sebagainya…. Semuanya akhirnya mentok.

Ya… Saya sepertinya harus membuat strategi baru. Jika tak bisa masuk ke Bahrain, saya akan mencoba menjajaki pertemuan dengan calon informan penelitian saya di luar negara Bahrain. Dan itu yang saat ini saya lakukan…

Tapi… Saya tidak lupa dengan usaha-usaha kita. Tersentuh hati saya membaca PM di Inbox Kompasiana: “Waduhhh… Sedih juga aku dengarnya. Ternyata harus melibatkan pihak kementrian juga. Kemampuan dan wewenang saya sangat terbatas dalam membantu Mbak untuk mengajukan permohonan visa…”.

Ya, tentu saja, para TKI memiliki kemampuan yang amat sangat terbatas. Wewenang? Ah, siapa mereka yang bisa memiliki wewenang. Sama seperti saya. Siapa bilang status mahasiswa menjadi lebih bermakna bagi pemerintah untuk membantu saya daripada TKI. KBRI setempat toh nyatanya juga tak membantu banyak mengupayakan agar saya bisa masuk ke negara Bahrain. Surat pengantar dari kampus pun tak mempan menembus pertahanan Kedubes untuk menerbitkan visa untuk saya. Minta bantuan calling visa atau sponsorship dari institusi yang mau saya kunjungi? Ah, siapa saya yang membuat mereka harus repot-repot mengurus administrasi demi membantu saya masuk ke negara tersebut.

Ya sudahlah…

Lho?

[caption id="attachment_137875" align="alignleft" width="300" caption="Foto Ira Wibowo di Twitter (Sumber: www.celebrity.okezone.com)"][/caption] Terus kok judulnya ada “Ira Wibowo” segala? Apa hubungannya dengan Ira Wibowo?

Hmmmffffhh…

Saya iri dengan Ira Wibowo dan Katon Bagaskara. Sejumlah media menceritakan tentang kehadiran mereka yang berlebaran di London atas UNDANGAN DARI KBRI LONDON untuk mengisi acara temu masyarakat dalam acara halal bihalal yang digelar di Wisma Nusantara.

http://www.antaranews.com/berita/274039/ira-wibowo-shalat-ied-di-kbri-london

Apa artinya? Artinya banyak. Dan saya mungkin salah mengartikan bahwa KBRI MEMILIKI HAK UNTUK MENGUNDANG SESEORANG UNTUK MENGUNJUNGI NEGARA DI MANA MEREKA BERADA.

Ya, siapa saya. Siapa sahabat-sahabat saya. Bahkan KBRI yang merepresentasikan kehadiran pemerintah Indonesia di luar sana ternyata lebih memberi perhatian untuk profesi keartisan. Ya, semoga kami-kami yang memilih jalan di luar keartisan dapat menjadi lebih gigih untuk berjuang mencari jalan penghidupan yang kami pilih…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun