Mohon tunggu...
Khairul Azan
Khairul Azan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Mutu dalam Pendidikan

23 November 2017   13:32 Diperbarui: 23 November 2017   13:42 1467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manajemen mutu terpadu (MMT) atau Total Quality Management (TQM) merupakan sesuatu yang baru dalam dunia pendidikan. MMT awal mulanya  berasal dari dunia bisnis. Sedikit sekali literatur yang membahas tentang MMT dalam bidang pendidikan sebelum tahun 1989-an. Sehingga mau tidak mau pada saat itu literatur MMT didunia bisnis menjadi acuan utama dalam penerapannya di dunia pendidikan. MMT adalah metode baru yang membuka mata dan fikiran para pengelola pendidikan dengan memandang mutu sebagai keharusan dan absolut. 

Metode MMT lahir pertama kali di Amerika pada awal tahun 1990-an dan  dalam tahun yang sama Inggris juga mengadopsi metode ini. Pada tahun inilah MMT mulai berkembang dalam sistem pendidikan di dua negara tersebut. Reorganisasi lembaga pendidikan yang mengadopsi sistem MMT bermula dari pendidikan tinggi dan berlanjut kepada sekolah-sekolah yang ada di Amerika dan Inggris.

Meskipun MMT mulai berkembang dan dikenal orang bukan berarti tidak ada kontra dari lembaga pendidikan lainnya yang ada dinegara tersebut. Masih terdapat keengganan dari sebagian besar lembaga pendidikan dalam penerapan metode baru ini. Keengganan itu didasari pada alasan kurang minatnya dari masing-masing lembaga atas penggunaan metode bisnis dalam pendidikan. Mereka mengganggap proses pendidikan tidaklah sama dengan proses penciptaan produk-produk layaknya dalam dunia industri.

Namun sikap kontra tersebut tidak berlama-lama dengan adanya strategi baru yang dilakukan oleh pelaku pendidikan yang betul-betul ingin menerapkan MMT dalam  pendidikan. Strategi tersebut berupa penempatan guru dalam industri. Darisanalah kerjasama antara pendidikan dan dunia bisnis mulai menemukan titik terang. Kerjasama tersebut merubah paradigma pelaku pendidikan lainnya untuk menerima konsep bisnis  dalam penerapannya dalam dunia pendidikan.

Dengan timbulnya pemahaman dan kerjasama yang baik tersebut membuat para pelaku pendidikan yang awalnya kontra menjadi pro. Keinginanan untuk terus mengkaji dan menerapkan konsep mutu menjadi berkembang pesat. Peningkatan mutu menjadi semakin penting untuk dipahami dan dilaksanakan bagi setiap lembaga pendidikan. Awalnya mutu sebagai sesuatu yang dipertentangkan berubah menjadi sesuatu yang perlu dilakukan. Pelayanan atas jasa pendidikan menjadi prioritas utama bagi institusi. Dimana pelayanan tersebut tertuju pada siswa sebagai pelanggan pendidikan.

Fokus atas kebutuhan pelanggan menjadi hal yang tak asing lagi terdengar dari masing-masing instusi. Semuanya melek akan mutu. Segala kegiatan diarahkan pada terciptakan kepuasan dari pelanggan yang dimiliki. Kegiatan berbasis prencanaan mulai dilakukan. Transparansi program sekolah menjadi suatu prinsip yang dilakukan oleh masing-masing lembaga. Tranparansi program dilakukan guna memberikan kejelasan kepada orang tua tentang program pendidikan dan bisa memberikan masukan dari para orang tua.

Beranjak dari sana mulailah manajemen mutu terpadu dalam pendidikan mendapatkan dukungan resmi dari beberapa lembaga. Kurang lebihnya tercatat ada 16 lembaga pendidikan yang menyatakan siap untuk melaksanakan MMT. Pada tahun itu (1991) para Dewan Rektor dan Kepala Sekolah mulai mempublikasikan MMT lewat sebuah buku yang berjudul "Teaching Standards and Exellence in Higher Education".Dari tahun tersebutlah mulai MMT dikenal oleh kebeberapa negara lainnnya dan terus berkembang hingga saat ini. Bahkan sekarang termasuk Indonesia manajemen mutu terpadu bukan lagi sesuatu yang asing kita dengar melainkan telah mendarah daging dalam sistem pendidikan nasional kita.  

Sumber bacaan

1. Edward Sallis. (2007). Total Quality Management In Education; Manajemen Mutu Pendidikan. (Penerjemah: Ahma Ali Riyadi dan Fahrurrozi), cetakan ke. V, Yogyakarta: IRCISoD.

2. Lewis Elton and Patricia Partingson. (October 1991). Teaching Standars and Excellence in Higher Education,Occasional Green paper No. 1, Sheffield, Committe of Vice-Chancellors and Principals of the Universities of the United Kingdom.

*Sumber gambar: Google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun