Mohon tunggu...
Khaidir Asmuni
Khaidir Asmuni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Alumnus filsafat UGM

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jika Dipasangkan, Prabowo-Puan Sulit Dikalahkan

6 Desember 2021   14:50 Diperbarui: 6 Desember 2021   15:00 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Tak ada capres 2024 yang lebih siap dari Prabowo Subianto. Dan tak ada mesin partai yang se-solid PDIP Perjuangan. Kendati terjadi split ticket voting, jika Prabowo-Puan dipasangkan akan tetap sulit dikalahkan. Kesiapan mereka mampu bermain di belantara skenario kingmaker lainnya.

Menyusul survey sebelumnya, isyarat kekuatan Prabowo Subianto makin terlihat dari survey Indikator yang dirilis 5 Desember 2021 dan menempatkannya di posisi teratas. 

Seolah sebuah sinyal agar "yang lain" berpikir ulang jika ingin bertarung di pilpres 2024.Dalam kondisi waktu yang sangat mepet dan banyaknya persiapan yang harus dilakukan menghadapi pemilu 2024, menempatkan Prabowo Subianto lebih unggul.

Dari sisi kepartaian, Prabowo tidak mengalami kesulitan untuk dicalonkan dan tinggal mencari koalisi. Dari sisi pendukung, Prabowo tinggal mengumpulkan kembali pendukung-pendukung lamanya saat pencapresan di tahun 2014 dan 2019. Dan yang terakhir, Prabowo lebih mudah melakukan akselerasi berbagai perubahan dan kemungkinan yang bakal terjadi ke depan.

Itulah sebabnya meski dari sisi pemberitaan, pencapresan Prabowo tidak segencar yang lain, namun dari sisi kesiapan Prabowo tampak lebih siap. Dia tampak tenang mengkonsolidasi mesin partai dan tetap melakukan tugas-tugasnya sebagai Menteri Pertahanan.

Ketenangan Prabowo memang menghanyutkan. Meskipun dia tetap menghadapi sejumlah tantangan yang tidak ringan. Pertama, mengembalikan momentum kebesaran namanya di jalur yang aktual saat ini. Jalur aktual tersebut adalah munculnya sejumlah nama dalam dinamika perpilpresan. Nama yang muncul justeru membayangi survei 3 besar teratas seperti Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Jika dilihat dari latar belakang munculnya nama Ganjar adalah mengakomodasi keinginan dari massa pendukung Jokowi (Jokowi reborn). Di sisi lain, munculnya nama Anies Baswedan justru menggerus pendukungnya di kalangan Islam pasca Prabowo bergabung dengan Koalisi pemerintahan Jokowi.

Kedua, secara riil di lapangan posisi partai Gerindra yang merupakan pemenang pemilu urutan ke-3 masih harus diuji, Apakah mesin partai nya mampu digerakkan dalam menghadapi Pemilu 2024 dan Pilpres. Sejauh ini, PDIP dan Partai Golkar merupakan partai yang teruji dan memiliki pengurus hingga anak ranting.
Selain itu, apakah mesin partai Gerindra mampu mengimbangi kerja para relawan-relawan yang digalang Ganjar dan Anies Baswedan?

Sebab sejauh ini beberapa organisasi sayap maupun sekoci sekoci yang dimiliki Prabowo belum tampak bergerak full karena Prabowo sendiri masih berkonsentrasi sebagai Menteri Pertahanan. Atau relawan atau organisasi sayap itu selama ini bergerak dalam senyap. Sehingga tidak terpantau media massa.

Ketiga, sejumlah kalangan menilai Prabowo harus kerja ekstra keras apabila menghadapi head-to-head dengan calon yang mendapatkan dukungan koalisi dari partai lain. Peluang Prabowo justeru semakin besar apabila jumlah pasangan yang ikut kontestasi lebih dari 2 pasang.

Penjelasannya, baik Gerindra maupun PDIP memiliki massa rill di bawah. Dengan kepengurusan yang sampai anak ranting dan kartu anggota yang banyak, PDIP memiliki basis massa yang kokoh. Begitu juga dengan Gerinda.  Dengan mem-fix-kan pendukung saja sebetulnya suara Gerindra dan PDIP diyakini bisa memperoleh lebih dari 30%.

Gandeng Puan

Untuk menghadapi 3 tantangan di atas Prabowo sebaiknya berkoalisi dengan PDIP Perjuangan, yaitu dengan menggandeng Puan Maharani sebagai calon wakil presiden.

Dengan menggandeng Puan maka persoalan mesin partai dan relawan akan terjawab. Pasalnya, PDIP merupakan partai teratas yang memiliki kekuatan di masyarakat. Mesin partai PDIP jelas akan bekerja hingga anak ranting. Tinggal bagaimana Prabowo dan Puan Maharani mengkonsolidasikan mesin partai ini agar maksimal.

Menggandeng Puan Maharani sama saja dengan mengatasi tiga tantangan sekaligus, yaitu menempatkan namanya di jalur aktual, pergerakan relawan yang kuat dan mendapatkan koalisi mesin partai yang teruji.

Sedangkan bagi Puan Maharani sendiri hal ini terkait dengan jenjang tanggung jawab yang dipikulnya lebih besar. Yaitu semacam meritokrasi dirinya untuk menghadapi tantangan dalam mengelola negara.

Kehadiran Prabowo Subianto tidak saja dari sisi senioritas dan kematangan tetapi juga dengan pengalaman Prabowo dapat membuat pengelolaan negara semakin baik bersama Puan Maharani.

Cara Puan untuk meningkatkan citra dirinya memang berbeda dengan yang lain. Puan pernah turun ke sawah namun justru menimbulkan pro dan kontra ketika ditanggapi beragam.

Namun ketika Puan Maharani menghadiri acara-acara internasional, dia berhasil membawa nama dan kewibawaan negara. Selain itu, Puan juga melalui retorika retorika nya banyak memperhatikan masyarakat dengan reaksi yang sangat cepat. Misalnya saat terjadi bencana alam ataupun persoalan hukum yang menimpa rakyat kecil.

Citra yang dibangun Puan sesuai dengan predikat dirinya yang memiliki pengalaman sebagai Menteri juga menjadi Ketua DPR RI.

Melihat penjelasan di atas antara Prabowo dan Puan memang saling melengkapi. Bagi masyarakat sebenarnya yang dibutuhkan adalah suatu stabilitas dan kesinambungan pembangunan karena kedua tokoh ini dapat memberikan garansi kesinambungan pembangunan dari pemerintahan sebelumnya.  

Apakah pasangan Prabowo - Puan akan terwujud? Dari gestur foto yang diperlihatkan media menunjukkan hal positif.

Megawati, Prabowo, dan Puan bertemu saat pelantikan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu 17 November 2021 lalu. Momen pertemuan ketiganya pun menjadi sorotan lantaran dinilai menjadi sinyal koalisi antara PDIP dan Gerindra.

Tantangan Split Ticket Voting

Pemilu 2024 yang berpotensi split ticket voting pernah diungkapkan Lembaga survei Indostrategic Juni 2021 lalu. Artinya, massa pendukung di satu partai memiliki pilihan berbeda dengan yang diusung partai.

Namun untuk mengatasi masalah ini sejumlah pihak mengungkapkan dapat dihadapi dengan kekompakan dan soliditas partai politik tersebut.

Dengan menekankan loyalitas para kader untuk tetap memilih pada jalurnya maka split ticket voting bisa diatasi.

Diakui, beberapa waktu lalu memang terjadi perdebatan antara "banteng" dan "celeng" di kader PDIP Jawa Tengah. Namun hal ini tampaknya dapat dilokalisir.

Media massa menyebutkan fenomena split ticket voting pernah terjadi pada pemilu 2004, di mana pemilihan legislatif (pileg) dimenangkan Partai Golkar. Namun, kemenangan tersebut tak membuat kadernya, Wiranto, langsung menjadi presiden. Justeru, partai Demokrat dengan usungannya Susilo Bambang Yudhoyono yang menang dalam pemilihan presiden (Pilpres).

Untuk tahun 2024 masalah split ticket voting seperti ini tampaknya sulit terulang. Alasannya, hasil dari survey sendiri menunjukkan bahwa Prabowo masih menduduki posisi teratas. Artinya, rakyat masih menginginkannya kembali memimpin.

(Khaidir Asmuni/ Democracy Care Institute)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun