Mohon tunggu...
khairul ikhwan d
khairul ikhwan d Mohon Tunggu... Penulis - pernah main hujan

sedikit demi sedikit, lama-lama habis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masalah Kanibalisme Itu

4 Maret 2022   10:59 Diperbarui: 4 Maret 2022   11:01 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marsden yang menerima informasi itu, tidak serta-merta percaya. Dia menulis, "Saya menemukan bahwa beberapa orang.. menikmati fakta bahwa di beberapa wilayah daging manusia dimakan oleh manusia lain. Namun tidak ada bukti tentang hal itu sebagai dari sejarah species manusia di sini. Saya tidak pernah melihat orang Batak melakukan hal tersebut dalam pesta makan-makan. Apalagi informasi tentang pemakanan daging manusia ini saya dapat dari mulut kedua atau ketiga. Saya cukup yakin dengan alasan saya ini dan saya tidak ingin memaksa kepercayaan seseorang tentang hal itu. Namun yang jelas, bukti-bukti yang ada sangat sedikit dan tidak cukup untuk membenarkan hal tersebut."

Jika merunut pada kisah tersebut, sesungguhnya tidak tergambar adanya proses kanibalisme itu. Hanya sebuah pembunuhan yang dibarengi dengan kegiatan pengulitan kepala. Tak lebih. Kanibalisme dalam kisah tersebut adalah asumsi. Jemari yang sedang dipanggang, belum tentu akan dimakan, bisa jadi cuma pelampiasan kebencian yang dibalut keisengan saja.

Pada saat pasukan Paderi menyerang Batak sekitar tahun 1818, ada juga laporan tentang jenazah pasukan Paderi yang dimutilasi dan kemungkinan dimakan. Setidaknya itu yang disampaikan Mangaradja Onggang Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao yang terbit tahun 1964. Namun buku itu menurut Hamka banyak salahnya, makanya Hamka kemudian membuat buku bantahan dengan judul Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao yang terbit sepuluh tahun kemudian.

Praktek pembunuhan bukanlah sesuatu yang hanya terjadi di daerah Batak. Nun di Perancis sana, pembunuhan bisa jadi tontonan ketika guillotine dijatuhkan dan kepala terlempar beberapa depa dari batang leher. Di daratan Amerika Serikat, dulu, pengulitan kepala musuh adalah bagian dari ritual kepahlawanan.

Di Jerman, pembunuhan yang dilakukan terhadap jutaan orang Yahudi bahkan dikukuhkan dengan sebuah monumen dan dibuatkan museumnya. Di Kamboja, lokasi pelaksanaan eksekusi yang menjadi ritual harian Pol Pot malah jadi tempat wisata, lengkap dengan tengkorak dan gigi para korban yang menjalani prosesi eksekusi. Di Sabah, Malaysia, kepala-kepala hasil tebasan suku-suku pedalaman di zaman silam, dipajang di rabung atap agar dapat terlihat saat akan tidur.

Ketimpangan Kisah

Menjadi pertanyaan juga, bagaimana para pengelana asing bisa membuat catatan ringan tentang adanya praktik kanibalisme di Batak, namun tidak bisa menuliskan dengan jelas prosesi kanibalisme itu. Mereka bisa membuat peta tentang batas sungai anu dengan sungai ani, dan persinggungannya dengan sungai inu sebelum mencapai muara, lengkap dengan denah di mana kebun lada, di mana kebun kamper, kebun haminjon, namun tak pernah menuliskan detail seperti apa kasus kanibalisme itu, dan siapa yang menjadi korbannya.

Lance Castle misalnya menuliskan dalam bukunya, laporan paling awal tentang daerah pedalaman Batak Toba ditulis dua misionaris Inggris yang mengadakan kunjungan singkat ke lembah Silindung tahun 1824. Kendati terdapat bukti-bukti kanibalisme yang menyeramkan --demikian orang Batak konon memraktekkannya selama berabad-abad-- kedua misionaris itu menemukan bahwa lembah tersebut berpenduduk padat dan nampak teratur, tulis Castles.

Kedua misionaris yang dimaksud Castle adalah Richard Burton dan Nathaniel Ward, asal Inggris, yang memuat hasil kunjungannya dalam Report of a Journey into the Batak Country in the interior of Sumatra in the Year 1824 dan belakangan dimuat dalam Transaction of the Royal Asiatic Society tiga tahun kemudian.

Sejauh ini, sepertinya, belum ada ada bukti tentang praktik kanibalisme ini. Termasuk di Barus yang disebut-sebut sebagai salah satu kawasan yang masyarakatnya kanibal di zaman silam. Penelitian arkeologi yang dilakukan Ecole Francaise d'Extreme-Orient bersama Badan Arkeologi Nasional Indonesia tahun 2000, di situs Lobu Tua tidak menemukan adanya bukti berkenaan dengan hal itu. Setidaknya, hal itu tidak terlihat dalam laporan hasil penelitian yang tercantum dalam laporan Barus Seribu Tahun yang Lalu (2008). Tim itu hanya menemukan pecahan keramik, perhiasan dan beberapa batuan alat rumah tangga.

Mestinya bukti kanibalisme itu, jika memang ada di sana, dapat ditemukan dengan mudah. Orang zaman dahulu maupun zaman sekarang, biasanya mengumpulkan sampah dalam satu tempat. Tumpukan sampah itu menggambarkan apa yang mereka pergunakan dan apa yang mereka makan. Jika manusia adalah bagian dari menu makanan, maka semestinya tulangnya masuk kategori sampah dan dibuang di tempat sampah, seperti mereka membuang tulang-tulang binatang semacam rusa yang juga mereka makan. Jika ada temuan ini, setidaknya akan memberikan sedikit bukti tentang adanya tradisi kanibalisme di sana.

Atau begini, jika dalam satu kisah yang diterima Marsden bahwa ada korban pembunuhan yang dagingnya dipanggang, setidaknya ditemukan adanya potongan tulang yang mengindikasikan bekas dipanggang. Tulang-belulang bukanlah benda yang gampang melebur dalam tanah. Akhir 2009 lalu media massa memberitakan ditemukan situs kuno tempat berlangsungnya kanibalisme massal. Lokasinya di Desa Herxheim, kawasan barat daya Jerman. Penemuan itu terdiri dari 500 bagian tubuh manusia yang dipotong secara sengaja alias dimutilasi. Kejadiannya diperkirakan sekitar masa neolitikum atau sekitar tujuh ribu tahun lalu. Jadi jika, tulang zaman neolitikum saja bisa ditemukan, tentu tulang bekas kanibalisme sebelum masa datangnya misionaris di Batak juga dapat ditemukan, jika kanibalisme itu memang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun