Dalam dunia olahraga, sudah banyak kejutan ketika tim yang nggak diunggulkan sama sekali keluar sebagai pemenang. Timnas Yunani jawara Euro 2004 dan Leicester City juara Liga Inggris 2016 adalah salah dua diantaranya. Tapi khusus untuk yang satu ini, menurut saya, sangatlah istimewa. Dia adalah Bilqis Prasista, yang sukses mencuri perhatian ketika berhasil mengalahkan ratu bulutangkis dunia Akane Yamaguchi pada arena Badminton.
Bilqis sepertinya sangat memegang teguh prinsip bahwa tak ada yang mustahil di dunia ini. Jika seseorang mau berusaha dan bekerja keras serta diiringi dengan doa, maka setiap cita-cita yang diimpikan insyaallah dikabulkan oleh sang maha pencipta.
Kalimat itulah yang mungkin jadi pengobar semangat bagi Bilqis Prasista saat menghadapi Akane Yamaguchi pada turnamen Thomas dan Uber Cup 2022 di Bangkok, Thailand. Bagi yang belum tahu, Bilqis merupakan pebulutangkis muda Indonesia yang turun di ajang Uber Cup tahun ini. Usianya baru 19 tahun. Dia menempati ranking 333 dunia untuk sektor tunggal putri.
Masih sangat minim pengalaman, bahkan namanya masih asing di telinga badminton lovers sekalipun, tapi secara mengejutkan, Bilqis sukses mengandaskan tunggal putri nomor satu dunia asal negeri matahari terbit tersebut. Bukan maeen. Bilqis yang tampil penuh percaya diri sukses menumbangkan bintang bulutangkis dunia itu dengan dua game secara langsung 21-19, 21-19.
Meski secara umum, Indonesia menelan kekalahan dari Jepang dengan skor 4-1 di fase grup Uber Cup, tapi permainan Bilqis yang turun sebagai tunggal pertama, menuai pujian. Namanya jadi buah bibir. Nggak hanya di kalangan antar sesama pebulutangkis, tapi media-media juga menyoroti perempuan kelahiran Magelang Jawa Tengah ini.
Bilqis Prasista sukses mencuri atensi pada perhelatan Uber Cup tahun ini, meski negara yang diperkuatnya gugur di perempat final, namanya akan tetap dikenang sebagai salah satu pembunuh raksasa. Kemenangan atlet 19 tahun berperingkat 333 dunia tak hanya mengangkat derajat namanya sendiri, tapi juga bangsa dan keluarganya.
Bilqis sendiri lahir dari pasangan eks pebulutangkis papan atas Indonesia, Joko Supriyanto dan Zelin Resiana. Orang tua Bilqis adalah atlet bulutangkis Indonesia era 90-an. Joko beberapa kali menjuarai turnamen internasional serta pernah membawa Indonesia juara Thomas Cup sebanyak empat kali. Begitu pula Zelin, pemain spesialis ganda putri dan ganda campuran, yang pernah harumkan Indonesia di ajang Uber Cup 1994 dan 1996.
Bilqis tampaknya mewarisi bakat orang tuanya. Peribahasa 'Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya' sangat tepat untuk menggambarkan sosok Bilqis. Orang tuanya lah yang mendidik Bilqis menjadi atlet bulutangkis yang handal. Sebelum namanya viral karena ngalahin Akane Yamaguchi, Bilqis sudah lebih dulu menuai banyak prestasi.
Sebagai informasi saja, Bilqis merupakan pemenang dari Jakarta Junior International Series Championship 2019, semifinalis Badminton Asia Junior Championships 2019, semifinalis Bangladesh International Challenge 2021, Kejuaraan Tunggal Putri Djarum Sirna's South Sumatra Open 2019, Juara Bangladesh Junior International Series 2021, dan Bangladesh Junior International Series 2021.
Bilqis, diluar orang tuanya yang seorang mantan pebulutangkis, dia tentu merupakan anak yang pekerja keras. Kalau nggak ulet dan rajin berlatih, teorinya, mana mungkin dia mampu menembus tim nasional dan ngalahin Akane. Oke, kesampingkan dulu performa Akane yang mungkin pada laga itu sedang kurang maksimal, yang jelas kemenangan Bilqis atas Akane menjadi penanda bahwa Bilqis punya potensi yang harus terus diasah.
Beranjak dari cerita Bilqis ini, peran orang tua memang sangat penting dalam kesuksesan sang anak. Tanpa doa restu dari orang tua, seorang anak mungkin saja tak akan meraih kesuksesan dalam hidupnya. Tapi, tentu saja, sang anak harus jadi sosok yang rajin untuk meraih apa yang dicita-citakannya. Orang tua sudah mendukung penuh, sering mendoakan, kalau anaknya kerjanya cuma malas-malasan, ya nggak bakal jadi apa-apa.
Melihat pencapaian Bilqis, yang seorang anak muda berusia 19 tahun, sudah mampu menenggelamkan tunggal putri terbaik dunia, membuat kita mungkin bertanya-tanya, di usia yang sama dengan Bilqis, kita sudah pernah berbuat apa? Prestasi apa yang pernah kita raih?. Tapi, kita nggak perlu membandingkan apa yang dicapai Bilqis dengan apa yang pernah kita raih, karena tentu saja, proses yang kita lakukan berbeda, support sistemnya juga berbeda.
Tulisan ini menekankan bahwa sesukses apa pun orang tua kau, sehebat apa pun orang tua kau, belum tentu bisa menularkan itu semua kepada anaknya, jika sang anak tak mau mengubah nasibnya sendiri. Orang tua mu mau jadi sultan kaya' apa, kalau anaknya nggak mau kerja keras, nggak mau belajar, hobinya cuma ngabisin duit orang tua, ya jangan harap bisa sukses mengikuti jejak orang tua. Bisa-bisa, bukannya mengangkat derajat orang tuanya, sang anak malah jadi beban keluarga. Naudzubillah.
Saya yakin, Bilqis, yang meskipun orang tuanya adalah mantan pebulutangkis hebat, kalau Bilqis nggak mau kerja keras, dan hobinya hanya rebahan sambil ngegame di kamar, tak mungkin bisa menjadi pemain bulutangkis level nasional bahkan internasional. Sebab, dia nggak mau berusaha dan kerjanya cuma scroll status whatsapp atau ig.
Begitu pula misalnya jika ada orang tua yang seorang pengusaha batik sukses, pasti ingin anaknya bisa meneruskan perjuangan hidupnya dengan menjadi pengusaha batik yang sukses. Sang anak sendiri tentu punya banyak pilihan, antara mengikuti jejak orang tua, memilih karir lain, atau bermalas-malasan. Jikalau bermalas-malasan, sang anak tentu di kemudian hari tidak bisa menjadi apa-apa, dia akhirnya tak punya pendapatan karena hanya menjadi pengangguran.
Bilqis, bisa menjadi pemain bulutangkis yang kini dikenal banyak orang, karena  mau berproses. Giat berlatih, kerja keras, bertanding kesana kemari dan berani keluar dari zona nyaman. Di saat anak usia sebayanya mungkin menghabiskan waktu dengan berpacaran, atau kegiatan yang nggak jelas babar blas, Bilqis justru sibuk berlatih mengayunkan raket kesayangannya.
Proses lah yang akan membentuk kepribadian seseorang. Jika kita mau menanam, maka kita akan memanen. Tapi jangan lupa, saat menanam kita juga perlu untuk konsisten menyiram, agar apa yang kita tanam membuahkan hasil yang baik. Kalau Bilqis sukses dengan raket di tangannya, kita bisa sukses dengan cara kita masing-masing. Yang terpenting tadi, perlu proses dan kerja keras serta jangan bermalas-malasan, dumeh orang tuanya kaya raya.
Dan terakhir, tulisan ini bukan bermaksud saya memuja muji Bilqis. Bilqis hanya saya jadikan sebagai contoh saja. Tentu, kita jangan terlalu terburu-buru menilai Bilqis sudah sukses, karena bagaimana pun dia masih 19 tahun, dan perjalanan karirnya masih sangat panjang dalam mengarungi arena badminton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H