Aku terbelalak sampai melepaskan kedua tanganku yang tadi menutupi mata. Cahaya merah terang itu sirna, terganti oleh sesosok makhluk aneh buruk rupa. Badannya kekar dan tinggi mirip postur seorang pria penjaga istana. Kulitnya merah bata, nyaris menyerupai warna darah.Â
Makhluk itu tidak mengenakan pakaian, tapi dipenuhi rambut-rambut hitam lebat dari leher hingga kaki. Wajahnya terlihat seperti habis di silet. Banyak garis membentang sana sini. Hidungnya terlalu sempurna dibandingkan punyaku. Juga tanduk? Aku tahu. Inilah yang paling membuatku takut. Tanduknya mengelung dan runcing diujungnya seperti banteng.
"Putri Lily? Benar?"
Makhluk itu berbicara dengan bahasa manusia. Bukan itu yang membuatku terkejut, tapi panggilannya. Dengan berani, aku maju selangkah hingga jarakku dan dia sekitar lima puluh senti.
"Ya. Dari mana kau tahu namaku?"
Pertanyaan itu dibalas dengan seringaian. Dua bola mata merah darah itu menyala dalam kegelapan. Dia maju lebih dekat. Tangan besar berbulunya menggapai tangan kananku. Punggung tanganku terlihat menjulur kearahnya. Aku hampir terjungkal kaget saat dia tiba-tiba berlutut dengan satu kaki di hadapanku. Pelan-pelan, aku merasakan sesuatu yang hangat menyentuh kulit punggung tanganku. Makhluk aneh itu mencium tanganku. Ada seperti sengatan listrik yang menjalari tubuhku. Merasuk hingga ke hati. Perasaan ini seolah tidak asing untukku.
"Siapa sebenarnya dirimu?" tanyaku.
Makhluk itu mengangkat wajahnya menghadapku. Mata itu menyendu ketika menatapku. Mungkinkah itu perasaan rindu? Ah, aku sungguh tak tahu. Aku tak mengenalnya, tapi sangat ingin mengenalnya.
"Aku ...."
"ALAN!!! BANGUN GAK! KALO GAK IBU TENGGELAMKAN ALAT DJ MU!"
"Wuuahhh! Anjriitt! Jangan dong, Bu!"