Mohon tunggu...
Khairil Razali
Khairil Razali Mohon Tunggu... Dosen - Explorer

Ngampus di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, suka travelling.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Nervous dalam Menentukan Pilihan, Menyongsong Hari Nyoblos

4 April 2019   08:52 Diperbarui: 4 April 2019   09:17 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 sudah semakin di depan mata (17 April 2019). Pesta Pemilu merupakan pesta demokrasi terbesar bagi Indonesia. Hiruk pikuknya telah berlangsung lama, bukan hanya saja di masa menjelang kampanye akan tetapi jauh-jauh hari. Berada di tahun pemilu rasanya "melelahkan" terutama membaca dan menerima "perang" informasi terkait pemilu dan kandidat-kandidatnya. 

Rasanya ingin segera berlalu. Pemilu idealnya sebuah pesta demokrasi yang di nanti, akan tetapi saat ini tidak lebih dari "perang" plus minus dari kandidat itu sendiri, saling menyalahkan antar sesama warga negara itu sendiri. 

Bagi banyak orang, suasana seperti hari-hari menjelang April 17, menjadi hari-hari yang mendebarkan, akankah datang ke kotak suara? Siapakah yang akan di pilih? Hari-hari inilah yang paling mendebarkan bagi mereka-mereka yang tidak terlalu fanatik atau pendukung setia calon-calon tertentu. 

Di suguhkan dengan perdebatan-perdebatan positif dan negatif kadang kala menyulitkan orang untuk menentukan pilihan terbaiknya. 

Namun rasanya di Indonesia, kemasyuran Black Campaign sudah semakin menjamur, rasanya itulah pilihan terbaik untuk meraih kemenangan di hadapan pemilih (rakyat). 

Rasa enggan untuk menjadi bagian dari sebuah pemilu kadang kala muncul dalam banyak jiwa warga Indonesia dengan menyimak argumentasi terutama negatif terhadap kandidat yang akan bertarung. Pilihan menjatuhkan saingan dirasa efektif untuk memenangkan perhelatan pemilu 2019. 

Jadinya, hal ini memberi pengaruh bagi warga dalam menentukan pilihan. Apakah memilih yang terbaik atau yang baik atau yang di sukai? Pertanyaan ini muncul dalam benak masyarakat menjelang pilpres dan pileh 17 April. 

Rasa ragu (terutama bagi yang mau golput) terus terbesit dalam alam pikiran masyarakat untuk menentukan pilihan pada pemilu mendatang. Idealnya memang pemilu membawa "kebahagian" dari pesta pora demokrasi, namun karena persaingan kekuasaan memisahkan kandidat dan warga (pendukungnya) menjadi linglung. 

Khawatir dalam menentukan pilihan, resistan untuk hadir di hari H, dan pikiran-pikiran lain berseliweran dalam pikiran-pikiran masyarakat Indonesia menjelang 17 April.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun