Secara garis besar, ada tiga komponen dalam alat pemanenan air hujan dari atap bangunan ini. Collector berupa atap bangunan, conveyor sebagai saluran air, dan storage berupa tangki penyimpanan air. Awalnya, air hujan akan menerpa atap bangunan dan terkumpul melalui talang (gutter) di sekeliling bangunan. Agar terhindar dari pencemaran, dinding atap itu tidak boleh menggunakan bahan asbes serta jangan mengalami pengecatan yang mengandung unsur yang mungkin mencemari air, seperti chrome, besi atau metal. Atap sebaliknya juga tidak terganggu oleh pepohonan, sehingga tidak ada dedaunan atau kotoran hewan yang ikut mengalir melalui talang (conveyor). Sebagai proses pembersihan awal, perlu dipasang alat penyaring/alat yang berbentuk tipping bucket atau alat penyaringan lainnya untuk kemudian air yang kotor disalurkan melalui pipa air menuju saluran drainase, dan air yang sudah cukup bersih disalurkan ke bak penampungan.
Meskipun pemanenan air hujan roof-based system relatif lebih rendah kontaminasinya kedua sistem tersebut memiliki peluang yang sama, yaitu tercemar oleh lingkungan sekitar. Air hujan yang dipanen di kawasan lingkungan yang masih asri, seperti lokasi tinggi pada daerah pegunungan, kawasan yang paling kurang terpolusi di dunia, akan menghasilkan air hujan yang sangat bersih dibandingkan yang dipanen dari kawasan kota-kota besar dan pusat industri. Oleh karna itu, air hujan yang terkumpul perlu mengalami perlakuan atau pengolahan air sebelum air tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Tingkat perlakuan yang perlu dilakukan sangat tergantung pada tujuan penggunaan air tersebut, yaitu sebagai potable atau non potable. Air dikatakan dapat digunakan sebagai potable, misalnya untuk air minum dan pengolaan pangan. Sementara, air dikatakan sebagai non potable misalnya untuk keperluan mandi, mencuci piring, mencuci tangan dan lain-lain.
AMANKAH MENGONSUMSI AIR HUJAN?
Air hujan yang ditampung sudah tentu bisa dipakai untuk keperluan non potable, Sementara untuk pemanfaatan air hujan sebagai air minum (potable) perlu melalui penelitian terlebih dahulu.
Menurut dr. Nurul Mutumanikam selaku ketua Departemen Imu Gizi Fakultas Kedokteran UI, Air hujan itu bercampur dengan segala macam material seperti asap atau polusi udara. Banyak zat terlarut yang pada saat penguapan terus turun ikut larut di dalamnya. Kita juga tidak tahu apa yang ada di udara bebas. Kalau dulu mungkin masih tidak mengapa. Tapi kalau sekarang sudah banyak polusi udara. Â Tidak aman dikonsumsi.
Lebih baik air hujan itu ditampung, kemudian diproses. Tapi proses tertentu, seperti proses elektroforosis. Meski begitu kandungan baik (zat-zat baik) dalam air hujan tetap ada, hanya saja perlu proses untuk membuang kandungan/zat yang berbahaya.
Untuk proses pengolahan yang tepat, ada standarnya. Kalau direbus saja tidak cukup karena mengubah komponen di dalamnya, karena mungkin ada zat yang lebih kita butuhkan ternyata hilang akibat proses tersebut.
Agus Maryono dalam bukunya yang berjudul Memanen Air Hujan menjelaskan, Proses pengolahan air hujan yaitu dengan cara melakukan ionisasi dengan menggunakan alat sederhana arus searah atau DC. Molekul-molekul air akan terurai menjadi dua kelompok, yaitu ion negative OH- dan ion positif H+. Air yang basa/negative bersifat sangat jernih, tidak berbau dan terasa enak dilidah. Selain menyehatkan, mereka yang minum air basa tersebut baik keringat, kotoran, serta nafas mulutnya tidak terlalu berbau busuk.