Mohon tunggu...
Khairil Miswar
Khairil Miswar Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Pemulung Buku Tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menggugat “Moral” Wakil Rakyat

12 Juni 2015   10:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Ada lima poin yang saya tangkap dari pernyataan Faisal Hasballah. Pertama, Faisal menuding bahwa kegiatan DPRK Bireuen ke luar daerah hanyalah aksi menghabiskan uang rakyat. Jika dianalisis lebih lanjut, istilah menghabiskan uang rakyat tentunya identik dengan korupsi. Untuk poin ini biarlah menjadi kewenangan pihak terkait untuk menelusuri. Lagi pula di Bireuen juga ada beberapa LSM anti korupsi sehingga hal ini menjadi ranah mereka untuk kemudian dikupas secara detail. Dalam tulisan ini, tudingan tersebut baiknya saya abaikan saja.

Kedua, Faisal menuding ada anggota dewan yang mabuk-mabukan dan memakai narkoba. Faisal meminta beberapa oknum dewan yang kononnya dikenal oleh Faisal untuk diperiksa urinenya. Ketiga, Faisal menyebut bahwa ada oknum anggota dewan yang main perempuan di luar daerah. Keempat, Faisal juga menyinggung tentang ijazah palsu ketua DPRK Bireuen. Kelima, banyak anggota DPRK Bireuen yang berasal dari aktivis, tetapi pada saat disodorkan uang di gedung dewan mereka tidak lagi memperjuangkan kepentingan rakyat.

Poin kedua terkait narkoba adalah domain dari Badan Narkotika Kabupaten Bireuen dan juga pihak kepolisian. Jika dugaan ini benar, sebagai warga negara yang baik Faisal Hasballah harus membuat laporan tertulis kepada institusi terkait agar persoalan tersebut menjadi terang benderang, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Keberanian Faisal mengungkap hal ini memang patut diacungi jempol, tapi tentunya Faisal harus menempuh langkah prosedural dan tidak hanya sekedera klaim yang bisa menjadi fitnah di kemudian hari. Bagi oknum anggota dewan yang oleh Faisal dituding menggunakan narkoba bisa memilih satu dari dua langkah normatif, yaitu melakukan pemeriksaan urine sehingga hasilnya menjadi jelas, atau balik melaporkan Faisal kepada pihak Kepolisian jika tudingan itu keliru.

Poin ketiga, terkait main perempuan. Ini adalah tudingan serius karena menyangkut moralitas dan nama baik seseorang. Jika pernyataan Faisal benar, maka kita patut menyesal telah memilih mereka untuk duduk di gedung terhormat. Terkait hal ini, agar tidak menjadi fitnah berkepanjangan, saya kira Badan Kehormatan Dewan punya peran besar untuk menelusuri tudingan tersebut. Jika ada anggota dewan yang terbukti main perempuan, maka partai politik pengusung harus memberikan sanksi keras kepada oknum dewan tersebut, karena tindakannya tidak hanya melecehkan lembaga terhormat, tetapi juga mencoreng nama baik partai politik di mata publik.

Poin keempat, mengenai ijazah palsu. Ini menarik. Akhir-akhir ini kasus ijazah palsu sudah menjadi fenomena umum di Indonesia. Beberapa waktu lalu, pihak kepolisian di Aceh juga sudah berhasil meringkus beberapa orang terduga pembuat ijazah palsu yang mencatut nama Unsyiah. Sama halnya seperti poin kedua, jika hal ini benar, maka Faisal Hasballah harus membuat laporan tertulis kepada pihak kepolisian agar ditelusuri benar tidaknya. Jika seandainya tudingan ini hanya isapan jempol belaka, maka giliran tertuding (ketua DPRK) yang harus balik membawa Faisal ke meja hijau.

Poin kelima yang merupakan poin terakhir adalah poin yang paling menarik bagi saya. Faisal menuding para aktivis yang saat ini menjadi anggota dewan sudah tidak lagi memperjuangkan kepentingan rakyat. Bahkan Faisal menyebut bahwa mereka bisa “dibeli” dengan uang lima juta. Benarkah? Tragis dan menyedihkan!

Sebagai seorang yang pernah terlibat aktif dalam pergerakan mahasiswa dan juga secara aktif melemparkan kritik kepada pemerintah, khususnya pemkab Bireuen, jujur saya merasa “tak enak badan” mendengar tudingan Faisal. Apalagi beberapa anggota DPRK Bireuen saat ini adalah rekan-rekan saya yang dulunya bersikap kritis dan pro rakyat. Sudah demikian pragmatiskah mereka? Oportuniskah mereka? Sudah lalaikah mereka dengan kursi empuk itu? Tentu hanya mereka yang tahu. Jika tudingan Faisal ini benar, maka patutlah kita menangis.

Tapi, saya masih belum yakin dengan tudingan Faisal tersebut. Semoga saja rekan-rekan saya yang sekarang “duduk bersila” di gedung terhormat bersedia menjawab tudingan Faisal yang telah “menusuk hati” dunia aktivis. Buktikan bahwa anda masih seperti dulu. Wallahul Musta’an.

*Penulis adalah Sekjend Front Mahasiswa dan Pemuda Aceh Jeumpa (Jeumpa Mirah) dan juga mantan anggota Parlemen Jalanan Periode 1999-2005.            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun