"Healing" menjadi satu kata yang tidak bisa luput dari generasi milenial, katanya jangan kerja melulu nanti bisa tifus. Tapi, kata "healing" sendiri menjadi Bahasa popular yang digunakan oleh semua orang yang memiliki arti sebagai penyembuhan atau pengobatan.Â
Bukan hanya tentang penyakit saja, tapi juga penyembuhan psikologis jiwa, perasaan, batin, dan pikiran pada seseorang. Healing erat kaitannya dengan kesehatan mental yang saat ini menjadi topik pembicaraan utama pada setiap laman berita.Â
Hal ini dikarenakan menurut riset kesehatan dasar tahun 2018 memaparkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala seperi kecemasan dan depresi pada rentang usia diatas 15 tahun mencapai  6,1%  dari  total populasi Indonesia atau sama dengan 11 juta orang.
Kesehatan jiwa atau mental adalah kondisi dimana individu seseorang dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri, dapat menghadapi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi terhadap lingkungannya.Â
Pada suatu penelitian yang dilakukan Feng, et all (2022) perempuan cenderung mengalami masalah kesehatan mental yang lebih buruk dikarenakan banyaknya tuntutan di tempat kerja dan juga keluarga.Â
Penelitian ini dikaitkan dengan ruang terbuka atau green space yang sangat berpengaruh pada penurunan skor kesehatan mental. Namun, bukan berarti kesehatan mental pria tidak begitu penting, hasil penelitian tersebut tidak bisa disamakan antar individunya.
Kesehatan mental erat kaitannya juga dengan life style yang dijalankan oleh millennials, sosial media menjadi panutan untuk menjalankan rutinitas. Dimulai dari mencari referensi cara berpakaian, membagikan keseharian, bergaul dengan relasi, hingga menjadikan seseorang panutan.Â
Namun hal negative dari sosial media sendiri adalah munculnya pikiran membandingkan kehidupan mereka dengan orang-orang yang juga memposting kehidupan "gambar sempurna" mereka.Â
Terus-menerus membandingkan diri sendiri dengan orang lain merupakan hal yang menakutkan. Membuat seseorang tidak focus dengan tujuannya dan menjadikan orang lain menjadi tolak ukur kesuksesan. Hal ini sangat mempengaruhi kesehatan mental terutama pada hal kepercayaan pada diri sendiri.
Krisis kepercayaan diri merupakan perilaku membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Tentu boleh memiliki figur atau melihat orang lain yang lebih berpengalaman / memiliki kehidupan yang lebih baik.Â
Namun sebaiknya tidak dijadikan beban dalam diri sendiri sehingga kita selalu merasa lebih rendah atau kurang berpengalaman dibanding yang lainnya.Â
Menurut Raufan (2020) dalam unggahannya tips untuk mengurangi hal tersebut adalah dengan fokus pada perkembangan diri sendiri, karena setiap usaha yang dikerjakan dan dikorbankan orang itu berbeda-beda.Â
Tidak salah menjadikan orang lain menjadi panutan, hanya saja tidak perlu membandingkan dengan diri sendiri melainkan kita harus mengevaluasi setiap usaha yang kita lakukan agar terus berkembang menjadi lebih baik.
Munculnya krisis kepercayaan diri biasanya bersamaan dengan masuknya millennials pada fase quarter life crisiss. Menurut Syakarofah dan Anwar (2019) Quarter Life Crisis adalah sebuah rasa khawatir seseorang yang diakibatkan oleh keraguan atau keambiguan kehidupan yang akan datang.Â
Quarter life crisis sering kali dialami dan dirasakan oleh seseorang di usia sekitar 20-an antara lain mengenai ketakutan saat menghadapi situasi yang tidak terduga.Â
Berdasarkan pandangan dari penelitian yang dilakukan Martuis & Bahri (2016) yang memperlihatkan bahwa 66,16% millennials menunjukkan kurangnya rasa percaya diri dalam menyambangi masa depan, dan belum memiliki gambaran masa depan yang jelas.
Dengan berbagai permasalahan tersebut, muncul juga permasalahan lain yaitu perasaan terlalu khawatir membuat mereka sibuk memikirkan hal-hal yang berlum terjadi, istilahnya overthinking. Kebiasaan tersebut dapat menjadi boomerang bagi mereka karena berakibat mereka kehilangan diri sendiri.Â
Overthinking merupakan suatu aktifitas/ kebiasaan terlalu banyak menggunakan waktu untuk memikirkan suatu hal dengan cara yang merugikan. Kecenderungan untuk terus memikirkan hal yang telah berlalu atau mungkin belum terjadi hanya akan menambah beban sehari-hari untuk tidak produktif.Â
Walaupun setiap orang tahu hal itu membuang waktu, namun akibat kebiasaan dan juga masalah kesehatan mental mereka dengan beban kehidupan setiap harinya tidak bisa terelakan lagi. Sudah menjadi rutinitas sepertinya, terutama sesaat sebelum tidur.
Gen millennials sebenarnya memiliki beragam keunggulan sebagai generasi yang selalu terkonsolidasi terhadap perkembangan inovasi, kreativitas, serta teknologi.Â
Dalam tahap seperti ini, mereka dihadapi keadaan sulit ketika mereka masih ragu terhadap rencana hidup mereka. Sebagai akibatnya, mereka dihadapi berbagai kendala dalam mencari jati diri mereka.Â
Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh gen millennials tersebut sebenarnya Kembali lagi kepada pribadi masing-masing. Keinginan untuk terus berkembang, serta  mencari solusi dan inovasi.
Menurut penulis dari semua permasalah kesehatan mental yang dihadapi oleh gen millennial tersebut tentu ada solusi yang bisa dilakukan juga, terutama tekad.Â
Kesehatan mental merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena jika sudah mengganggu aktifitas sehari-hari maka sudah menjadi peringatan untuk mencari solusinya.Â
Hal yang pertama dalam pencarian solusi ini adalah dengan menerima, segala bentuk yang ada pada diri. Berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain, fokuskan pada diri sendiri dan orang lain hanya sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik, bukan mengikuti seperti mereka atau menilai diri sendiri lebih rendah.Â
Selanjutnya memperbaiki pergaulan yang sudah kita jalani, karena dari semua permasalahan yang ada adalah dengan siapa kita berinteraksi. Saat lingkup pergalauan kita tidak baik, istilahnya toxic, maka hal itu tentu harus dijauhi.Â
Buat Kembali pergalaun yang sehat Bersama orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama untuk menjadi gen millennial yang produktif dan terus berkembang.
Dari keseluruhannya kita harus merasa bersyukur, dengan apa yang sudah kita punya sekarang, bukan hanya dalam bentuk materi tapi juga teman, lingkungan, keluarga dan diri sendiri. Kebiasaan bersyukur sangat baik untuk mencapai ketenangan batin.Â
Hiduplah menjadi diri mu sendiri di masa sekarang, tidak perlu melihat Kembali ke belakang karena tidak ada yang bisa diubah. Fokuskan untuk menjadi lebih baik dan terus berkembang dengan memikirkan kesehatan mental diri sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI