Di sebuah toko buku yang penjaganya adalah seorang lelaki tua dengan perawakan kurus tak berdaya, Tina yang sudah lama jadi pelacur mematung sambil menatap buku berwarna hitam karya entah siapa. Perempuan itu tertarik untuk membaca buku yang nampaknya sudah usang dan tak terurus. Sudah buluk seperti klitoris pelacur senior yang paling dia benci, Romlah.
"Buku buluk biasanya dalamnya enggak terlalu busuk," ucap Tina si perek nomor wahid selama beberapa bulan belakangan itu. Ia pun mengeluarkan uang hasil mengangkangnya, memboyong buku itu pulang.
Lelaki tua penjaga toko buku sedikit heran melihat buku yang dibeli oleh Tina. "Sudah lama sekali buku ini bertengger di rak buku dan tak ada yang menyentuh," katanya.
Tina tersenyum, "bukannya buku itu seperti pelacur, Pak? Yang terburuk wajahnya belum tentu terburuk pelayanannya."
Sedikit terbelalak wajah penjaga toko buku, namun dengan cepat berubah dan tertarik dengan arah pembicaraan.
"Bukan, Dik. Buku itu seperti agama, jumlah penganut belum tentu merepresentasikan kebenaran," sambung lelaki itu.
"Hahaha, iya, Pak. Terserah apa pun itu." Tina pun merogoh tasnya, membayar dan beranjak pulang.
Sesampainya di rumah bordil yang sudah dianggap seperti rumah Tuhan dan rumah sendiri, ia langsung berlari ke kamar. Tina sudah bertekad untuk tidak menerima tamu hari ini. Dia ingin istirahat, pelacur dengan jam terbang tinggi sepertinya juga membutuhkan waktu sendiri. Sejenak minum segelas teh dan membaca buku tentunya. Siapa tahu bisa jadi jalan penggugur dosa.
Melawati lorong, perempuan itu pun lewat dari beberapa kamar pelacur lain, termasuk kamar Romlah. Buruknya, di sana perek itu sedang duduk dengan wajah tanpa make up, daster usang dan sebatang rokok di sela-sela jarinya. Santai.
"Kau beli buku lagi?" tanyanya menyapa sang junior.
"Iya, buku usang yang menarik." Tina menunjukkan buku barunya.
"Cih!" Seketika setelah melihat sampul buku itu, Romlah meludah dan tersenyum getir. Amat getir seperti saat Colombus melihat ketenarannya ditelan Amerigo Vespucci.
"Buku yang jelek dari penulis yang menjijikkan," sambung Romlah.
Tina langsung memasang wajah heran, hatinya sedikit tersinggung. "Kenapa bilang begitu?"
Seniornya menghirup asap dengan syahdu sejenak, membuangnya dengan helaan nafas lelah pada dunia. "Penulisnya adalah mantan suamiku."
Tina langsung terdiam dan Romlah pun kembali menghisap tembakaunya, membuang asap berulang-ulang dengan helaan nafas yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H