Mohon tunggu...
Khairul Leon
Khairul Leon Mohon Tunggu... Freelancer - Pengangguran banyak acara

Seorang silent reader yang baru belajar menulis di Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memanen Berkah Air Hujan untuk Masa Depan

29 Oktober 2019   22:35 Diperbarui: 29 Oktober 2019   22:46 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekeringan di Bogor (Foto: Khairul Anwar)

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Romo V. Kirjito di kawasan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dilaporkan bahwa air hujan adalah air rendah mineral. Baik itu dari hujan ke hujan yang lain, maupun dari bak yang satu ke bak penyimpanan yang lain. Bahkan, pada air hujan yang ditampung pada kedung/bak dari tanah, semuanya tidak ada yang kandungan mineralnya melebihi standar WHO, yaitu 50 ppm.

Romo V. Karjito menambahkan, bahwa ia tidak pernah menemukan air hujan yang asam, baik yang sudah disimpan di bak maupun dalam botol tertutup. Semua air hujan dalam penelitian tersebut memiliki pH tinggi di atas 8. Jadi, memiliki simpanan air hujan sebetulnya harus bangga karna air hujan merupakan sumber air, alami, bersih, layak dikonsumsi dan tidak disukai oleh bakteri, Sebab bakteri tidak akan hidup dalam air murni atau aquadestilata.

Desa Meryan, Boyolali (Foto: Khairul Anwar)
Desa Meryan, Boyolali (Foto: Khairul Anwar)

Gerakan panen air hujan sudah banyak dirasakan manfaatnya di berbagai daerah, salah satunya yaitu di Desa Mriyan, Kec Tamansari, Kab Boyolali. Desa ini berada di lereng gunung Merapi yang menjadi salah satu sumber mata air AQUA. Namun, walaupun berada di kawasan hulu, daerah ini sering mengalami kekeringan air sebab kontur tanahnya yang porous, yaitu jenis tanah yang mampu dengan mudah dan cepat meresapkan air karena memiliki rongga pori-pori yang dominan.

Walaupun begitu, setiap kepala keluarga di Desa Mriyan sudah menerapkan konsep Panen Air Hujan (PAH) digabungkan dengan pembuatan sumur resapan, sehingga warga tidak pernah mengalami kekurangan air walau berada dimusim kemarau sekalipun.

Ibu Titik Susana Ristyawati dari Lembaga Pengembangan Teknologi Perdesaan (LPTP) Desa Mriyan menjelaskan, karakter hulu DAS di Desa Mriyan adalah kering dan bersifat porous. Ia juga menambahkan bahwa tidak semua hulu DAS berbentuk hulu sungai. Untuk mengantisipasi kekeringan air warga sudah membuat kolam penampungan air hujan secara permanen. Ada juga tangki-tangki air hujan yang disimpan di berbagai fasilitas umum seperti masjid untuk  berwudhu.

Bapak Painu, ketua RT Desa Mriyan menambahkan, “musim kemarau dapat berlangsung sampai 4-5 bulan. Penampungan air hujan yang sudah dibuat secara turun temurun ini dapat mencukupi kebutuhan air selama musim kemarau”.

Praktik memanen air hujan yang mudah dan sederhana ini dapat menjadi langkah yang efektif untuk konservasi air. Sekali tangki air sudah berdiri, air dapat ditangkap dan disimpan untuk beberapa tahun tanpa tambahan biaya.

Dengan dukungan dari Pemerintah Daerah dan kesadaran masyarakat akan potensi air hujan, diharapkan warga mampu membuat penampungan air hujan di rumah masing-masing. Rumah tangga perlu mendapat informasi yang cukup mengenai potensi pemanfaatan air hujan beserta implikasinya dari aspek kesehatan, finansial, lingkungan dan lainnya.

Yuk, memanen air hujan!

________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun