Pernahkah Anda lupa waktu saat scrolling Instagram, TikTok, Twitter, atau Facebook? Setelah membuang banyak waktu berharga untuk hal tersebut, pernahkan Anda merasa menyesal? Jika iya, Anda mungkin mengalami disonansi kognitif!
Disonansi berarti tidak harmonis, sedangkan kognitif berarti perilaku yang dilakukan secara sadar. Secara harfiah, disonansi kognitif diartikan sebagai salah satu gangguan psikologis dimana seseorang akan merasa tidak nyaman akibat sikap, pemikiran, dan perilaku yang bertentangan dengan keyakinan dan motivasi yang ia miliki.
Lalu mengapa ada pandemi disonansi kognitif pada generasi corona?
Mari ber-euforia dengan keadaan pandemi Covid-19, dua tahun yang lalu. Saat semua kegiatan menjadi berbentuk virtual, saat semua wajah hanya bisa terlihat di layar, dan sejak semua hal pada kehidupan kita mulai berubah. Sedikit demi sedikit, tetapi pasti, pandemi membuat kebiasaan kita berubah.Â
Pandemi membuat kita lebih dekat dengan teman-teman virtual, lebih senang dengan permainan-permainan online, lebih tertarik untuk terus-terusan scrolling sosial media, dan masih banyak lagi.Â
Kemalasan mulai melanda, mindset mulai berubah, dan kebiasaan pun sudah berganti. Kita lebih sering menatap HP, sering membuka dan mengecek sosial media kita. Kini hal itu sudah menjadi kebiasaan.
Contoh simple dari disonansi kognitif, saat sedang menyontek. Anda tentu tahu kalau menyontek adalah perbuatan tidak terpuji. Tetapi, masih kerap Anda lakukan. Setelah menyontek, apakah ada perasaan bersalah? Awalnya ada, tetapi lama-kelamaan, hal ini seperti hilang dibawa angin, karena sudah menjadi sebuah kebiasaan.
Namun, contoh lain disonansi kognitif yang mungkin telah menjadi kebiasaan, tetapi masih menimbulkan penyesalan dan ketidaknyamanan adalah paling perilaku scrolling media sosial terlalu lama. Apalagi saat ada tugas atau hal yang harus dikerjakan saat itu juga.Â
Walaupun sudah menjadi kebiasaan, hal ini masing mengganggu kita karena akibat dari kebiasaan scrolling sangat cepat muncul. Berbeda dengan menyontek yang hanya muncul akibatnya saat ketahuan atau baru muncul bertahun-tahun kemudian.
Apakah hal ini bisa diobati?
Hal ini bergantung kepada individunya. Sebagai manusia, tentu kita ingin menjadi pribadi yang produktif dan dapat memanfaatkan waktu. Namun, kita tetap melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bermakna walaupun kita tahu kalau itu membuang waktu dan mengakibatkan timbulnya penyesalan untuk diri sendiri.
Intinya adalah pengendalian diri. Saat kita bisa mengendalikan diri kita, mengendalikan keinginan, dan mengendalikan nafsu kita, kita bisa perlahan menjauhi kebiasaan buruk itu. Kebiasaan terbentuk saat sesuatu dilakukan secara berulang-ulang. Sama seperti membentuk kebiasaan disonansi kognitif, kita juga bisa membangun kebiasaan-kebiasaan yang dapat menghindarkan diri kita dari disonansi kognitif itu sendiri.
Salah satu buku yang sangat bagus untuk dibaca bagi orang yang ingin membangun kebiasaan adalah buku "Atomic Habit" karya James Clear. Berikut akan saya bagikan beberapa tips & tricks dalam membangun kebiasaan yang ada di buku tersebut
1. Membuat kebiasaan itu 'terlihat'
Jangan berpatokan pada hasil, tetapi berpeganglah pada proses. Buat kebiasaan yang ingin Anda bangun, terlihat oleh Anda. Mudahnya, susun rencana tersebut dengan memberi deskripsi waktu dan tempat yang spesifik.
2. Membuat kebiasaan itu 'menarik'
Seperti melakukan kebiasaan scrolling media sosial, hal itu sangat menarik sehingga membuat Anda tidak bisa berpaling dari kebiasaan itu. Begitu pula cara Anda untuk membentuk kebiasaan baik. Jadikan kebiasaan tersebut menarik perhatian, sehingga Anda tidak akan melewatkannya.
3. Membuat kebiasaan itu 'mudah'
Saat diberi pilihan, susah atau mudah, Anda tentu akan memilih yang mudah. Seperti itulah otak manusia bekerja. Jadi, buat target kebiasaan yang mudah dicapai. Perlahan, tetapi tidak pernah mundur.
4. Membuat kebiasaan itu 'memuaskan'
Anda tentu sangat senang apabila hasil yang Anda dapatkan memuaskan. Namun, saat yang didapat tidak memuaskan, Anda mungkin akan menjadi malas dan tidak ingin mengulangi hal tersebut. Begitu juga kebiasaan, capai target kebiasaan sehingga akan muncul kepuasaan tersendiri agar kebiasaan yang dibangun bisa Anda pertahankan.
Sebagai generasi muda yang kelak akan memegang peranan penting sebagai penerus bangsa, sebaiknya mulai membudayakan dan membangun kebiasaan baik.Â
Jauhi disonansi kognitif, khususnya kebiasaan-kebiasaan yang muncul sebagai akibat dari pandemi Covid-19. Terus semangat, tidak ada kata terlambat sebelum kita mencoba.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H