Mohon tunggu...
Khairul anam
Khairul anam Mohon Tunggu... -

Seorang pembelajar yang selalu ingin belajar dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hukum vs Islam: Upaya Doktor Melawan Hukum Tuhan

11 April 2016   11:02 Diperbarui: 11 April 2016   11:09 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Personally, Sebenarnya saya cukup "malas" untuk mendiskusikan masalah sosial keagamaan. Walaupun demikian saya pastikan secara pribadi tidak akan pernah melewatkan diskusi tersebut karena saya cukup aktif mengikuti perkembangan politik, agama, teknologi, dan olahraga, setiap pagi, sore, dan malam. Setiap hari tidak pernah terlewatkan, karena saya memiliki akses tak terbatas untuk melakukan hal tersebut. Yakni dengan membaca berbagai berita/atikel/buku dari berberbagai sumber.

Akhirnya ada alasan kenapa saya perlu membuat tulisan sangat pendek ini. Berangkat dari sebuah berita (lihat link di bawah), secara pribadi saya tidak akan kaget, terkejut atau bahkan mengecam. Sebab sangat mudah dipahami darimana asal muasal landasan kerangka berpikirnya dari backgroundnya atau landasan keilmuan Mr. AA ini. Termasuk pendapatnya mengenai LGBT yang begitu ramai dibicarakan beberapa waktu lalu.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk meng-counter apalagi untuk menyerang Mr. AA. Tapi hanya sekedar untuk memberikan "sedikit" pemahaman Islam dan hukum, hukum dan Islam atau Hukum Islam sendiri. Jikalaupun ada kata-kata yang dianggap menyerang, itu tidak lebih dari sekedar sayangnya saya pada dia :D .

Agar tulisan ini seimbang, pada tataran ini, saya coba kesampingkan bidang kelimuannya dia yang sebenarnya hanya memiliki latar belakang ilmu sosial, tepatnya ilmu politik dan komunikasi (aneh bin ajaib, kenapa dia tiba-tiba berbicara hukum Islam).

Mindset awal yang harus dibangun saat mendiskusikan hal ini adalah, hukum Islam itu tidak sendiri, Anda berbicara hukum Islam jangan coba-coba memisahkan dari Agama. Karena tatanan kehidupan salah satu sumbernya adalah Agama, tidak boleh berdiri sendiri. Saat berbicara hukum Islam maka Tuhan wajib disertakan, ini merupakan keyakinan (faith/believe). Ini tidak boleh tawar menawar.

Dari teori yang Mr.AA bangun seakan-akan hukum Islam itu kejam, barbar, tidak berperikemamnusiaan, ketinggalan zaman dan tidak modern (baca dasar pemikiran yang dia kemukakan). Hal ini sekali lagi semakin menguatkan gambaran saya bahwa dia tidak paham apa itu hukum Islam. Saya semakin memahami bagaimana dia tidak tahu apa itu divine law dengan human Law? apa itu Tasyri' samawi dan pengejawantahannya dalam Tayri' Wadh'i? Jika dia memahami alur-alur tersebut maka dia akan tahu posisi sumber hukum Islam (al-Qur'an an al-Hadits) yang merupakan part of the game from many. Padahal sumber hukum itu adalah salah satu aspek yang tidak boleh dihilangkan, dus masih banyak aspek-aspek lain yang perlu dipertimbangkan.

Baik, bolehlah kita memaklumi jika dia tidak memahami posisi sumber hukum Islam. Tapi sekali lagi saya sangat kecewa karena sebagai doktor di salah satu PT ternama di negara ini, dia lagi-lagi menunjukkan bagaimana dia sangat tidak memahami asas-asas dalam hukum Islam. Sebagai orang yang memiliki derajat Duktur (Dr.) seharusnya sudah berbicara dalam tataran filosofi. Berbicara asas tentunya berbicara tataran filosofi. Dalam kasus ini dia berbicara hukum Islam tapi landasan filosofinya (filsafat hukum) tidak jelas. Produk pemikirannya jadi kacau, rancu dan ini berbahaya. Berangkat dari ketidakmengertiannya atas asas-asas hukum Islam, nah, yang terjadi dia malah menghantam sumber hukum Islam itu sendiri. Padahal jelas salah satu asas dalam Hukum Islam menyandarkan kepada Asas Syara Menjadi Dzatiyah Islam: Artinya Hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas kepada para filosof untuk berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan pemikiran dengan bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.

Parahnya lagi bagaimana dia sangat tidak memahami sebuah hukum Islam baru bisa diterapkan jika telah mendasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam; tiga diantara dari ketujuh prinsipnya adalah Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan (alhurriyyah), Prinsip Persamaan/Egalite (almusawa) dan Prinsip Toleransi (at-tasamuh) contoh kasus LGBT. Prinsip-prinsip ini tidak bisa dilepaskan dalam penerapan hukum Islam.

Mr. AA sangat picik untuk mengakui bahwa hukum Islam itu tidak sesederhana itu (ujung2nya cuma menyiksa, membunuh, surga dan neraka). Dalam hukum Islam cukup jelas secara teori dan aplikasi untuk meniadakan kepicikan. Dia seolah-olah ingin mengatakan hukum Islam itu mengerikan. sekali lagi dia menerobos salah satu Asas hukum Islam yaitu Asas Nafyul Haraji “meniadakan kepicikan”. Saya baca berulang-ulang pemikirannya supaya bisa menggali bahwa ada sesuatu yang benar dalam pemikirannya tapi tetap tidak saya temukan. Karena semua hal bagaimana hukum Islam itu dibangun, dia kesampingkan (atau jangan-jangan dia tidak baca). Namun hebatnya (kalau tidak mau disebut gila) dia berani menyimpulkan apa itu hukum Islam.

Berikutnya yang membuat saya geli, dia mengemukakan bahwa hukum Islam dinilai terbelakang, tidak relevan dengan masa kini dan dalam kacamata modern. Sebaliknya sudah diketahui secara jamak dalam Asas-asas hukum Islam modern dikenal adanya: keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Ini merupakan juga prinsip hukum Islam itu sendiri. Yang artinya:
1. Islam telah meletakkan di dalam undang-undang dasarnya, beberapa prinsip yang mantap dan kekal, seperti prinsip menghindari kesempitan dan menolak mudarat, wajib berlaku adil dan bermusyawarah dan memelihara hak, menyampaikan amanah, dan kembali kepada ulama yang ahli untuk menjelaskan pendapat yang benar dalam menghadapi peristiwa dan kasus-kasus baru, dan sebagainya berupa dasar-dasar umum yang merupakan tujuan diturunkannya agama-agama langit, dan dijaga pula oleh hukum-hukum positif dalam upaya untuk sampai kepada pengwujudan teladan tertinggi dan prinsip-prinsip akhlak yang telah ditetapkan oleh agama-agama namun hukum-hukum masih tetap menghadapi krisis keterbelakangan dari undang-undang atau hukum yang dibawa oleh agama-agama langit.
2. Dalam dasar-dasar ajarannya, Islam berpegang dengan konsisten pada perinsip mementingkan pembinaan mental individu khususnya (lihat kasus LGBT, korupsi dll), sehingga ia menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat, karena apabila individu telah menjadi baik maka masyarakat dengan sendirinya akan baik pula.
3. Syari‟at Islam, dalam berbagai ketentuan hukumnya, berpegang dengan konsisten pada prinsip memelihara kemaslahatan manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Yang lebih parah lagi cara berpikirnya mirip dalam pengambilan istinbath kelompok Islam radikal yang sering kali disebut dengan teroris. Jika teroris yang mengatasnamakan Islam tersebut cukup menerima khabar al-ahad sebagai landasannya (telan bulat-bulat tanpa berpikir). Hantam sana Hantam sini. Maka sebelas dua belas, menurut Mr. AA teori sumber hukum Islam adalah tidak masuk akal karena bersumber dari agama. Buat dia masa bodoh dengan asbabun nuzul dan asbabul wurud. Yang penting teks berbicara demikian dia ambil bulat-bulat tanpa meneliti, tanpa berpikir, tanpa mengetahui teori apa yang perlu diterapkan untuk memahami maksud dan tujuan dari teks tersebut. Apakah ini yang dinamakan seorang doktor? Berbahaya jika kualitas seorang doktor dari sebuah PT ternama demikian dangkalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun