Mohon tunggu...
Khairul Fahmi
Khairul Fahmi Mohon Tunggu... profesional -

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS). Lahir di Mataram, 5 Mei 1975. Tahun 1990 melanjutkan studi di kota gudeg, Jogjakarta. SMA 3 Padmanaba, menjadi pilihannya. Program Studi Ilmu Politik Universitas Airlangga menjadi tempat studi berikutnya. Kampus ini juga kemudian menjadi alamat domisilinya yang paling jelas selama beberapa tahun. Nomaden, T4 (Tempat Tinggal Tidak Jelas), 'mbambung'. Jangan kaget kalau menemukannya sedang tidur di bangku terminal, stasiun, atau rumah sakit, baik di Surabaya atau di kota lain," kata beberapa rekan dekatnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan Pemutusan Hubungan Militer RI-Australia Tak Memadai

5 Januari 2017   03:02 Diperbarui: 5 Januari 2017   09:25 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi saya, jika memang hendak memutuskan hubungan, Indonesia mestinya menyodorkan alasan-alasan yang lebih jelas. Misal soal kemanfaatan, intervensi, atau soal pelanggaran kedaulatan wilayah dan pertimbangan strategis lainnya. Karena sebuah hubungan mestinya dibangun atas dasar kesetaraan, saling menghormati dan saling menguntungkan.

Selain itu, meski tentu saja kewaspadaan harus selalu dijaga dan ditingkatkan, perasaan curiga berlebihan, inferior dan 'feel insecure' sudah saatnya dibalik. Indonesia harus 'pede' bahwa sebenarnya dengan demografi, geografi maupun kemampuan pertahanan kita, justru kitalah yang lebih berpotensi menjadi ancaman. Justru kita diperhitungkan. Dengan potensi sestrategis kita, lalu kita masih merasa tidak nyaman dengan tetangga, sebenarnya yang salah itu respon kita terhadap lingkungan ataukah sebaliknya?

Pertanyaannya seberapa mendalam kajian yang dilakukan sebelum keputusan diambil? Apa saja opsinya? Kenapa tidak melalui mekanisme diplomatik terlebih dulu, semisal nota protes, penarikan atase dan lainnya? Apa sebenarnya target yang ingin dicapai? Saya kuatir, ini lebih bermotif politik domestik.

Tapi karena ini sudah terlanjur dideklarasikan, langkah berikutnya adalah menghentikan kesimpangsiuran dengan menjelaskan secara gamblang. Parlemen juga harus mengevaluasi langkah ini secara obyektif dan meminta otoritas pertahanan segera menyodorkan rencana mitigasi, sebagai tindak lanjut dan antisipasi. 

Jika langkah pemutusan dinilai tepat, tentunya segera dipikirkan langkah berikutnya apakah mengalihkan kerjasama atau membuka ruang negosiasi untuk hubungan yang lebih konstruktif. Jika evaluasi menyimpulkan bahwa langkah itu keliru, tentu harus ada yang bertanggungjawab. Termasuk jika ternyata benar bahwa langkah itu hanya bentuk aksi yang baper dan lebay. Semoga tidak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun