Mohon tunggu...
Khairunnisa Musari
Khairunnisa Musari Mohon Tunggu... lainnya -

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala" - Sayyid Quthb. Untuk artikel 'serius', sila mampir ke khairunnisamusari.blogspot.com dan/atau http://www.scribd.com/Khairunnisa%20Musari...

Selanjutnya

Tutup

Money

Chocolate from Jember (2): Dari Jember untuk Indonesia

28 Februari 2011   05:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:12 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini adalah sambungan dari Chocolate from Jember (1). Tulisan ini juga pernah dimuat secara berseri pada kolom ekonomi saya di media lokal. Artikel ini saya kutipkan sekali lagi semata untuk menambah informasi tentang keberadaan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia di sebuah kota kecil bernama Jember.

Seperti postingan saya sebelumnya, Puslitkoka berjaya di dunia tapi terasing di negeri sendiri. Kunjungan saya pada hari Sabtu lalu, 26 Februari 2011, adalah kunjungan ke-2. Kunjungan ke-1 saya lakukan pada minggu lalu, 19 Februari 2011, bersama tim relawan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Jember  dalam rangka aksi sosial. Ya, tahun ini Puslitkoka berulang tahun yang ke-100. Dalam rangka ini pula, Puslitkoka mengundang BSMI untuk melakukan kegiatan khitanan massal. Ada sekitar 120 anak yang diundang untuk mengikutinya. Acara tersebut berlangsung di Kantor Puslitkoka di kota Jember.

1298868287787039987
1298868287787039987

Kali ini, pada kunjungan saya yang ke-2, saya bersama pasukan kelas 4 dari RSDBI Al-Ikhlas Lumajang  mengunjungi kantor dan pabrik Puslitkoka yang dibangun di Kebun Renteng, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember. Membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit dari pusat kota Jember menuju lokasi ini. Dari Lumajang, membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Dari kunjungan inilah yang membuat saya merasa penting untuk mengutipkan kembali artikel berseri yang pernah saya tulis di kolom ekonomi Perspektif, Radar Jember, 25 September 2010.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

1298867664850822735
1298867664850822735
Chocolate from Jember (2)

Tulisan bersambung ini masih bicara tentang cokelat. Juga tentu saja tentang kakao. Sekedar flash-back, tulisan ini bermula dari sahabat keluarga yang bernama Om Bagyo yang memberi budget hadiah untuk Naj, anak saya yang kedua. Dengan budget yang ada, saya membelikan Naj bermacam-macam camilan, makanan, dan minuman. Salah satunya yang pasti tidak boleh ketinggalan adalah cokelat.

Ketika mencicipi cokelat, suami menyeletuk tentang bahan baku cokelat impor tersebut yang mungkin saja berasal dari Jember. Singkat cerita, cokelat sesungguhnya juga bisa menjadi ikon kota suwar-suwir ini.Keberadaan Puslitkoka-lah yang menjadikan Jember layak untuk menjadi pelaku utama dalam industri kakao nasional.

12988668791587670312
12988668791587670312

Dari sisi pasokan, mengacu pada Statistik Perkebunan Indonesia (2006-2008), kemampuan produksi Jember pada 2006 sebanyak 5.977 ton dengan lahan yang sudah digunakan seluas 5.013 ha. Sedangkan Bondowoso berkemampuan produksi sebanyak 225 ton dengan lahan yang sudah digunakan seluas 60 ha. Di Lumajang, produksinya mencapai 1.614 ton dengan lahan yang sudah digunakan 758 ha. Hal ini mengindikasikan bahwa wilayah Jember dan sekitarnya sesungguhnya sudah memiliki potensi sebagai pemasok kakao.

Namun demikian, sempat terdengar kabar bahwa produksi kakao Jember menunjukkan kecenderungan turun. Padahal, sebelumnya Jember merupakan penopang utama produksi kakao Indonesia yang dikirim ke Amerika dan Eropa. Saat ini, produksi kakao dari perusahaan perkebunan tidak banyak. Mugkin hanya berkisar 5.000 ton. Sisanya berasal dari kakao perkebunan rakyat. Total sekitar 600 ribu ton.

1298873888912499150
1298873888912499150
Dengan adanya benih Somatic Embriogenesis (SE) dari Puslitkoka, seharusnya persoalan produksi sudah dapat teratasi. Seiring dengan terus meningkatnya permintaan dalam dan luar negeri, maka pemerintah daerah seyogyanya mengambil peluang untuk meningkatkan kapasitas produksi kakao. Apalagi, sampai saat ini kualitas kakao yang diincar pasar dunia sebagian besar berasal dari Indonesia.

Bagi perusahaan asing, bisnis kakao di Indonesia merupakan lahan subur untuk meraup keuntungan besar. Mereka mendirikan perusahaan di Indonesia lalu membangun jaringan sampai ke pelosok-pelosok desa untuk mengumpulkan kakao petani. Selanjutnya, kakao diekspor dalam bentuk gelondongan dan setengah jadi dengan negara tujuan ekspor adalah jejaringpabrik mereka yang tersebar di berbagai negara Eropa, Amerika, Australia, dan Asia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun