Mohon tunggu...
Khairul Anwar
Khairul Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Warga Bumi

Penikmat Teh Anget di Pagi Hari

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengalaman Belajar Menulis dari Aktivis Perempuan Kalis Mardiasih

11 Juni 2023   22:42 Diperbarui: 11 Juni 2023   22:49 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya pribadi baru tahu sosok Kalis Mardiasih dalam 1,5 tahun terakhir ini. Mulanya saya mengenalnya lewat status-status yang dibagikan Kalis di akun instagram pribadinya, lalu beberapa bulan kemudian saya akhirnya bisa bertemu langsung dengan istri dari Agus Mulyadi, yang juga seorang penulis tersebut.

Saya bertemu Kalis di sebuah kegiatan yang, kegiatan itu merupakan event yang dapat menjadikan saya terlatih, membuat saya terasah akan bakat saya: Menulis.

Awal mula saya bisa bertemu Kalis Mardiasih adalah ketika saya iseng scroll beranda Instagram pada awal bulan Juni 2022. Ketika itu, saya melihat sebuah pengumuman yang cukup penting bagi peningkatan kualitas menulis saya. Pengumuman itu berasal dari akun instagram Jaringan Gusdurian yakni sebuah event menulis: Creator Academy. "wah menarik nih," ucapku dalam hati.

Saya baca isi pengumuman di pamflet tersebut. Di pamflet tersebut terdapat tiga ruang untuk berkarya yaitu Kelas Ilustrasi, Kelas Videografi dan Kelas Esai. Tentu saja, Kelas Esai yang menarik perhatian saya, ini karena memang saya kurang begitu tertarik terhadap dunia Ilustrasi dan Videografi.

Saya jauh lebih berminat dengan kelas menulis Esai. Saya yakin dengan mengikuti kelas ini, saya akan memperoleh peningkatan kualitas tentang cara bagaimana menulis Esai. "Bismillah, saya harus ikut ini," ucap ku lirih. Kalian tahu apa yang membuat saya tertarik mengikuti kelas Esai yang diadakan Jaringan Gusdurian ini?

Ya, salah satunya adalah karena adanya Kalis Mardiasih yang menjadi mentor pada acara kelas Esai tersebut. "Mentornya mbak Kalis, wah saya harus mengikuti acara ini nih,"pikirku.

Fyi, saya sebelumnya beberapa kali membaca artikel Kalis di media online, salah satu artikel yang saya baca adalah ketika Kalis mengkritik Youtubers Atta Halilintar yang ingin punya belasan anak. Tulisan-tulisan Kalis, menurut ku, rapi, mengalir, berkualitas, isinya banyak dagingnya. Selain itu, penggunaan kata dan kalimatnya, pas.

Saya harus jujur mengakui bahwa saya mengagumi tulisan-tulisan Kalis. Menjadi sosok seperti Kalis memang sulit, tapi setidaknya saya bisa menjadi seperti Kalis dalam hal KONSISTEN MENULIS. Tentang bagaimana cara Kalis menulis,  keistiqomahan dia menulis, dan apa-apa yang terkait dengan menulis, harus saya pahami. Itu saja.

Untuk membuat tulisan yang bagus seperti Kalis, saya rasa membutuhkan jam terbang yang banyak. Maka ketika ada event Creator Academy ini, saya enggan melewatkannya begitu saja. Saya mendaftar. Membuat draft naskah esai dan mengumpulkan esai-esai yang telah saya buat. Sebagai orang yang selalu optimis, tentu saja saya berharap bisa menjadi salah satu peserta yang terpilih.

Ketika tiba hari pengumuman peserta Creator Academy, saya tak sabar melihat hasilnya. Jantung saya seringkali berdetak kencang menunggu pengumuman itu. Dalam pikiran, saya sempat ragu saya bisa lolos seleksi. Tapi, puji tuhan, saya lolos untuk mengikuti event menulis itu. Nggak menyangka dan tentu saja bahagia. Kebahagiaan itu kemudian saya curahkan dengan memposting hasil pengumuman itu di status media sosial saya. Pendek kata, saya sudah tak sabar untuk belajar langsung dari salah satu penulis perempuan di republik ini, Kalis Mardiasih.

Bertemu Kalis Mardiasih

Singkat cerita, saya tiba di Sekretariat Jaringan Gusdurian, yang berada di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta itu, satu hari lebih awal dari jadwal acara. Salah satu ruangan di tempat itu kelak menjadi awal mula perjumpaan saya dengan Kalis, sosok aktivis muda Nahdlatul Ulama, yang begitu aktif dalam menulis.

Pada pagi di Jumat 28 Juli 2022, saya bersiap-siap untuk menerima materi dari Mbak Kalis, sapaan saya kepada perempuan berkacamata itu. Salah satu teman saya, yang juga sesama peserta Kelas Esai, bilang bahwa mbak Kalis sudah datang. "Mbak Kalis sudah berada di depan ('depan' yang dimaksud mungkin ruangan yang digunakan untuk sesi materi),"

"wah apa iya?," sahut ku.

"Iya, sudah ada di ruangan tuh,"

Mengetahui mbak Kalis sudah berada di lokasi acara, saya pun menyiapkan diri, dan berusaha untuk tidak gugup ketika bertemu dengan perempuan yang juga berjualan buku tersebut.

"Pagi mbak Kalis," sapa ku ketika memasuki ruangan tersebut.

"Pagi," jawab mbak Kalis.

Kalau ingatan tak khilaf, mbak Kalis saat itu memakai baju berwarna hijau dan kerudung warna oranye, serta tak ketinggalan memakai kacamata khasnya itu. Waktu itu, saya menjadi orang pertama selain mbak Kalis yang ada di ruangan tersebut. Jam kala itu menunjukkan angka 08.45 yang artinya beberapa saat lagi acara akan segera dimulai.

"Mbak Kalis tuh rumahnya mana tho," tanya ku basa-basi.

"saya? Saya tinggal di Ngaglik Sleman," ucapnya.

"ouh, itu berarti daerah mana ya mbak,?" tanya ku bingung.

"Ngaglik itu sebuah Kecamatan yang ada di Sleman, rumah saya ada di dekat jalan Damai,"

"Pokoknya, rumah saya itu agak deket-deket dengan Magelang,"katanya.

Singkat cerita, acara kelas Esai di hari pertama dimulai. Teman-teman ku yang lain plus mas Sarjoko, sebagai sang empunya hajat, telah memenuhi ruangan berukuran sekitar 6x3 meter tersebut.

Sewaktu acara dimulai, saya duduk dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari mbak Kalis, sekitar 1,5 meter. Ini sengaja saya lakukan agar saya dapat lebih fokus menerima materi dari mbak Kalis.

Hari pertama kelas Esai itu diawali dengan perkenalan masing-masing peserta. Satu per satu teman-teman saya mengungkapkan tentang pengalamannya dalam hal membaca dan menulis. Saat tiba giliran saya, saya berusaha menyampaikan pengalaman saya sedetail mungkin. Saya ingin meyakinkan kepada teman-teman, dan tentunya kepada mbak Kalis, bahwa saya juga pernah menulis, sehingga kelolosan saya dalam acara ini bukan sebuah keberuntungan, melainkan saya punya pengalaman dalam menulis.

Setelah sesi perkenalan selesai, mbak Kalis mulai menerangkan materi menulis Esai.

"Mbak Kalis, mau nanya donk," saya mengangkat tangan ketika mbak Kalis membuka sesi pertanyaan.

"Iya monggo Anwar,"

"Begini mbak, saya masih agak bingung, apakah jenis tulisan esai yang di dalamnya terdapat percakapan itu bisa juga disebut sebagai tulisan fiksi,"tanya ku.

Mbak Kalis lantas memberikan jawaban mengenai perbedaan spesifik antara tulisan non fiksi dengan fiksi. Saya dapat memahami jawaban mbak Kalis. Sebab, jawaban yang disampaikan perempuan kelahiran Blora itu memang sangat mudah diterima oleh akal.

Hari-hari berikutnya, yakni Sabtu dan Minggu, saya dan teman-teman masih berkesempatan belajar sama mbak Kalis. Mbak Kalis memberikan materi tentang menulis di media sosial. Bagi saya pribadi, ilmu tentang menulis di media sosial ini sangat penting karena di era sekarang ini, media sosial telah digunakan oleh hampir keseluruhan makhluk bumi untuk berekspresi, berkomunikasi, dan bertukar informasi.

Belajar sama mbak Kalis membuat saya sedikit-sedikit paham apa yang sebelumnya saya tak paham. Meski tulisan-tulisan yang saya buat di acara itu sering dikritik oleh mbak Kalis. Tapi, secara pribadi saya tidak mempermasalahkan. Justru kritikan dari sang ahlinya ahli itu yang membuat saya semakin termotivasi untuk menulis lebih bagus lagi.

"Anwar, ini kok tulisan kamu kok begini sih, paragraf awal dengan tengah ini agak kurang nyambung," begitulah salah satu kritik dari mbak Kalis yang aku terima.

"Iya mbak, nanti saya coba perbaiki,"

Pada dasarnya, saya bersyukur bisa belajar sama mbak Kalis. Mbak Kalis ini salah satu orang yang menginspirasiku untuk kelak bisa membuat sebuah buku. Rasa-rasanya, saya sudah membayangkan, kalau impian saya ini terwujud, saya kepengen menuliskan nama mbak Kalis di halaman persembahan buku yang saya tulis. Jadi, untuk semua ilmunya, terimakasih mbak Kalis, semoga kapan-kapan kita bisa ngopi-ngopi lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun