Mohon tunggu...
khairullah aka
khairullah aka Mohon Tunggu... -

senang membaca dan berusaha untuk bisa menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bom Waktu Senilai 1,3 Milyar

21 Desember 2011   15:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:56 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Lampung Selatan telah mengesahkan anggaran dan pendapatan belanja daerah perubahan tahun 2011. Include didalamnya, mata anggaran pembuatan patung Zainal Abidin Pagar Alam, senilai 1,3 milyar rupiah.

Pembangunan monemen dipusat kota Kalianda ini, sontak membuat masyarakat terkejut. Betapa tidak, patung Raden Intan II yang kini masih berdiri kokoh dipertigaan jalan lintas sumatera, tidak pernah terjamah perbaikan sejak pertama kali dibangun pada tahun 90-an.

Jika ditilik seksama, sepertinya ada diskriminasi, dan pemaksaan simbol penjasaan dikota kecil ini. membangun patung Zainal Abidin Pagar Alam di Kalianda sama saja mengibarkan bendera syakwa sangka kepada pemerintahan Rycko Menoza, yang tak lain adalah cucu Zainal Abidin Pagar Alam.

Tercium aroma politisasi yang kuat dalam pembuatan patung Zainal Abidin Pagar Alam. jika patung ini berdiri, seolah mantan bupati Lampung Selatan pada awal-awal berdirinya kabupaten ini adalah yang paling berjasa terhadap Kalianda. Kita tidak menafikan jasa Beliau terhadap provinsi Lampung, justru karena kiprah beliau yang menasional, akan lebih baik jika monumennya didirikan diibukota provinsi, atau di Bakauheni sebagai pintu gerbang masuk ke pulau Sumatera.
Untuk meninabobokan warga lokal, pemerintah daerah berjanji memugar patung Raden Intan II di simpang tiga Fajar, Kalianda dan memoles makam Raden Intan II di desa Gedong Harta, kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.

"Tak bisa ditawar"

Berdirinya patung ZAP, sepertinya sudah harga mati, dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Berbagai bentuk penolakan yang dilakukan warga Kalianda seperti dianggap angin lalu. Patung yang menurut versi pemerintah daerah, akan menjadi simbol kota Kalianda Modern, akhir berdiri kokoh disimpang tiga jalan utama kota Kalianda.

Pencitraan politik dengan simbol-simbol untuk saat ini sudah uzur. Selayaknya politikus mengejowantahkan hasrat politiknya pada lajur yang tepat, rakyat akan empati melihat pemimpin yang membangun sekolah ditempat terpencil atau membangun sumur bor dilokasi yang sulit air, ketimbang membangun monumen yang menelan biaya besar untuk menonjolkan "keakuan" politik dangkal.

Kecendurungan pemimpin membangun, membuat atau melemparkan hal-hal yang kontroversial saat ini memang sedang naik daun. Kontroversi seperinya menjadi alat tunggangan politikus untuk mengail efek dominan dari masyarakat terhadap apa yang dilakukannya.

Ketika kekuasaan sudah digenggaman, hanya mereka yang berjiwa besar dan pemimpin sejati yang mampu mengolah politik menjadi menu santapan lezat dan bergizi bagi masyarakat, bukan sebaliknya, seperti muntah dari lambung manusia berpenyakit kronis.

"Politisasi Simbol"

Ketika pemerintah daerah berniat mendirikan simbol-simbol yang berkaitan langsung dengan sejarah dan harga diri warga lokal, sepantasnya eksekutif mengundang tokoh adat, tokoh masyarakat lokal yang tahu persis karakter dan sejarah kota Kalianda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun