Mohon tunggu...
Khairunnisa Musari
Khairunnisa Musari Mohon Tunggu... lainnya -

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala" - Sayyid Quthb. Untuk artikel 'serius', sila mampir ke khairunnisamusari.blogspot.com dan/atau http://www.scribd.com/Khairunnisa%20Musari...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kisah Anak Autis: Mogok Sekolah dan Memukul (3)

20 Oktober 2010   16:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:15 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_297047" align="alignleft" width="100" caption="Gambar diambil dari www.facebook.com"][/caption] Kembali tentang Bintang. Tadi pagi, ayah Bintang menghubungi saya. Seperti biasa, beliau sedang bermain golf. Disela-sela rehat sejenaknya, beliau menelpon. Ceritanya tak beranjak dari Bintang. Ya, Bintang berulah kembali. Senin lalu, Bintang sakit. Oleh dokter, Bintang dikasih memo untuk diserahkan ke sekolah bahwa Bintang harus istirahat 2 hari. Itu artinya, hari Kamis besok, Bintang sudah bisa masuk sekolah. Ayah Bintang mengatakan bahwa Bintang juga sudah tampak sehat. Bintang pun mengakui bahwa dirinya sudah tidak sakit lagi. Tapi... Bintang mau masuk sekolah hari Senin depan. Itu artinya, Bintang "menambah" waktu bolos sekolahnya. Tentu ini tidak akan jadi persoalan jika hari-hari sebelumnya Bintang rajin masuk sekolah. Persoalannya, bolos sekolahnya Bintang ini sudah untuk yang kesekian kalinya. Setiap kali bolos, Bintang bisa sepekan tak masuk sekolah... Hmmmmffffhhh... Beberapa kali saya mendengar ayah Bintang menghela nafas panjang. Tampak sekali resah dan gundah hatinya. Diceritakannya, pihak sekolah telah menawarkan agar Bintang mengikuti individual class. Dengan begitu, Bintang tidak perlu harus masuk sekolah seperti siswa lainnya. Ayah Bintang pun mempertimbangkan tawaran tersebut. Tapi... Bintang menolak keras. Alasannya, Bintang tidak mau jika tidak bertemu dengan teman-teman sekelasnya. Tapi... Begitulah Bintang, dia tidak konsisten. Setiap kali ada ulangan atau ujian, Bintang nyatanya mogok sekolah. Adaaaaaa saja alasannya... Mmmmfffhhhh... Berulang kali ayah Bintang menghela nafas. Mungkin sesak di dadanya menahan duka batin karena memikirkan Bintang. "Saya sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Saya tidak membayangkan jika Bintang seperti ini terus. Saya tidak mau terlalu mengerasinya karena saya khawatit Bintang akan menyakiti dirinya atau menyakiti orang lain. Saya tidak mau memaksa Bintang harus sekolah. Saya tidak mau Bintang marah. Jika Bintang marah, Bintang akan melempar segala sesuatu. Bahkan Bintang akan memukul ibunya. Juga saya... Bintang semakin besar. Kami berdua sudah tidak selalu mampu mengatasinya jika Bintang marah". Mmmmffffhhh... Kali ini, saya yang menghela nafas panjang. Tak bisa berkata apa-apa. "Sekolah menyarankan agar Bintang nanti waktu SMU mengikuti kelas Paket C. Saya tidak ada masalah. Kami toh juga tidak pernah menuntut Bintang untuk bisa lulus sekolah. Bagi kami, cukuplah jika Bintang bisa mandiri dan dapat menemukan minatnya terhadap sesuatu untuk masa depannya. Kami tidak mungkin bisa mendampingi seterusnya". Mmmffffhhh... Kembali saya menghela nafas panjang. Kami berdua sama-sama terdiam membisu dengan pikirannya masing-masing. "Pak, sabar ya... Insya Allah Bintang nanti berubah... Jangan berhenti berdoa", kata saya pelan. "Iya, saya tidak berhenti berdoa kok. Apalagi yang bisa saya lakukan. Saya hanya bisa meminta ridhoNya saja. Dijalani saja....," sahut ayah Bintang. "Bapak masih rajin sholat malam?" tanya saya. "Iya, masih sholat malam. Kalau bangun...." jawab Ayah Bintang sambil sedikit terkekeh-kekeh. "Tapi saya rajin Dhuha, lho!" serunya cepat. "Alhamdulillah kalau begitu. Tetap percaya ya Pak sama Allah kalau Allah itu pasti punya rencana baik untuk kita," timpal saya. "Iya Iya... Saya masih percaya itu kok. Cuman kalau situasi sudah tidak enak begini, selalu saja muncul pikiran-pikiran bagaimana dengan Bintang nanti kalau sudah tidak ada saya dan ibunya. Ditambah lagi dengan keadaan pekerjaan saya yang sudah seperti orang pensiunan. Entahlah, organisasi saya ini kok tidak segera mengambil sikap. Posisi saya kan jadi menggantung. Kalau saya mau dikeluarkan, ya dikeluarkan saja. Kalau memang tidak, ya saya mestinya kan dipanggil bekerja. Tidak seperti sekarang ini. Kalau saya mendatangi dan menanyakan pada organisasi, saya merasa seperti mengemis. Saya tidak mau seperti itu. Hmmmmmffffhhh, banyaklah yang jadi pikiran saya beberapa hari ini. Saya tidak terlalu pusing dengan urusan organisasi. Yang bikin saya pikiran ya masalah Bintang." ---------------------------------------------------------------------------------- Untuk ayah Bintang. Tetap sabar ya, Pak. Jangan biarkan ketakutan itu mengendalikan diri Bapak. Ujian kehidupan selalu datang silih berganti Selesai satu, akan muncul yang lain. Lakukan saja apa yang terbaik yang Bapak bisa lakukan untuk Bintang. Jangan khawatir, Allah sebaik-baiknya penjaga. Bintang pasti akan dijagaNya. ~~~Teriring doa untuk Bintang di sana~~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun