Membaca keberadaannya terlihat mudah tapi tak semua orang mampu. Membaca peradabannya terdengar mudah tapi payah menyusuri dalam serakan waktu.
Jika kita mengemas barang-barang dan berusaha untuk pulang, membaca Majapahit secara tak langsung membaca aspek konstitusi itu berdiri. Membaca bagaimana dinamika politik, hukum, perkembangan ekonomi, kelangsungan masyarakat hidup, agama dan kepercayaan dianut, isu sosial yang diruntut, juga kebohongan manusia modern yang membuat dahi berkerut.
Kala surya berganti chandra, dari neraka menuju surgaloka, dari jelata menuju tempat para dewa. Dari manusia menjadi mahkluk hybrida.
Ini juga tentang meraba sastra dan budaya, kesenian dan warisan, kebiasaan dan manusia-manusia lainnya. Tentang bersenggama dengan hangat peluk kejayaan dan menggigilnya tubuh sebab dinginnya pemberontakan. Dalam perjalanan menuju limaratus tahun yang telah lalu, kita terus mengendarai tanda tanya dan tanda seru. Seperti diulang-alikkan oleh ruang dan waktu.
Dari silam dan hilang. Dari riuh jadi sukar, jadi suluh jadi suar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H