Menurut WHO (2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar deviasi. Selanjutnya, menurut WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi ireversibel (tidak dapat diubah kembali) akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang atau kronis yang terjadi dalam 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) (Kemenkes, 2022). Stunting pada anak-anak menyebabkan dampak buruk pada kesehatan, perkembangan, dan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Anak-anak yang mengalami stunting akan memiliki tinggi badan di bawah standar, memiliki risiko lebih tinggi terhadap penyakit dan kematian, perkembangan kognitif dan bahasa yang tertinggal, serta peningkatan biaya kesehatan karena kebutuhan perawatan. Karena memiliki dampak yang besar, stunting telah diidentifikasi sebagai prioritas kesehatan global dan menjadi fokus perhatian internasional untuk target pengurangannya. (Gusnedi, 2023)
Bagaimana Realita Stunting Saat ini?
Stunting umumnya terjadi pada anak-anak yang berusia di bawah lima tahun. Namun, keadaan stunting sudah bisa dideteksi pada anak-anak ketika berusia dibawah dua tahun saat pertumbuhan terutama tinggi badan anak tidak setara dengan anak seusianya, berat badan yang tidak mengalami kenaikan selama beberapa bulan, dan anak rentan mengalami penyakit. Secara global, prevalensi stunting antara tahun 2000 dan 2020 menurun dari 33,1% menjadi 22%, dan 149,2 juta balita mengalami stunting pada tahun 2020. Di Indonesia, anak berusia dibawah dua tahun yang mengalami stunting mulai mengalami peningkatan terutama ditemukan pada anak laki-laki. Pada tahun 2022, anak-anak yang mengalami stunting di Indonesia telah mencapai angka 21,6% dan masuk dalam kategori masalah kesehatan masyarakat yang perlu ditangani segera.Â
Apa saja Faktor Penyebab Stunting?
Penyebab stunting dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab tidak langsung dari stunting salah satunya adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dimaksud seperti sanitasi tempat tinggal yang kurang baik, dan akses air bersih yang sulit. Tempat tinggal yang memiliki sanitasi belum layak di Indonesia mencapai angka 6,8%. Tempat tinggal dengan sanitasi kurang layak seperti tempat pembuangan akhir tinja menggunakan lubang tanah dapat membuat anak-anak rentan terpapar dengan berbagai penyebab penyakit yang ada. Sanitasi yang kurang layak tersebut dapat membuat anak mengalami infeksi pada usus secara berulang, apabila hal ini terus berlanjut akan membuat penyerapan zat gizi anak terganggu hingga menyebabkan stunting.
Kesulitan mengakses air bersih untuk konsumsi juga berperan penting dalam kejadian infeksi pada usus anak-anak. Di Indonesia, sebanyak 6,2% masih mengalami kesulitan dalam mengakses air bersih untuk penggunaan sehari-hari. Penggunaan air tidak layak terutama yang sudah terkontaminasi dapat menyebabkan gangguan fungsi usus hingga menyebabkan diare berkepanjangan. Diare yang berkepanjangan tanpa pengobatan yang tepat dapat menyebabkan anak-anak mengalami gangguan penyerapan zat gizi hingga mengalami malnutrisi yang dapat berkembang menjadi stunting. Menurut SK Permenkes Air Minum No. 492, parameter wajib dari air layak minum terbagi menjadi tiga, yaitu parameter mikrobiologi, kimia, dan fisik. Parameter fisik dari air layak minum yang dapat dinilai dengan mudah antara lain adalah tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa.
Sekitar 100 juta masyarakat Indonesia tidak memiliki akses ke sanitasi yang layak dan 33 juta masyarakat Indonesia hidup tanpa air bersih layak minum (Nurjazuli, 2023). Data dari IFLS (Indonesia Family Life Survey) (dataset mencakup observasi terhadap 6.365 anak dari lima kelompok kelahiran berturut-turut antara tahun 1999 dan 2015) menghubungkan antara akses air bersih dan sanitasi rumah tangga dan masyarakat yang buruk dengan kasus stunting anak di Indonesia (mewakili lebih dari 80% populasi). Didapatkan data bahwa anak yang tinggal di rumah tangga yang memiliki sanitasi yang baik akan mengurangi kemungkinan stunting sebanyak 5%. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan rumah tangga yang bersih sangat penting untuk mendukung pertumbuhan anak. Kemudian, didapatkan bahwa anak yang tinggal di lingkungan dengan kualitas air yang terjamin (tidak membuang air besar sembarangan)  memiliki kemungkinan 12-15% lebih rendah untuk mengalami stunting dibandingkan dengan anak-anak di komunitas dengan praktik buang air besar sembarangan. Ini menunjukkan adanya efek positif dari kondisi lingkungan yang lebih higienis di tingkat komunitas (Cameron et al, 2021).
Bagaimana Posisi Stunting dalam Keilmuan dan Kebijakan?
Dalam keilmuan, stunting memiliki posisi yang unik sebagai indikator utama yang mencakup dampak gizi buruk, sanitasi yang tidak memadai, dan ketidakadilan sosial. Fokus pada stunting memungkinkan para ilmuwan, pembuat kebijakan, dan praktisi untuk bekerja sama lintas disiplin dalam mengatasi akar penyebab dan dampaknya, baik pada individu maupun tingkat masyarakat. Stunting juga menjadi jembatan untuk mengintegrasikan intervensi berbasis bukti di berbagai sektor pembangunan manusia.
Dalam kebijakan, stunting sering digunakan sebagai indikator multidimensional untuk mengukur kesejahteraan anak dan efektivitas intervensi sosial. Telah diketahui bahwa stunting berhubungan dengan sanitasi serta air bersih hal ini dibahas pada Sustainable Development Goals. Sanitasi dan air bersih berkontribusi langsung pada pencapaian SDG 6 (air bersih dan sanitasi untuk semua) dan secara tidak langsung mendukung SDG 2 (mengakhiri kelaparan dan meningkatnya gizi) serta SDG 3 (kesehatan yang baik dan kesejahteraan).Â
Menurut pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh rakyatnya, dinyatakan bahwa, "..melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...". Tujuan negara untuk melindungi rakyat nya termasuk dengan melindungi hak rakyat Indonesia untuk hidup sehat merupakan tujuan negara yang pertama yang tertera pada alinea keempat pembukaan UUD 1945.Â
Selain itu, pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pemerintah diamanatkan untuk memberikan akses kesehatan yang komprehensif, termasuk layanan kesehatan ibu dan anak, gizi dan sanitasi. Kemudian, disebutkan kembali pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan dasar di bidang kesehatan, termasuk penanganan gizi buruk yang terkait dengan stunting.
Kebijakan lain yang membahas stunting adalah Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang merupakan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (StratNas Stunting) yang meliputi:
- Mengatur strategi nasional lintas sektor untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga desa.
Menetapkan pendekatan intervensi berbasis keluarga, mencakup:
Intervensi gizi spesifik (pemberian makanan tambahan, tablet tambah darah untuk ibu hamil).
Intervensi gizi sensitif (penyediaan air bersih, sanitasi, dan pendidikan).
Â
Bagaimana Intervensi yang Dapat Dilakukan?
Faktor lingkungan, seperti kesulitan mengakses air bersih dan sanitasi yang buruk, merupakan salah satu faktor yang sering kali diacuhkan dalam menyusun intervensi stunting karena bukan merupakan faktor langsung yang dapat menyebabkan stunting. Padahal, faktor lingkungan juga memainkan peranan penting dalam kejadian stunting dan memerlukan intervensi lebih lanjut agar dapat meminimalisir paparan faktor tidak langsung tersebut. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah intervensi WASH, yaitu program dukungan dari UNICEF di Indonesia sejak tahun 2004. Intervensi water, sanitation, and hygiene (WASH) merupakan program pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas yang berfokus pada penyediaan sarana-prasarana air bersih melalui kegiatan seperti sanitasi gabungan, klorinasi air, dan cuci tangan pakai sabun, dengan intervensi air terbagi menjadi dua sub kategori, yaitu berdasarkan kuantitas air dan kualitas air.
Intervensi pada kuantitas air dan sarana sanitasi dapat diwujudkan dengan perbaikan dalam penyediaan air untuk mengurangi jarak yang perlu ditempuh ke sumber air dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat pada air bersih. Peranan pemerintah sebagai pemangku kebijakan sangatlah penting untuk merealisasikan hal tersebut. Selain itu, intervensi pada sarana sanitasi dapat pula diwujudkan dengan perbaikan fasilitas jamban dan pembuangan sampah pada rumah tangga.Â
Sementara itu, intervensi pada kualitas air dapat diwujudkan melalui pemeliharaan sumber air secara teratur untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi. Di sisi lain, diperlukan juga peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat melalui edukasi mengenai pentingnya air, sanitasi, dan higiene demi memunculkan perubahan perilaku sehingga masyarakat memiliki peranan yang signifikan dalam mencegah diare yang juga dapat menurunkan angka stunting.
Perlu diingat kembali bahwa stunting bukanlah permasalahan yang mudah untuk diselesaikan karena merupakan permasalahan multifaktorial dan memerlukan berbagai upaya pencegahan yang komprehensif demi menurunkan angka prevalensinya. Intervensi yang menyasar perbaikan akses pada air bersih juga perlu disertai dengan intervensi lain, seperti upaya perbaikan asupan gizi pada anak, upaya perbaikan gizi pada masa kehamilan melalui asupan suplementasi seperti tablet tambah darah (TTD), upaya promosi pemeriksaan kehamilan minimal 6 kali di fasilitas kesehatan, dan upaya peningkatan pengetahuan ibu terkait asupan gizi yang baik bagi anak. Maka dari itu, diperlukan kolaborasi lintas sektor dan lintas struktural untuk merancang upaya pencegahan stunting yang efektif dan sistematis. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI