Tafsir Irfani adalah metode penafsiran Al-Qur'an yang berfokus pada makna batin (esoteris) ayat-ayat Al-Qur'an, sering kali berdasarkan pengalaman spiritual atau mistis seorang mufasir. Metode ini berkembang dalam tradisi tasawuf dan filsafat Islam. Berikut adalah garis besar sejarah tafsir Irfani:
1. Periode Awal (Masa Sahabat dan Tabi'in)
Pada masa awal Islam, penafsiran Al-Qur'an lebih banyak berfokus pada makna literal (zahir) dan hukum. Namun, ada beberapa sahabat dan tabi'in yang dikenal memiliki kecenderungan terhadap makna batin, seperti:
- Ali bin Abi Thalib: Beliau dikenal sebagai figur yang memahami makna-makna mendalam dalam Al-Qur'an. Beberapa ajaran batin beliau menjadi dasar dalam tradisi sufi.
- Hasan al-Basri: Seorang tabi'in yang banyak menekankan aspek spiritual dalam tafsirnya.
Meskipun demikian, penafsiran Irfani belum dibukukan secara sistematis pada masa ini.
2. Perkembangan dalam Tradisi Tasawuf (Abad 2-4 H)
Pada abad kedua hingga keempat Hijriah, tradisi tasawuf mulai berkembang, dan tafsir Irfani mulai lebih menonjol. Para sufi memandang Al-Qur'an sebagai kitab dengan lapisan makna yang dalam:
- Rabi'ah al-Adawiyah (w. 185 H): Salah satu tokoh yang memandang ayat-ayat Al-Qur'an dari perspektif cinta ilahi.
- Dzun Nun al-Misri (w. 245 H): Mengembangkan pandangan bahwa Al-Qur'an memiliki makna yang hanya dapat dipahami melalui pencerahan batin.
3. Sistematisasi oleh Sufi Besar (Abad 4-6 H)
Pada periode ini, tafsir Irfani mulai dibukukan dan dikembangkan secara lebih sistematis:
- Al-Hakim al-Tirmidzi (w. 320 H): Menulis tentang hubungan makna lahir dan batin dalam Al-Qur'an.
- Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H): Dalam karya-karyanya seperti Ihya Ulumuddin, beliau mengulas hubungan antara ayat-ayat Al-Qur'an dan pengalaman mistis.
- Syeikh Abdul Qadir al-Jilani (w. 561 H): Menulis tafsir dengan pendekatan yang sarat dengan elemen tasawuf.
4. Puncak Perkembangan Tafsir Irfani (Abad 6-8 H)
Pada masa ini, karya-karya besar dalam tafsir Irfani muncul:
- Ibn Arabi (w. 638 H): Mengembangkan konsep wahdatul wujud (kesatuan wujud) yang memengaruhi tafsir Al-Qur'an. Tafsir Irfani Ibn Arabi sering disebut sebagai "tafsir isyari" (penafsiran melalui isyarat).
- Rumi (w. 672 H): Melalui puisi-puisinya dalam Masnavi, Rumi menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an dengan pendekatan Irfani.
- Najmuddin al-Kubra (w. 618 H): Karya-karyanya fokus pada tafsir simbolik dan makna-makna esoteris Al-Qur'an.