Mohon tunggu...
Khairuddin alfatih
Khairuddin alfatih Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keuangan Negara

4 Maret 2019   13:05 Diperbarui: 4 Maret 2019   13:13 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keuangan negara berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran negara. Ia berisi manajemen pajak dan penerimaan lain yang efisien, penganggaran yang benar dan kontrol yang efektif terhadappengeluaran negara. Di dalam bab ini, kita akan mempelajari sumbersumber penerimaan negara secara perinci, dan di bab berikutnya nanti kita akan membicarakan pengeluaran negara Islam.

Sumber-sumber penerimaan harta publik (baitulmal) dalam negara Islam di zaman Nabi Muhammad SAW dan para khalifah awal mencakup zakat, 'usyr, khums, fai', jizyah dan kharaj. Lima yang pertama disebutkan di dalam Al-Qur'an, sedangkan yang keenam merupakanperluasan aplikasi dari harta fai' di dalam negara Islam.

Kesemua sumber pemasukan negara tersebut diadakan dan digunakan oleh negara untuk membiayai berbagai pengeluaran terpenting untuk menangani berbagai fungsi, di samping juga untuk membuka pintu distribusi kekayaan di antara golongan masyarakat miskin dan papa. Marilah kini kita lihat keenam sumber pemasukan tersebut.

A. AZ-ZAKAT
Zakat atau "zakah" secara bahasa berarti "pertumbuhan" atau "pening katan" atau "makanan." Derivatif lain dari istilah tersebut bermakna pembersihan. Jadi, zakat bermakna "tumbuh", "meningkat" atau "mem bersihkan". Yang demikian itu karena zakat membantu membersihkan jiwa manusia dari kekikiran, mementingkan diri, hawa nafsu dan rakus akan harta, dan dengan demikian, ia meratakan jalan bagi pertumbuhan dan pengembangan jiwa. Secara teknis, zakat adalah kontribusi wajib, semacam pajak yang dipungut dari kaum kaya dan didistribusikan kepada kaum miskin atau dibelanjakan oleh negara untuk mewujudkan kesejahteraan kaum miskin dan mereka yang tak berpengharapan.

Zakat dipungut berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Al-Qur'an menyatakan: "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." (QS. al-Baqarah [2]: 43). Di tempat lain, AlQur'an menyuruh Nabi mengumpulkan zakat sebagai berikut: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. at-Taubah [9]: 103)

Dikutip oleh Misykatul Mashabih, diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda: "Islam ditegakkan di atas lima hal, yaitu: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah pesuruh-Nya; menegakkan shalat, membayar zakat; berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.

Zakat bukan hanya pajak melainkan juga amal ibadah. Dia adalah salah satu dari lima pilar dasar bagi keislaman seseorang. Dia adalah batu penjuru bagi struktur finansial negara Islam. Sesudah shalat, zakat adalah kewajiban keagamaan yang terpenting yang dibebankan kepada para pemeluk Islam. Arti penting zakat dalam Islam dapat dilihat dari kenyataan bahwa Al-Qur'an menyebut zakat lebih dari delapan puluh kali, dua puluh tujuh kali di antaranya digandengkan dengan shalat. Nabi Muhammad SAW tidak hanya menetapkan sebuah sistem model bagi pengumpulan dan pembayaran zakat saja melainkan juga membuat aturan dan regulasi tentangnya. Zakat bukanlah urusan pribadi melainkan lembaga negara seperti yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an, surat (at-Taubah [9]: 60 dan 103) serta surat (al-Hajj [22]: 41). Praktik Nabi juga menetapkan bahwa sistem zakat diatur di dalam negara Islam sebagai lembaga pemerintah. Sesudah wafatnya Nabi, ketika sebagian orang membangkang untuk membayar zakat, Khalifah Abu Bakar penerus kepemipinan Nabi menyatakan perang terhadap mereka dan memaksa mereka membayar zakat sebagai pungutan negara.
Ringkasnya aturan dan regulasi berikut inilah yang berlaku dalam sistem:

Pertama, menurut para fukaha dan para ilmuwan, zakat dipungut dari kekayaan seseorang yang (a) Muslim, (b) dewasa, (c) sehat ingatan, (d) merdeka, dan (e) mampu. Meski demikian, zakat dapat pula dibebankan pada harta anak kecil dan orang gila, dan dalam hal ini yang membayar adalah walinya. Karena merupakan kewajiban keagamaan, maka zakat hanyalah wajib atasi kaum Muslimin saja dan tak seorang pun non-Muslim yang diwajibkan. Budak dan debitur yang tidak mampu juga tidak terkena kewajiban ini.

Kedua, nisab atau batas kekayaan minimal harta yang dikenai zakat juga telah ditetapkan pada berbagai tingkatan untuk berbagai jenis harta. Nisab emas adalah 20 mitsqal atau 3 ounces. Untuk perak, nisabnya adalah 200 dirham atau 21 ounce. Nisab unta adalah lima ekor. Nisab sapi adalah 30 ekor dan kambing atau domba 40 ekor. Barang perdagangan wajib dizakati jika sama dengan nisab perak.

Ketiga, tingkat zakat untuk emas dan perak adalah 2,5%, untuk binatang ternak bervariasi antara 1% hingga 2,5%, sedangkan perdagangan 2,5%. Aset modern seperti saham, uang tunai kertas maupun koin, investasi dan surat hutang, dan sebagainya, juga kena kewajiban zakat sebesar 2,5%.
Keempat, tidak ada zakat sebelum harta dimiliki selama setahun. Ibnu Umar melaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda; "Barangsiapa memperoleh harta, maka tidak ada zakat atasnya sebelum setahun" (Tirmidzi). Untuk keperluan zakat, tahun finansial Muslim mulai dengan bulan Ramadhan. Pembayaran zakat sebelum waktunya juga diperkenankan seperti pajak pendapatan pada masa sekarang ini.

Kelima, potongan zakat juga dilaporkan telah diadakan oleh kaum Muslimin awal, ketika Muawiyah memperkenalkan sistem pemotongan zakat dari pensiun.

Keenam, untuk maksud pemungutan zakat, harta atau barangbarang itu dibagi menjadi dua kelompok, yakni barang yang berkembang dan yang tidak berkembang. Barang yang berkembang adalah riil dan dapat diukur seperti binatang, emas, perak, barang dagangan, dan sebagainya. Barang yang tidak berkembang adalah bangunan dan barang-barang yang bersifat pribadi (personal effects). Pada prinsipnya, zakat dipungut terhadap yang pertama, bukan yang kedua.Penggolongan yang lain untuk keperluan zakat adalah Amwalu dh-Dhahirah (harta nyata atau terlihat) dan Amwalu l-Bathinah (harta tak terlihat). Contoh bagi yang pertama adalah hasil pertanian, domba, binatang ternak, dan sebagainya, sedang bagi yang kedua adalah emas, perak, uang tunai, dan sebagainya.

Ketujuh, harta yang terkena zakat pada masa negara Islam awal mencakup emas, perak, binatang ternak, barang dagangan, dan sebagainya. Selama pemerintahan Khalifah 'Umar, kuda dimasukkan pula karena kuda mulai diternakkan dan diperdagangkan pada skala besar.
Revolusi industri dan perkembangan teknologi telah memperkenalkan kita kepada harta dan aset yang tidak dikenal di masa-masa awal Islam, seperti mesin-mesin industri, uang kertas bank, deposito dan tabungan, obligasi, saham, surat utang, sertifikat kredit, bill of exchange, polis asuransi, provident funds, sertifikat investasi, dan sebagainya. Para fukaha modern dan para ilmuwan Islam hampir bulat sepakat bahwa kesemuanya itu adalah objek zakat di dalam sebuah negara Islam.

Kedelapan, harta berikut ini dibebaskan dari zakat:
1. Barang-barang pribadi seperti pakaian, furnitur, barang keperluan
sehari-hari kecuali yang dibuat dari emas dan perak.
2. Kuda dan keledai sebagai alat pengangkut atau untuk jihad.
3. Senjata untuk penggunaan pribadi.
4. Binatang ternak yang dipakai di pertanian atau transportasi barang.
5. Alat-alat untuk keperluan profesional atau pribadi.
a. Rumah tempat tinggal.
b. Budak.
c. Buku.
d Makanan untuk rumah tangga.
e. Tanah pertanian dan bangunan pabrik serta mesin-mesin dan
sebagainya.

Kesembilan, zakat tidak boleh diberikan kepada anggota Bani Hasyim (Beliau adalah kakek buyut Nabi SAW). Tidak pula ia boleh diberikan kepada non-Muslim. Budak dan pembantu juga tidak berhak menerima zakat, jika zakat itu dimaksudkan sebagai imbalan jasa mereka. Seorang yang memiliki harta melebihi nisab juga tidak berhak menerimanya. Ayah ibu dan anak juga tidak boleh menerima zakat. Istri dan suami tidak boleh saling memberi dan menerima zakat. Demikian pula, menurut sebagaian fukaha, zakat tidak boleh dikeluarkan untuk membangun masjid.

Kesepuluh, zakat hanya dipungut sesudah kebutuhan dasar terpenuhi. Untuk membayar zakat, harta dikurangi dulu dengan jumlah utang yang masih belum terbayar. Semua kekayaan dan aset yang dimiliki oleh wajib zakat tidaklah boleh dijadikan satu saja sekaligus, karena setiap jenis harta memiliki nisab serta tarifnya sendiri-sendiri. Jika sesuatu harta dimiliki bersama, maka bagian masing-masing dihitung secara terpisah. Zakat boleh dipungut dalam bentuk barang maupun uang, yang mana pun yang tidak menyulitkan. Zakat untuk harta yang terlihat dihitung dan dipungut oleh negara, tetapi zakat untuk harta yang tak terlihat dapat dihitung sendiri oleh wajib zakat sendiri, untuk nantinya diserahkan kepada negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun