Mohon tunggu...
Khaerunnisa
Khaerunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - UNIVERSITAS AIRLANGGA

Mahasiswa Kedokteran Hewan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Studi Populasi dan Habitat Anoa (Bubalus sp) di Kawasan Hutan Lindung Desa Sangginora Kabupaten Poso

10 Mei 2024   10:35 Diperbarui: 10 Mei 2024   10:55 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Saat ini, status konservasi Anoa (Bubalus sp) yang merupakan satwa endemik Sulawesi digolongkan sebagai satwa liar yang terancam punah dan dilindungi berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian RI No: 421/KPTS/ UM/8/1970 dan surat Keputusan Menteri Pertanian No: 90/KPTS/2/1972. Upaya pelestarian terhadap satwa ini sangat penting terutama untuk menjaga keseimbangan ekosistem di alam. Namun, Anoa juga digolongkan sebagai satwa terancam punah dalam IUCN Red List of Threatened Animal dan masuk ke dalam Appendix I CITES. Ancaman terbesar dari kepunahannya adalah hilangnya habitat akibat konversi hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, pertambangan, maupun perumahan, gangguan manusia tidak bertanggung jawab serta adanya perburuan ilegal yang berlebihan (Jahidin, 2003).

            Pada Hutan Lindung Desa Sangginora Kecamatan Poso Pesisir Selatan Kabupaten Poso Sulawesi Tengah dilakukan observasi untuk mengetahui habitat dari Anoa melalui data jejak satwa. Data jejak satwa diidentifikasi dengan metode footprint count (Van Stien, 1983 dalam Rahman, 2001) dan didapatkan hasil pengamatan di lapangan berdasarkan jejak yang ditemukan dan diidentifikasi, diprediksi bahwa jumlah Anoa (Bubalus sp) yang masih ada di Kawasan Hutan Lindung Desa Sangginora berjumlah kurang lebih 25 ekor yang ditemukan pada masing-masing jalur yaitu : jalur tepi sungai diduga (8 ekor), jalur dataran diduga (11 ekor) dan jalur bukit sampai pegunungan diduga (6 ekor). Berdasarkan ukuran jejak yang diamati, diduga terdapat 12 ekor dewasa, 8 ekor remaja, dan 5 ekor anak.

         Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan di lokasi penelitian, ditemukan kurang lebih sebanyak 13 titik pengamatan sebaran jejak Anoa (Bubalus sp). Jejak yang ditemukan pada umumnya tersebar di tiga tempat yakni di sekitar tepi sungai, dataran dan bukit sampai pegunungan. Dari hasil identifikasi di lapangan, ditemukan berbagai jenis bentuk ukuran jejak Anoa mulai dari bentuk panjang, lebar dan kedalaman jejak yang tersebar di 13 titik dalam 3 jalur pengamatan. Selanjutnya setiap jejak Anoa yang ditemukan kemudian diukur dan dianalisa. Alikodra (1990), jejak merupakan salah satu indikator yang membuktikan serta menandai adanya keberadaan dan pergerakan satwa liar dari satu tempat ke tempat yang lain.

           Anoa termasuk ruminansia yang makanannya berupa tumbuhan muda, semak, herba, berbagai jenis rumput, paku-pakuan dan buah (Mustari 2003). Tercatat tujuh jenis bahan pakan yang diberikan kepada anoa di TMR berupa hijauan, sayur-sayuran dan buah-buahan yaitu pisang (Musa sp.), ubi jalar (Ipomea batatas), wortel (Daucus carota), kangkung (Ipomea aqua), jagung (Zea mays), rumput gajah (Pennisetum purpureum), dan daun nangka (Artocarpushyllus) dengan bobot segar total 3,62 kg/ekor/hari. Pakan diberikan pukul 09.00 WIB dengan cara mengambil pakan dari gudang pakan. Jenis pakan berupa buah-buahan seperti pisang, wortel, ubi jalar, dan jagung diberikan dengan cara dipotong terlebih dahulu oleh petugas kandang (animal keeper) menjadi dua sampai lima bagian yang kemudian diberikan kepada anoa.

         Jumlah jenis pakan yang diberikan tersebut lebih sedikit daripada yang dilaporkan oleh Mustari (1995) dimana anoa di TMR diberi makan sebanyak 13 jenis berupa hijauan sayuran, buah, dan berbagai jenis rumput yaitu buah jagung (Zea mays), umbi ketela rambat (Ipomoea batatas), kangkung (Ipomoea aqua), buah pepaya (Carica papaya), buah jambu biji (Psidium guajava), buah pisang (Musa sp.), buah mentimun (Cucurbita sp.), kacang panjang (Vigna unguicolia), wortel (Daucus carota), buah apel (Malus sylvestris), kentang (Solanum tuberasum), buncis, dan rumput dengan bobot segar secara keseluruhan rata-rata 7,25 kg /ekor/hari. Selain bahan makanan berupa buah dan sayuran, anoa di ex-situ juga menyukai pakan yang tumbuh liar seperti pacingan (Costus specious), akarakaran (Mikania cordata), rumput papaitan (Cyrtococcum patens) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) (Mustari dan Masyud 2001). Hal ini menunjukkan bahwa pakan anoa ex-situ dapat diperoleh dari areal di sekitar kandang atau pakan yang sengaja ditanam untuk anoa, tidak mesti selalu dibeli.

          Di habitat alaminya, Mustari (2003) mencatat sebanyak 146 jenis tumbuhan (70% dikotil) yang dimakan anoa di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa dan Tanjung Amolengo Sulawesi Tenggara. Bagian tumbuhan yang dimakan umumnya adalah daun yaitu sebesar 79%. Identifikasi epidermis melalui analisis feses secara mikroskopik ditemukan bahwa Merremia peltata sejenis liana, berbagai jenis bambu (Schizostachyum spp.), rumput teki (Scleria spp.) dan paku-pakuan (Microlepia spp.) adalah jenis tumbuhan yang paling banyak ditemukan di dalam feses anoa. Selain daun, anoa juga mengkonsumsi berbagai jenis buah dengan proporsi sebanyak 22% dari total makanannya. Buah pokae (Ficus spp.) Artocarpus dasyphyllus, Artocarpus sp., kedawung (Parkia roxburghii), dengen/simpur (Dillenia ochreata) adalah diantara jenis buah kesukaan anoa (Mustari 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Tikupadang et al. (1995) mencatat 42 jenis tumbuhan yang dimakan anoa di habitat alaminya di Hutan Lindung Kambuno Katena, Luwu Sulawesi Selatan.

         Upaya untuk melestarikan satwa langka  telah dilakukan dengan konservasi dari hutan liar dengan ketentuan umur tertentu yang diharapkan dapat menghasilkan keturunan. Hal ini dikarenakan satwa ini populasinya masih sedikit dan diperkirakan kurang dari 2500 individu. Belum ditemukannya pemahaman yang sempurna untuk upaya budidayanya sehingga menyebabkan perkembangbiakan Anoa menjadi terhambat. Namun sampai hari ini perkembangbiakan Anoa di penangkaran maupun hutan lindung menunjukan nilai tumbuh positif dikarenakan semakin banyaknya hutan lindung dan perlindungan satwa yang diatur dalam undang-undang.

Daftar Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun