Adam merasa semakin bingung. "Apa yang harus kita lakukan, Ayah?Jangan kayak gini, yah!"
Ayahnya menjawab, "Kita harus bersabar dan menerima segalanya dengan legowo jika sang Ratu Ular menjemputmu."
Adam tidak mengerti apa yang diucapkan oleh ayahnya. Ratu Ular? Apa artinya semua ini? Dia merasa semakin terpojok dan terjebak dalam situasi yang semakin gelap.
Sementara itu, para orang asing dalam pakaian merah terus berdiri dengan wajah yang dingin, mengawasi Adam seperti para penonton dalam pertunjukan yang mengerikan. Mereka tidak berbicara, hanya berdiri di sana dengan kehadiran mereka yang menakutkan.
Adam mencoba untuk mengingat kembali apa yang terjadi sebelum dia terbangun di atas batu persembahan ini. Mimpi buruk tentang ular-ular berbisa dan suara aneh yang mengagumkan. Semua itu seolah-olah menjadi bagian dari kenyataan yang menakutkan.
Para orang asing mulai merapalkan mantra dengan suara yang semakin menggema di hutan yang gelap. Mereka mengelilingi batu persembahan dengan gerakan aneh, dan Adam merasa semakin terjebak. Tubuhnya masih kaku, dan dia tidak bisa bergerak.
Sarah, ibunya, mulai membasuh seluruh tubuh Adam dengan air yang tampaknya adalah darah. Adam merasa sensasi yang sangat aneh dan menjijikkan saat air itu menyentuh kulitnya. Dia mencoba berteriak, tetapi suaranya hanya keluar dalam bisikan lemah.
Amir, ayahnya, terus berbisik di telinga Adam, memaksa dia untuk menerima segalanya dengan legowo. Dia mengatakan bahwa mereka menyayangi Adam, tetapi kata-kata itu terdengar begitu palsu dan menyeramkan dalam situasi ini.
Tiba-tiba, Adam mendengar suara gemuruh yang mendekat. Itu seperti suara sesuatu yang berlari dari balik tanah, semakin mendekat dan semakin kuat. Dia mencoba melihat ke arah suara itu, dan mata terbuka lebar saat dia melihat sosok ular putih besar yang muncul dari dalam tanah.
Ular itu memiliki mata merah yang menakutkan, dan dia mulai merayap dan melilit tubuh Adam yang terjebak di atas batu persembahan. Adam merasa sesak napas karena lilitan ular itu, dan ketakutan memenuhi pikirannya.
"Maafkan kami, Adam," bisik Sarah dengan air mata mengalir dari matanya.