Mohon tunggu...
Khairunnisa Alkhawarijmi
Khairunnisa Alkhawarijmi Mohon Tunggu... Lainnya - Undergraduate Student Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Khairunnisa Alkhawarijmi is the person who interest in law, finance, and travel.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penilaian terhadap Peraturan Darurat yang Dibentuk dan Perlunya Pendekatan Multidisipliner Reformasi Kebijakan Covid-19

7 Desember 2020   19:36 Diperbarui: 9 Desember 2020   21:00 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumlah angka persebaran COVID-19 kian menjadi perhatian bagi seluruh masyarakat yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari SATGAS Penanganan COVID-19 saat ini terkonfirmasi ada sekitar 344.749 orang yang tertular COVID-19, 267.851 orang yang berhasil sembuh dari COVID-19, dan 12.156 orang yang meninggal dunia akibat COVID-19 ini. Atas kenaikan tersebut Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-9 di Asia dengan tambahan kasus sekitar 4000-an orang perharinya.

Sehubungan dengan meningkatnya kasus COVID-19 telah memunculkan dampak bagi perubahan sosial yang ada di masyarakat. Dampak-dampak ini lah yang membuat pemerintah terus berupaya untuk membuat kebijakan-kebijakan yang bisa menyelamatkan masyarakat dari naiknya kasus tertular COVID-19.

Upaya pemerintah dalam menangani COVID-19 ini mengeluarkan kebijakan seperti Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2020 Tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Corona Virus Desease 19 (COVID-19). Tertulis dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa kegiatan PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan keagiatan keagamaan atau rohani di tempat ibadah, dan pembatasan kegiatan di fasilitas umum. Selain itu, kegiatan PSBB ditambahkan pula oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penangan COVID-19 Pasal 13 yaitu kegiatan sosial budaya dan pembatasan transportasi yang mana pembatasan ini dapat diperpanjang jika penyebaran semakin luas tetapi terdapat pengecualian pada pembatasan tempat kerja yaitu pada instansi yang menyediakan pelayanan berupa pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya. 

Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah di atas sebenarnya untuk saat ini dinilai belum efektif meskipun pemerintah menganggap sudah cukup maksimal dalam penanganan COVID-19 namun nyatanya masih kurang responsif dan lalai dalam menjalankan tugasnya baik dari segi pemberian himbauan kepada masyarakat contohnya seperti pada awal isu virus corona masuk ke Indonesia pada Bulan Maret pesan yang disampaikan oleh pemerintah terkesan meremehkan, tidak mempertimbangkan bahaya dan dampak-dampak yang akan terjadi sehingga menyebabkan ketiadaan strategi yang jelas dalam penanganan kasus persebaran COVID-19 serta pemerintah kurang mengevaluasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri sehingga konsistensi dari sebuah kebijakan itu masih sangat minim. Selain itu, fokus pemerintah juga masih kurang dalam memperhatikan kebijakan-kebijakan darurat yang guna mengangani baik kasus penularan COVID-19 maupun dampak-dampak sosial, ekonomi, dan psikologis yang terjadi pada masyarakat. Pemerintah memilih untuk membahas mengenai RUU yang menumbunkan kontra di Masyarakat Indonesia yaitu Omnibus Law UU Cipta Kerja dengan alasan suatu reformasi dari kebijakan guna pemulihan krisis ekonomi akibat pandemi.

Dalam pembuatan kebijakan oleh pemerintah seharusnya bisa melihat dua sisi kebutuhan baik dari suatu negara maupun yang ada di masyarakatnya. Proses pembuatan kebijakan bisa melihat keadaan sosial masyarakat menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan melalui metode multidisipliner. Metode multidisipliner adalah metode penelitian yang menggunakan pendekatan berbagai macam ilmu pengetahuan yang relavan. Ilmu yang digunakan tersebut menggunakan berbagai macam cabang ilmu yang nantinya ilmu inilah yang seharusnya dipertimbangkan oleh pemerintah dalam membuat suatu kebijakan untuk masyarakat agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pada saat ini memang dirasa sangat diperlukan untuk mereformasi kebijakan untuk beradaptasi dalam menghadapi masa-masa pandemi ini namun harus memikirkan dampak dari berbagai sektor ilmu sosial baik ekonomi, psikologis, dan sosiologis. 

A. Sektor Ekonomi

Di era pandemi saat ini beberapa start-up bahkan perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan dikarenakan daya beli masyarakat yang mengalami penurunan dan masyarakat lebih memilih untuk membeli barang yang hanya dibutuhkan. Tidak hanya itu bahkan buruknya bisa mencapai penutupan pelayanan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti gagalnya mengelola keuangan dan kurangnya promosi karena biaya yang terlalu besar. Terdapat data yang dilansir oleh Kata Data yang memperkirakan bahwa sekitar 48,9 % perusahaan digital yang akan bertahan lebih dari satu tahun, 20,9 % perusahaan yang akan bertahan selama 6 sampai 12 bulan, 20,1% perusahaan 3 sampai 6 bulan, dan 10% perusahaan 3 bulan. 

Sumber: katadata.co.id
Sumber: katadata.co.id
Dari data yang telah dipaparkan menunjukan bahwa adanya COVID-19 berdampak pada penurunan PDB (Produk Domestik Bruto) yang mana ada hubungannya terhadap akibat dari penurunan daya beli masyarakat menyebabkan keanjlokan pada pendapatan perusahaan yang menyebabkan karyawan-karyawan perusahaan yang di PHK yang mana berpotensi banyaknya pengangguran. Hal ini berdampak pada perlambatan ekonomi nasional. Saat ini pemerintah terus berupaya untuk menjaga kestabilan ekonomi dimasyarakat dengan cara mengantisipasi stabilitas di sektor keuangan. Upaya pemerintah ini diwujudkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan bersamaan dengan diterbitkannya Perppu No.21 Tahun 2020 tentang Tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Corona Virus Desease 19 (COVID-19). Namun, Kebijakan PSBB juga dinilai kurang efektif dalam menangani perekonomian yang ada di Indonesia. Kementerian perekonomian mengusulkan agar Indonesia menerapkan new normal agar keadaan perekonomian Indonesia perlahan dapat pulih. Hal ini disepakati oleh kementerian kesehatan dengan cara menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.01.07/MENKES/328/2020 yang membahas mengenai panduan pencegahan dan pengendalian COVID-19 di tempat kerja perkantoran dan industri dalam kegiatan usaha dikala pandemi.

B. Psikologis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun